Catatan Relawan: Senyum Bersama Meratus

Catatan Relawan: Senyum Bersama Meratus

Oleh: Mohamad Dziqie Aulia Al Farauqi S.IP, MA

Sore ini (13/3) saya diberi kesempatan untuk mengunjungi rumah rekan kerja saya di daerah Barabai, Kalimantan Selatan. Anita Shalehah namanya, ia adalah seorang calon ibu muda yang sedang menempuh studi doktoralnya di ASIA University, International Bussines Program, Taiwan dan juga merupakan seorang dosen di salah satu universitas swasta terkenal di Kalimantan Timur. Ia masih berumur 29 tahun dan sudah di tahap akhir studi doktoralnya, Tidak banyak orang yang dapat menyelesaikan program S3 di bawah umur 30 tahun. Semoga ia menjadi salah satunya.

Sedangkan suaminya, Muhammad Zekrurrahman yang sering disapa Mas Zekru, berprofesi sebagai seorang guru. Ia merupakan seorang guru kelas di SDN Batu Perahu Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, seorang putra daerah Barabai lulusan Universitas Lambung Mangkurat Jurusan PGSD tahun 2014. Ketika saya di sana, mereka sedang berdiskusi untuk keberangkatan ibu hamil ini ke Taiwan. Mereka menempuh jalan sulit dalam pernikahannya dikarenakan profesi masing-masing yang berbeda.

Seperti yang pepatah bilang, dibalik seorang yang luar biasa terdapat pasangan hebat yang selalu mendukungnya. Namun, saya tidak membahas soal mbak Anita di sini. Pencapaiannya hebat dan inspiratif, namun di atas itu semua, suaminya merupakan seorang yang juga luar biasa.

Menjadi seorang guru di SDN Batu Perahu Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan bukan pekerjaan yang mudah. SD ini berada di pucuk bukit pegunungan Meratus, perjalanan ke kecamatan Batang Alai Timur dapat ditempuh dengan motor selama 1 jam dari dari pusat kota barabai sampai di batas ujung aspal. Setelah itu jalan merupakan jalan tanah liat berlumpur. Jika sudah biasa mendaki ke sana jarak tempuh skitar 1,5 jam, jika masih amatir, perjalanan bisa sampai 2 jam, jika jalan kaki waktu tempuh sekitar 4-6 jam. Tidak ada mobil bisa masuk di sini dan tidak ada listrik ataupun sinyal komunikasi.

Menjadi seorang guru di SDN Batu Perahu bukan pekerjaan yang mudah. Pertama kali menuju SDN batu perahu, pak guru Zekru terjatuh dari motor lebih dari 10 kali dikarenakan medan yang parah ditambah kondisi pasca hujan. Ia sering kali pulang dengan luka baru di bagian tubuhnya, bisa karena jatuh dan juga karena menabrak pohon yang ada di sekitar jalan setapak. Jurang yang tinggi dan jalan terjal selalu menemani hari-harinya. Guru di SD ini juga dituntut untuk memiliki berbagai soft skill yang mumpuni di bidang otomotif, karena medan yang sulit sering kali membuat motor Honda Win yang dipakainya bermasalah, mulai dari rantai putus, tali kopling putus, tali rem putus, pecah gear,  ban bocor dan lain sebagainya. Setiap pergi ke sekolah ia menyisihkan sekitar tiga ratus ribu untuk jaga-jaga Ketika motornya rusak.

SDN Batu Perahu

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di SDN Batu Perahu pun berbeda dengan KBM di sekolah kebanyakan. Anak didiknya menempuh perjalanan naik turun bukit sejauh 3-5 Kilometer untuk bisa ikut bersekolah yang ditempuh selama 1 jam berjalan kaki. Tanpa seragam, tanpa alas kaki!. Mereka berjalan menyusuri pinggiran jurang dan tanah yang rawan longsor untuk bisa masuk sekolah. Cuaca juga berpengaruh dalam pelaksanaan KBM. “saya ngajar lihat-lihat cuaca mas, kalau musim hujan gini kadang saya tutup dipertengahan ngajar untuk ngejar kepulangan, karena kalau udah hujan deras murid tidak bisa pulang dan saya tidak bisa turun ke kota” begitu ceritanya.

“Terus kenapa milih ngajar di situ mas?” tanya saya,“sebenarnya jujur awalnya saya ingin menyerah mas, namun saya urung melakukannya karena memikirkan nasib anak-anak dan rekan guru yang mengajar di sana”. Jawabnya.

Pasangan ini menapaki dunia pendidik dengan cara yang berbeda, namun dari jalan yang ditempuh kita dapat melihat semangat mereka untuk bisa berkontribusi terhadap perkembangan Pendidikan di Indonesia. Pasangan ini juga sedari muda membuat Gerakan “Seragam Semangat”. Gerakan menggalang donasi dan membagikan seragam sekolah di berbagai daerah terpencil di Kalsel. Semoga pasangan ini kedepannya dapat menjadi harapan perkembangan Pendidikan di Indonesia yang lebih baik. Kita doakan pasangan ini bisa konsisten dan terus saling mendukung satu sama lain.

Dan akhirnya inspirasi dari Neslson Mandel, “Pendidikan merupakan senjata terbaik yang dapat digunakan untuk mengubah dunia.”

Mohamad Dziqie Aulia Al Farauqi S.IP, MA, Dosen Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Exit mobile version