PCM Arjasa, Jalan Dakwah di Daerah Minoritas
Pendidikan merupakan salah satu alat dakwah persyarikatan Muhammadiyah guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Pondasi ini diletakkan kuat oleh KH Ahmad Dahlan, sebab Sang Kiai paham betul bahwa melalui pendidikan pembaharuan-pembaharuan akan cepat terealisasi. Bisa dikatakan pendidikan adalah perangkat lunak (software) menuju cita-cita Islam yang berkemajuan, menuju Indonesia yang berkemajuan.
Keberhasilan Kiai Dahlan memerangi dan memberantas kebodohan kala itu, seperti pratik TBC (Tahayul, Bit’ah, dan Khurafat) menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal serupa. Termasuk persebaran Persyarikatan di berbagai daerah pun sering diawali dengan pendirian sekolah terlebih dahulu.
Lahirnya Muhammadiyah di Arjasa, Sumenep, Madura pun demikian. “Setelah berhasil mendirikan sekolah, dakwah dan persebaran Muhammadiyah di Madura menjadi semakin mudah dan makin diterima oleh masuarakat,” terang Mohammad Yasin Ketua PDM Sumenep saat berkunjung ke Redaksi Suara Muhammadiyah baru-baru ini.
Padahal awalnya, kata Yasin, sebagian besar masyarakat Madura, khususnya di Arjasa, cenderung menolak kehadiran organisasi keagamaan di luar organisasi mayortitas. Karenanya secara terang-terangan masyarakat menolak berdirinya Muhammadiyah. “Orang-orang Arjara itu trauma dengan istilah Muhammadiyah,” ucapnya.
Penolakan tersebut tak lantas membuat ciut nyali tokoh Muhammadiyah untuk berdakwah di Madura. Hingga akhirnya pada tahun 1975, Abdul Kadir Muhammad salah satu tokoh pendiri Muhammadiyah di Madura bisa mendirikan pondok pesantren dengan tidak melekatkan nama Muhammadiyah. Tapi dengan nama YPPMI Al-Islamiyah sebagai sebuah strategi awal. “Sejak itu, Muhammadiyah mulai berkembang dan diterima masyarakat,” papar Yasin.
Berkembangnya Muhammadiyah di Arjasa, Mohammad Safura Ketua PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) Arjasa, itu beriringan dengan lahirnya berbagai sekolah Muhammadiyah di kecamatan ini. Mulai dari lembaga pendidikan untuk anak usia dini, sekolah dasar dan madrasah ibtida’iyah, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas. “Alhamdulillah hampir semua sekolah kami menjadi sekolah favorit yang diminati banyak masyarakat,” ujarnya.
Bahkan secara umum di Madura, bukan hanya di Arjasa, sekolah Muhammadiyah tumbuh menjadi sekolah yang unggul. Salah satunya SMA Muhammadiyah 1 Sumenep. Menurut Bahrur Surur Kepala SMA Muhammadiyah 1 Sumenep, 90 hingga 93 persen siswanya adalah anak-anak dari kalangan keluarga bukan Muhammadiyah. “Bagi kami di sini, dihormati dan dipercaya sebagai sekolah unggulan oleh masyarakat adalah hal yang luar biasa,” tutur Bahrur.
Bukan hanya sekolah, hampir semua masjid milik persyarikatan yang ada di Cabang dan di Ranting juga menjadi makmur. Setiap kegiatan yang diselenggarakan memberikan manfaat kepada masayarakat umum. Seperti pembagian zakat, pembagian hewan qurban, dan bakti sosial. “Kehadiran Muhammadiyah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas,” kata Safura.
“Kami masih punya mimpi lain, yaitu mendirikan universitas Muhammadiyah di sini. Semoga bisa segera terwujud,” imbuh Safura. (gsh)
Sumber: Majalah SM Edisi 8 Tahun 2019