YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Seiring dengan meningkatkan kesadaran terhadap produk, bukan hanya kalangan Muslim saja yang menjadikan kehalalan sebagai tolak ukur dalam menilai kualitas sebuah produk. Bagi konsumen non-muslim, produk halal sering kali dinilai sebagai produk yang memiliki standar kualitas yang tinggi. Untuk menjamin kehalalan sebuah produk, pendekatan tertentu perlu dikedepankan.
Hal ini menjadi topik yang diangkat oleh Prof. Dr. Dra. apt. Any Guntarti, M.Si, Guru besar Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang dikukuhkan Selasa (9/2) di Amphitarium Kampus Terpadu UAD. Saat ini Farmasi UAD telah memiliki 3 Guru Besar dari 7 Guru Besar yang dimiliki oleh UAD.
Dalam Pidato Guru Besar yang disampaikan Any, dirinya mengedepankan penggunaan metode instrumental dalam memastikan kehalalan sebuah produk baik produk farmasetis ataupun olahan. Any menggabungkan metode instrumental ini dengan kombinasi kemometrika. Metode instrumental yang disebutkan terdiri dari Spektofotometri, Kromatografi, Electronic Nose atau pembau elektronik, Differential Scanning Caliometry (DSC), dan Real-time PCR (Polymerase Chain Reaction).
Selain mengidentifikasi keberadaan zat yang dikategorikan sebagai non-halal seperti kandungan babi, Any dalam Disertasinya mampu membedakan antara keberadaan DNA babi dan DNA Celeng atau babi hutan. “Primer yang spesifik untuk DNA Celeng merupakan novelty dalam disertasi saya. Menggunakan metode Real-time PCR, dapat membedakan antara DNA Babi dan Celeng.”
Di Yogyakarta sendiri menurut data yang didapatkan oleh Any, terdapat 1360 usaha yang telah tersertifikasi halal yang sebagaian besar disertifikasi oleh LPPOM MUI. Halal sendiri, terang Any lebih lanjut, dapat ditinjau melalui 3 sudut pandang yaitu religi atau agama, bisnis atau ekonomi, dan science atau pengetahuan.
“Makanan, obat, kosmetik yang halal dan toyyib menjadi salah satu parameter kualitas hidup. Teknik analisis baru harus terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya kompleksitas produk makanan,” tandas Any. (Th)