JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kemiskinan merupakan problem masyarakat di setiap negara. Penyebab daripada kemiskinan begitu kompleks dan perlu upaya dari negara maupun masyarakat itu sendiri untuk memutus lingkaran setan kemiskinan tersebut.
Demikian menjadi pembahasan dalam webinar daring refleksi aflkhir tahun Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema “Strategi Pengentasan Kemiskinan dan Penguatan Ekosistem Ketahanan Pangan Muhammadiyah”, Rabu (30/12).
Prof Ali Agus menjelaskan bahwa dewasa ini terjadi tantangan global. Jumlah penduduk meningkat sehingga masalah pangan adalah masalah yang penting. Tidak kurang dari 800 juta jiwa di negara berkembang menghadapi persoalan pangan.
“Ini semua terkait dengan kemiskinan. Orang miskin itu karena pendapatannya rendah sehingga tidak bisa menabung. Tidak bisa menabung sehingga memiliki modal yang kecil. Karena pendapatan rendah, maka konsumsinya rendah. Konsumsi rendah menyebabkan status gizi yang rendah, sehingga kesehatan rendah, lalu kinerjanya rendah, produksinya rendah, dan upahnya rendah. Karena upahnya rendah, pendidikannya rendah. Ini lingkaran setan kemiskinan,” ungkap Pro Ali dari Fakulas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Di Indonesia, menurut BPS kemiskinan dihitung dari pendapatan harian 1 USD. Sementara menurut Bank Dunia adalah 2 USD. Jika dihitung dengan 2 USD, masyarakat miskin di Indonesia bisa sampai 100 juta jiwa.
Menurut Ali, kemiskinan lebih dekat dengan kekufuran dan kriminalitas. Sementara itu, beberapa komoditas seperti telur ayam, bawang putih, gula pasir, jagung, dan beras terus mengalami defisit. Di sisi lain, 74% pendapatan masyarakat Indonesia ditujukan untuk pangan. Sehingga ketika harga pangan naik, akan ada peningkatan angka kemiskinan.
Ia berpesan kepada peserta webinar agar beternak dan bertani, meskipun hanya sepasang unggas, dua batang sayuran, dan sepuluh ekor ikan. Karena pangan adalah modal hidup paling dasar untuk mendapatkan kesehatan dan pendidikan, yang dengan ketiganya manusia mampu berkegiatan ekonomi.
Strategi mengatasi problem kemiskinan yang diajukan oleh Ali adalah dengan integrasi sumber daya dan inovasi. Ada sumber daya fisik seperti sawah, lingkungan, pekarangan, dan lain-lain. Ada juga sumber daya manusia seperti networking dan marketing.
“Jangan dilupakan inovasi dan IPTEKS. Kalau dua hal ini disinergikan, akan terjadi peningkatan produktivitas berbasis komoditas, berbasis keluarga, atau berbasis kawasan. Sehingga kalau terjadi nilai tambah dan produktivitas, cita-cita negeri makmur bisa tercapai,” imbuhnya.
Pada saat yang sama, pembicara kedua, Gatot Supangkat menyebut pesan AR Fakhrudin atau yang akrab disapa dengan Pak AR. Pak AR pernah berpesan jika masyarakat ingin mendirikan SD Muhammadiyah, harus ada lahan satu hektar. Jika ingin mendirikan SMP Muhammadiyah, harus memiliki lahan dua hektar. Sedangkan untuk SMA tiga hektar.
“Kalau itu terlaksana, tidak ada guru Muhammadiyah yang digaji perbulan Rp. 150.000,-. Bahkan kadang hanya Rp. 50.000,-. Maka kita coba mengembangkan agribisnis berbasis jamaah. Ini menjadi jaminan masa depan sejahtera kita semua,” papar Gatot.
Ia menyebut bahwa tujuan SDGs adalah mengakhiri segala bentuk kemiskinan di semua negara; mengakhiri segala bentuk kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi dan mendorong pertanian secara berkelanjutan; dan menjamin adanya kehidupan yang sehat, serta mendorong kesejahteraan untuk semua orang di dunia pada semua usia.
Sementara itu, pembangunan berkelanjutan meliputi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tiga aspek ini saling terkait dan saling mempengaruhi. “Di dalam Sustainable Development dan Green Economy ada ekologi, sosial, ekonomi, teknologi, dan pemerintah,” imbuhnya.
Muhammadiyah memiliki beberapa pilihan yang bisa dikembangkan seperti pertanian, tanaman pangan, tanapan perkebunan, peternakan, jasa pertanian, perhutanan dan penebangan kayu, perikanan, pertambangan minyak, gas, dan panas bumi, batubara, dan lain-lain. Menurut Gatot, pertanian masih menjadi sektor andalan. “Sehebat apapun negara, yang harus dibangun pertama kali adalah pangan,” imbuhnya.
Ketua Badan Pengurus Lazismu Hilman Latief menyebut bahwa ada potensi yang bisa dioptimalkan di dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Tahun 2021 Muhammadiyah bisa memulai proyek sosial entrepreneurship yang punya dampak yang luas.
“Saya punya mimpi agar kita punya ekosistem yang menjadi cara pandang baru di dalam memperkuat gerakan Persyarikatan Muhammadiyah. Al-Maun kita sudah sangat kuat. Tapi mungkinkah kita punya proyek-proyek yang sistematis, berkelindan satu sama lain, dan memanfaatkan potensi kita?” ujarnya.
Maka, menurutnya Muhammadiyah membutuhkan ekosistem agar gerakan yang dibuat tidak bersifat sporadis. Baik ekosistem peternakan maupun pertanian. Selain itu, ia juga berharap agar ada persyaratan untuk memiliki lahan cadangan sekian hektar yang menopang ekonomi sebagai syarat mendirikan sebuah sekolah Muhammadiyah. (Lazismu/Yusuf)f