Empat Tipologi Amil lazismu
Oleh: Hendra Bob
Lazismu adalah lembaga/instansi sebagai wujud dari upaya Muhammadiyah dalam mencapai maksud dan tujuannya. Sampai saat ini Lazismu sudah berkembang pesat dengan berbagai Pilar Program yaitu keagamaan, pendidikan, sosial, kesehatan dan ekonomi.serta bina lingkungan
Dalam pandangan saya setelah beberapa waktu bergelut di lembaga amil dan melihat gaya dan tingkah laku personal amil maka saya mencoba mengindentifikaskan dalam hubungannya dengan dengan Persyarikatan selaku pimpinan tertinggi. Empat tipologi ini saya sebut dengan 4A.
Tipe Pertama: Aktif
A yang pertama adalah Amil yang aktif di Persyarikatan, selain bekerja sebagai Amil dia juga aktif menjadi pimpinan atau anggota pimpinan ataupun anggota biasa Persyarikatan di berbagai level kepemimpinan, majelis/lembaga dan organisasi otonom. Tipologi ini biasanya terdiri dari para kader ideologis dan non ideologis. Kader ideologis adalah mereka yang memang dari awal aktif di Muhammadiyah dari level bawah tingkat ortom. Sementara kader non ideologis adalah mereka yang aktif di Persyarikatan namun bukan hasil pengkaderan formal berjenjang dari bawah.
Mereka dapat dikatakan sebagai aktifis Persyarikatan yang Jamaah Muhammadiyah menjalankan roda organisasi di berbagai level tingkatan. Jumlahnya bervariasi dalam suatu wilayah/daerah, ada yang sedikit ada juga yang banyak. Mereka tak kenal lelah menjalankan roda organisasi meski tanpa menerima imbalan berupa gaji.
Tipe Kedua: Adaptif
A yang kedua adalah Amil yang adaptif. Mereka adalah para Amilin yang bukan pimpinan atau anggota pimpinan namun menyetujui prinsip dan dasar-dasar organisasi Muhammadiyah serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik saat bekerja sebagai Amil maupun di lingkungan keluarga atau masyarakat.
Biasanya mereka adalah warga Muhammadiyah yang bisa beradaptasi dengan faham keagamaan Muhammadiyah, patuh dan loyal terhadap kebijakan-kebijakan Persyarikatan. Amil tipologi ini jumlahnya banyak di berbagai wilayah daerah Merekalah yang menjadi pelaksana kebijakan Persyarikatan di lazismu di setiap tingkatan. Keberadaannya sangat membantu pimpinan Persyarikatan dalam mensuskeskan program kerja.
Tipe Ketiga: Apatis
A yang ketiga adalah Amil yang apatis. Mereka adalah para Amil yang menjalankan tugas sekadar mendapatkan materi/pendapatan dan kurang bahkan tidak tertarik sama sekali untuk aktif di Persyarikatan namun tetap mendukung program-program Persyarikatan. Tipologi pekerja seperti ini juga lumayan banyak namun tidak membahayakan Lazismu maupun Persyarikatan. Asal kebutuhan mereka terpenuhi, sudah cukup.
Tipe Keempat: Antipati
Tipe terakhir adalah para Amil yang antipati terhadap faham dan segala kebijakan Persyarikatan. Tak jarang mereka adalah penganut faham/aliran yang tidak sejalan bahkan bertentangan dengan faham keagamaan Muhammadiyah. Mengapa mereka mau bekerja di Lazismu? Tidak lain minimal adalah motif ekonomi dan yang berbahaya adalah motif politik untuk menjadikanlazismu memperoleh harkat, pangkat serta derajat namun digunakan untuk kepentingan sendiri.
Mereka sebenarnya mereka tidak suka dengan faham keagamaan Muhammadiyah, menumpang di Lazismu dan Persyarikatan hanya untuk kepentingannya sendiri. Dalam keseharian biasanya mereka justru menjadi problem maker di lazismu dan Persyarikatan. Permasalahan yang ditimbulkan mulai dari level ringan seperti tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan Persyarikatan sampai sedang/ berat menentang kebijakan-kebijakan Persyarikatan.
Mengapa sampai ada tipologi keempat ini?
Hal tersebut terjadi karena Muhammadiyah adalah organisasi yang baik hati mau menampung para tenaga profesional dari berbagai macam latar belakang faham keagamaan. Maka tidak heran jika di Lazismu ada satu – dua pekerjanya yang sebenarnya adalah aktifis faham/ aliran/ ormas yang tak sejalan dengan faham Muhammadiyah. Apakah Muhammadiyah kecolongan? Tidak, karena memang Lazismu dalam perekrutannya bersifat profesional terbuka tentu dengan tetap mengutamakan para kader dan warga Muhammadiyah sendiri.
Yang jadi masalah, mereka para Amil dari berbagai latar belakang faham keagamaan tersebut ada yang membawa-bawa faham yang dianutnya ke Lazismu dan tidak taat terhadap Persyarikatan. Ketidaktaatan itu dimulai dari hal-hal terkecil seperti corak berpakaian, penampilan sampai dalam aktifitas ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan yang ditetapkan Persyarikatan.
Lebih parah lagi jika Amil ini justru tidak tahu berterima kasih, malah merongrong lazis dengan segala model program yang pada intinya bisa memanfaatkan dana lazis untuk kepentingan pribadi keluarga dan kroni-kroni yang memang membuat permufakatan jahat yang masif dan terstruktur dari dalam dan mengembangkan paham yang dianutnya di internal Lazismu serta menjelek-jelekan Muhammadiyah di luar. Mengganggu sistem manajemen yang sudah disusun berdasarkan pedoman dari Lazismu Pusat. Membuat pencitraan sendiri untuk kepentingan sebagian golongannya, sering membuat isu-isu dalam membuat playing victim sehingga menimbulkan saling curiga dan keragu-raguan terhadap jajaran pengurus Lazismu.
Untuk amil yang seperti ini saya hanya menyampaikan jika memang tidak suka terhadap persyarikatan dengan segala macam atributnya, lebih baik tinggalkan Lazismu dan silahkan berkarya di tempat lain yang sesuai dengan faham yang di anut. Jangan sampai menjadi benalu di lazismu dan persyarikatan karena hal tersebut akan menimbulkan fitnah serta hanya menumpuk dosa. Lebih baik mundur teratur atau jika tidak mau dipaksa mundur secara tidak hormat atau selemah-lemahnya iman lebih baik diam dari pada bicara menggelegar seperti petir di siang bolong tapi air hujan tidak tertumpah. Ibarat pepatah TONG KOSONG NYARING BUNYINYA, klentang klentong kosong banyak bicara oceh sana sini tak ada isi otak udang omongnya sembarang. WALLAHU A’LAM BISSAWAB
Hendra Bob, Manager Regional Wilayah Kalimantan Selatan Periode 2020 – 2022