Ibnu Manzhur (1233-1311 M) dalam Lisan Al-Arab, menjelaskan, kata inkar dan munkar merupakan antonim dari makruf, yaitu semua yang dianggap buruk, haram, dan tercela oleh syara’. Dengan kata lain, seluruh ucapan dan tindakan yang dipandang jelek oleh manusia dan potensial menjauhkan pelakunya dari Allah, itulah mungkar.
Resep mujarab agar tercegah dari kemungkaran adalah lewat shalat. Firman Allah,
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran), dan dirikanlah shalat. Sungguh shalat itu dapat mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” (Qs Al-Ankabut [29]: 45).
Tentu, agar produktif, shalat harus dijalankan sepenuh hati dan jiwa. Bukan shalat sekadar sebagai penggugur kewajiban.
Karena itu, mencegah kemungkaran menjadi kewajiban setiap Muslim. Sikap berdiam diri, apalagi memberi restu terhadap adanya kemungkaran, kata Rasulullah saw, adalah bukti nihilnya iman di dada kita. Rasulullah kemudian mengajarkan kepada kita, apabila kita melihat kemungkaran, harus kita ubah. Dan ada pilihan cara sesuai kemampuan kita masing-masing.
Kemungkaran yang sistematis dan meluas, harus dihentikan dengan kekuasaan. Satu atau dua orang mabuk-mabukan di pinggir jalan, mungkin bisa Anda ingatkan. Namun, bagaimana Anda mampu menghentikan produksi minuman keras, bahkan peredaran narkoba yang begitu rapi? Di sinilah diperlukan kebijakan-kebijakan politik. Terang saja, upaya-upaya mulia dari politisi-politisi Muslim kita sangat diperlukan.
Jika tidak punya kekuasaan, maka dengan lisan. Adapun mencegah kemungkaran dengan lisan, bisa dilakukan oleh kiai, muballigh, pendidik, presenter, motivator, pengacara, bahkan penulis. Senjatanya bukan lagi kekuasaan politik, namun lebih mengacu pada pengaruh intelektual. Tetapi jika masih tidak mampu, karena mungkin tergolong orang awam, minimal, kita membenci suatu kemungkaran. Itulah pencegahan paling lemah, yaitu mencegah dengan hati.
Yang jelas, dalam masyarakat, terlebih di kalangan Muhammadiyah, harus ada kesadaran bersama untuk terus melakukan amar makruf nahi mungkar. Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar. Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar sesuai cara masing-masing, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah “terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”
Penting kita renungkan ungkapan M Quraish Shihab, “Apabila makruf sudah kurang diamalkan, maka ia menjadi munkar. Dan jika mungkar telah menyebar, maka ia menjadi makruf.” Terakhir, kemungkaran dimulai dengan sikap yang melewati batas, dan sudah pasti, kemungkaran merugikan sesama dan lingkungan. Maka, sekali lagi, hilangkan sikap kompromi.
M Husnaini, Alumni S2 UM Surabaya
Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2017