Opening Ceremony and Talkshow Milad ke–57 IMM Bersama Immawan Wahyudi
Oleh: Rendi Herinarso
Ahad, 14 Maret 2021, bertepatan dengan tangal lahirnya IMM, 14 Maret 1964, Pimpinan Cabang IMM Djazman Al Kindi yogyakarta, mengadakan talkshow resepsi milad ke 57 IMM di UAD. Resepsi milad ke 57 IMM ini, mengangkat tema “Implementasi Nilai-nilai Ikatan dalam Membumikan Gagasan dan Membangun Peradaban”, sebagai turunan tema besar milad IMM tahun ini, “Membumikan Gagasan, Membangun Peradaban”. Immawan Wahyudi dan bapak Wajiran dihadirkan sebagai pemateri dalam talkshow tersebut, juga turut dihadiri beberapa petinggi universitas termasuk kepala Lembaga Pengembangan Studi Islam UAD, bapak Anhar Anshori, serta rektor Universitas Ahmad Dahlan, bapak Dr. Muchlas, M.T., sekaligus memberikan sambutan.
Dalam sambutanya, bapak Dr. Muchlas, M.T., mengajak untuk melihat kembali, perjuangan besar IMM sebagai organisasi perkaderan Muhammadiyah yang mampu berperan secara signifikan bagi persyarikatan, umat dan bangsa. “Berbagai langkah telah dijalankan, agar IMM tetap menjadi organisasi kader yang mampu berperan secara signifikan, bagi terbentuknya kader-kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa yang ungul berkemajuan. Selain upaya-upaya sistemastis melalui tata kelola organisasi yang baik, dalam perjalanannya, IMM juga selalu melakukan apa yang saya sebut sebagai ideology recharging, termasuk peneguhan komitmen terhadap kaderisasi dan derap langkah perjuangan, melalui deklarasi manifesto pada setiap perhelatan musyawarah yang dilakukan. Sampai saat ini tercatat paling tidak kita mengenal adanya deklarasi Garut, deklarasi baiturrahman, manifesto kader progresif dalam deklarasi kota Malang, manifesto politik 40 tahun IMM, deklarasi kota Medan, dan deklarasi setengah abad IMM. Semua yang dilakukan tersebut, telah menjadikan IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang kuat secara ideologi dan progresif dalam membantu perkaderan persyarikatan.”
Selain itu, bapak Dr. Muchlas, M.T., pun menyinggung mengenai berbagai tantangan yang sedang dan akan dihadapi IMM, baik secara internal maupun eksternal. “Memasuki usia 57, IMM menghadapi tantangan yang sangat besar, berasal dari kalangan Internal maupun eksternal. Globalisasi dan transformasi digital serta terakhir, bahwa fenomena pandemik telah mendistrupsi dihampir seluruh aspek kehidupan kita, termasuk ranah organisasi. Perubahan-perubahan kebiasaan hidup yang kita jalani karena disrupsi tersebut, jangan sampai menjadi kendala bagi tata kelola organisasi yang efektif dan efisien dilingkungan IMM. menjaga komitmen kader-kader terhadap garis perjuangan organisasi dan rekrutmen kader baru di era sekarang ini, juga menjadi tantangan yang besar, yang harus dihadapi oleh IMM. Menyiapkan kader2 intelektual yang nantinya dapat menjadi tiang-tiang penyangga gerakan tajdid Muhammadiyah, juga merupakan tantangan yang tidak kalah besar dengan tantangan-tantangan lainya”.
Bapak Dr. Muchlas, M.T., menutup sambutanya dengan menegaskan, bahwa IMM perlu membangun komunikasi yang baik kepada masyarakat, agar ide dan gagasanya cepat bermanfaat. “Pada sisi lain, merujuk kepada salah satu trilogi IMM, yakni kemasyarakatan, IMM perlu membangun pola komunikasi yang lebih membumi agar masyarakat cepat memperoleh manfaat langsung dari gagasan-gagasan society impowering, yang telah banyak dihimpun melalui berbagai permusyawaratan kita. Mari bumikan gagasan-gagasan kita, untuk memajukan peradaban.”
Selanjutnya, acara resepsi milad dilanjutkan dengan talkshow bersama bapak Dr. Drs. Immawan Wahyudi, M.H. dan bapak Wajiran, S.S., M.A., Ph.D. Sebelumnya, perlu kita ketahui, bahwa bapak Immawan Wahyudi merupakan aktivis IMM, sebagai ketua DPP IMM periode 1985-1986, yang saat itu merupakan babak baru sebagai upaya melanjutkan dakwah IMM, karena sebelumnya IMM vakum selama beberapa tahun. Bapak Immawan Wahyudi, hadir dengan mengawali pembicaraan melalui beberapa cerita, sewaktu menjadi aktivis di IMM. Salah satunya, mengenai kenapa nama beliau Immawan Wahyudi. Beliau menuturkan “Saya perlu klarifikasi mengapa nama saya memakai nama Immawan, jadi waktu saya jadi sekertaris IMM Cabang Yogyakarta, ketuanya itu lawyer HAM, saudara Mahsun Suyuti. Dia namanya Mahsun Suyuti, sedangkan saya cuma Wahyudi, oleh karena itu, biasah lah, kalau di Muhammadiyah tidak pandang jabatan formal, yang penting pekerjaan telah diselesaikan. Kadang saya ngetik undangan untuk segala macam itu, saya ngetik sendiri, tapi ketika yang ngetik (undangan) saudara Mahsun Suyuti almarhum, beliau menambahkan, nama Immawan didepan. Akibat seringnya dipakai, maka saya lebih dikenal sebagai Immawan daripada Wahyudi. ”
Keloyalitasan beliau, pun juga ditunjukkan, ketika beliau yang sedang mengurusi IMM, rela tidak makan selama tiga hari, karena kebutuhan ekonomi masih sulit. Beliau menambahkan, bahwa sewaktu pulang dari musyawarah di Padang, beliau mengaku naik bus bersama ayam. Namun semuanya itu, tidak menjadi masalah, karena beliau yakin pasti ada yang lebih mengalami kesakitan dari padanya. Setelah menyampaikan beberapa cerita tersebut, beliau melanjutkan dengan pembahasan bagaimana melanjutkan gagasan membangun peradaban, dalam sistem demokrasi. Beliau menuturkan, bahwa sistem demokrasi yang telah menjadi pemahaman bangsa Indonesia saat ini, merupakan demokrasi yang sudah jauh dari prinsip sebenarnya. Ini dibuktikan mengenai ide-ide demokrasi yang salah satunya adalah reformasi, sudah sangat tipis, bahkan tidak punya gaung, sampai pada taraf tertentu ditertawakan.
Oleh karenanya, bapak Immawan Wahyudi menuturkan bahwa, perlu adanya perubahan strategi demi membangun peradaban melalui demokrasi. Menurut bapak Immawan Wahyudi, kerangka kerja sistem demokrasi kita itu ada tiga, yaitu ide, struktur dan kultur. Ide merupakan gagasan itu sendiri, struktur adalah otoritas atau undang-undang, sedangkan kultur merupakan perilaku kita sendiri. Karena ide atau gagasan sekarang sudah sulit untuk digaungkan, maka yang perlu diubah sekarang adalah ranah strukturnya (otoritas atau undang-undang). “Oleh karena itu, kalau jangkauan kita ingin ikut membangun peradaban yang berkemajuan , peradaban yang adil, maka kita punya tugas, bagaimana memperbaiki struktur. Kalau struktur sudah tidak jelas orientasinya, maka kulturnya juga tidak ada lagi ”. Bapak Immawan Wahyudi juga menambahkan 5 poin penting indikator demokrasi yang harus terwujud, seperti akuntabilitas, rotasi kekuasaan, rekruitmen politik terbuka, pemilihan umum, masyarakat menikmati hak-hak dasar sewajarnya.
Resepsi milad diakhiri dengan tanya jawab, baik secara langsung maupun lewat virtual. Seluruh peserta mengikuti resepsi milad dengan khidmat dan penuh antusias. Sebagai pungkasnya, bapak Immawan Wahyudi menekankan bahwa dalam membangun peradaban, IMM harus sering membaca dan berdiskusi, dan yang lebih penting tetap kembali kepada hal yang lebih konkrit, yaitu Al-Quran dan Sunnah, “Anggaplah membaca dan diskusi itu sebagai memomen rekreasi, melakukan ulang pemikiran-pemikiran, sampai dimana kita mencapai dan bagaimana cara kita terus memperbaiki diri. Setiap ada buku, tapi logisnya lagi, kembali kepada pemikiran yang fikrohnya jelas (Al-Quran dan Sunnah).
Rendi Herinarso, Anggota Bidang Hikmah PK IMM Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan