JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Rencana merger tiga bank syariah yang notabene anak perusahaan dari bank BUMN terus digulirkan. Tiga bank syariah yang dimaksud adalah BRI Syariah (BRIS), BNI Syariah (BNIS), dan Mandiri Syariah (BSM). Adapun proses merger ketiga bank syariah ditargetkan rampung pada Februari 2021.
Menanggapi hal tersebut, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD), Dr. Mukhaer Pakkanna mengungkapkan bahwa yang terpenting adalah melihat potret, peta, dan harapan terhadap bank syariah pasca merger.
“Setelah merger, bank syariah milik BUMN ini diharapkan dapat fokus untuk menggarap bisnis core competence masing-masing, bisa saling komplementer dan menguatkan. Jadi bank merger nantinya akan memiliki layanan berbasis syariah yang integratif dan komprehensif dalam satu atap bagi semua segmen nasabah, mulai dari yang mikro, kecil, menengah, ritel, wholesale syariah, sampai korporasi, baik untuk nasabah nasional maupun investor global. Harapannya agar bisa masuk jajaran sepuluh besar bank syariah berkapitalisasi teratas di dunia, yang memiliki daya saing global,” jelas Mukhaer.
Berkenaan dengan ideal susunan manajemen, Mukhaer mengatakan bahwa manajemen yang diharapkan adalah mereka yang memiliki visi jauh ke depan, memiliki pengalaman global, berani mengambil risiko, memiliki jejaring tingkat nasional dan global, dan mampu secepatnya memulihkan kepercayaan terhadap bank Syariah hasil merger ini.
Harus Profesional
“Saya berharap pengurus bank Syariah hasil merger ini ditunjuk bukan karena pertimbangan politik jangka pendek, bukan lobi-lobi politik myopic. Memang harus yang profesional dan kompeten. Menjauhi vested interest, dan lebih mementingkan kepentingan umat, bangsa dan negara. Dan, pengurusnya tidak semata memprioritaskan dari asal bank yang di merger. Tapi merekrut secara terbuka, transparan dan akuntabel,” tutur Mukhaer.
Adapun mengenai urgensi reformasi manajemen bank-bank Syariah melalu merger saat ini, Mukhaer menjelaskan bahwa awalnya, Ia berharap Pemerintah memilih salah satu di antara beberapa Bank Syariah berplat merah yang dikonversi menjadi bank Syariah unggulan dan berdaya saing global. Namun, ternyata pemerintah lebih memilih tiga bank Syariah yang dimerger.
“Saya kira itu juga tidak ada masalah, kita harus support. Muhammadiyah sebagai salah satu entitas organisasi sosial yang memiliki Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan memiliki basis anggota puluhan juta orang dan bertebaran di seluruh Indonesia hingga dunia internasional, tentu harus mensupport keputusan itu,” ungkap Wakil Ketua Majelis Ekonomi Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah tersebut.
Manajemen bank Syariah hasil merger langsung dihadapkan kepada masalah yang sangat serius dan bersifat extraordinary, uncertainty, complexity dan unprecedented yaitu pandemi Covid-19 yang multiplier efek sangat besar. Karena, manajemen harus mulai melakukan review dan revisi target pertumbuhan sama seperti perbankan yang lain.
Terakhir, Mukhaer memberikan catatan untuk Bank Syariah agar melakukan penerapan prosedur baru yang menjamin perbaikan pelayanan pada nasabah serta azas keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan dana nasabah.
Banyak pihak berharap, dengan merger ini, tentu Indonesia akan memiliki entitas bank syariah sebesar Dubai Islamic Bank di Uni Emirat Arab (UEA). Data menyebutkan, Dubai Islamic Bank mampu menarik sebanyak 55% konsumen perbankan di UEA pada 2019. Persentase ini naik dibandingkan pada 2015 yang hanya 47%.
“Sekadar catatan, bank tersebut mampu bersaing dengan bank konvensional dengan lini bisnis multi dimensi. Malah, nasabah yang non-muslim sangat banyak, menunjukkan bahwa bank itu bersih, transparan dan sangat kompetitif dalam bersaing dengan bank konvensional,” pungkasnya. (Riz)