YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah mengapresiasi Peristiwa Tangkap Tangan atau dalam istilah yang umum disebut sebagai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus Bansos Kementerian Sosial. KPK harus berani menerapkan ketentuan Pasal 2 UU Tipikor baik ketentuan ayat (1) dan terkhusus Pasal 2 ayat (2) terkait sanksi pidana Mati.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Trisno Raharjo, MHum dalam konferensi pers, Senin (7/12). “Bahwa kami mendukung pemberantasan korupsi secara tegas, adil dan tidak pandang bulu, agar korupsi tidak lagi menjadi budaya dalam pemerintahan, penegak hukum dan penyelenggara negara,” ungkapnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah mengingatkan tentang ancaman hukuman mati terkait praktik korupsi dalam penanganan bencana. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 yang bukan saja bencana global bukan hanya nasional.
“KPK apabila setuju dan serius menggunakan pasal 2 tidak boleh tanggung-tanggung, harus dituntut dengan hukuman mati,” ungkap Trisno Raharjo, MHum. Meskipun hukuman mati masih menjadi perkara yang kontroversial, akan tetapi apabila diproses secara adil serta dalam peradilan yang baik dan jujur maka menjadi keputusan yang dapat diterima.
Terkait hukuman mati yang dianggap melanggar HAM, pertimbangannya adalah apapun hukuman yang ada dalam hukum pidana merupakan pelanggaran HAM. “Secara prinsip hukuman yang kita sebut sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia karena menjadi bagian dari sistem pemidanaan tidaklah dapat dikatakan melanggar HAM,” tutur Trisno.
Oleh karena itu, penuntutan tersebut masih relevan termasuk juga jika dihubungkan dengan efek jera. Ini juga menjadi bukti bahwa penegakan hukum dilakukan secara sungguh-sungguh dan tidak boleh ada diskriminasi sepanjang bisa dilakukan dalam peradilan yang terbuka dan dapat dibuktikan dengan baik. (Riz)