Pak Nadjib Hamid, Yang Selalu Bergerak Menebar Kebaikan
Oleh Bahrus Surur-Iyunk
Pada hari Kamis, 1 April 2021, saya masih sempat kirim pesan WA ke Pak Nadjib meminta nomor HP/WA Ketua PDM Kota Madiun, Pak Sutomo. Kedua, saya meminta kepada beliau untuk bisa menitipkan bukunya Pak Nur Cholis Huda terbaru kepada Pak Tamhid Masyhudi dan Prof. Biyanto yang mau mengisi Pengajian Umum Menjelang Ramadhan sekaligus Peresmian Masjid KHA Dahlan Parsanga Sumenep. Alhamdulillah, keduanya dipenuhi oleh Pak Nadjib dan menjawab pada hari itu juga. Bukan hanya itu, saat Mas Faris, staf PWM Jatim, ke Sumenep, beliau masih ingat dan sempat menitipkan buku Mohammad Nadjikh Penggerak Saudagar Muhamamdiyah untuk saya.
Berselang sehari kemudian, beredar foto Pak Nadjib yang sedang di-infuse lengkap dengan oksigennya di rumah sakit. Tentu semua yang melihat foto itu akan berdoa semoga beliau disehatkan oleh Allah. Jika Allah memanggil beliau seminggu kemudian (Jumat, 9 April 2021, 08:30), tidak berarti doa kita semua tidak dikabulkan oleh Allah. Tapi, itulah jalan terbaik “pilihan” Tuhan Yang Maha Hidup yang seringkali menyisakan sebuah pertanyaan bagi manusia. “Mengapa orang seperti Pak Nadjib begitu cepat dipanggil oleh Allah? Bukankah beliau masih sangat dibutuhkan umat dalam menggerakkan dan menebar kebaikan? Dan seterusnya.” Itulah yang akan selalu menjadi rahasia besar bagi rasionalitas manusia.
Saya mengenal Pak Nadjib sejak saya masih kelas III MTs di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan. Saat itu, ketika baru lulus dua tahunan dari Ma’had Aly Manarul Islam Bangil, beliau sempat pulang ke Paciran. Sebagaimana yang pernah diceritakan kepada saya saat berkunjung ke Sumenep, berangkat dari kegelisahan atas kevakuman Ikatan Pelajar Muhammadiyah di Paciran, beliau kemudian menggerakkan para kalangan muda untuk menghidupkan kembali IPM. Mulai dari cabang hingga ranting. Sekolah MTs saya kena imbas baiknya.
Pada paruh kedua tahun 1987 itulah IPM Ranting MTs Pondok Modern Muhammadiyah Putra dan Putri didirikan atas inisiatif Pak Nadjib Hamid. Bahkan, IPM Kelompok diadakan dan Cabang hidup kembali. Inilah pengalaman awal saya belajar berorganisasi. Dalam proses awal pendirian itu, Pak Nadjib selalu mendampingi kami. Bukan hanya diajari cara membuat surat dengan segala rinciannya, niat kami dikuatkan. Bukan hanya dijari bagaimana me-foto copy surat undangan dengan alat kuno stensil, tapi tujuan berorganisasi kami juga diluruskan. Kami ditempa dan digembleng siang malam. Meski hanya menjabat sebagai Sekretaris 1, namun berawal IPM Ranting ini saya menjadi tahan banting di medan perjuangan Muhammadiyah. Mengetahui seluk beluk administrasi Persyarikatan. Dan yang paling penting kokoh secara ideologis.
Yang masih ingat dari beliau saat itu adalah, sebagaimana beliau sampaikan, bahwa berorganisasi itu bukan hanya untuk belajar, mencari pengalaman dan memperbanyak teman. Tapi, lebih dari segalanya, berorganisasi itu adalah dalam rangka berislam, beribadah, untuk meraih ridha Ilahi. Tidak ada yang lain. Dan, pemahaman inilah yang hingga kini sering saya sampaikan kepada segenap warga Muhamamdiyah dan ‘Aisyiyah dalam banyak kesempatan pengajian dan kegiatan penguatan ideology Muhammadiyah.
Bergerak Menebar Kebaikan
Sejak saya masuk Madrasah Aliyah, saya sudah jarang bertemu dengan beliau. Mulai sering bertemu kembali dengan beliau ketika saya mulai aktif ber-Muhammadiyah di Sumenep pada awal tahun 2000 hingga sekarang. Menariknya, beliau itu selalu menghubungi kita yang ada di bawah setiap ada kunjungan ke daerah, entah sebagai anggota KPU Provinsi Jawa Timur, anggota FKUB atau lainnya. Beliau tidak pernah untuk dilayani, tetapi –dalam bahasa beliau–“barangkali ada yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan” di daerah. Dalam setiap kunjungan itulah beliau selalu menyempatkan diri untuk memberikan pencerahan kepada kami. Kadang hanya 10-15 orang saja. Jika waktunya agak panjang kami pun mengundang warga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
Ketika ada kegiatan dadakan kunjungan beliau di daerah, kami tidak pernah memberikan apa-apa. Sebaliknya, beliau justru memberi oleh-oleh dan hadiah untuk warga Muhammadiyah dan Aisyiyah yang hadir. Selalu ada surprise yang diberikan, terutama buku atau majalah terbaru.
Kunjungan terakhir beliau adalah beberapa bulan menjelang Pilkada Serentak akhir 2020 yang lalu. Saat itu, beliau ada acara FKUB Jawa Timur di Sumenep. Sampai di Sumenep malam hari, menjelang subuh sudah saya jemput untuk mengisi kuliah subuh di Masjid Darussalam Sumenep. Sampai di mobil saya langsung dihadiahi buku Mohammad Nadjikh Penggerak Saudagar Muhammadiyah. Materi yang disampaikan agak beda dari biasanya, yaitu tentang literasi menulis sejarah Muhammadiyah. Maklum, pandemic belum berlalu. Baru kali ini ada pengajian subuh materinya tentang menulis sejarah. Para jamaah tetap anstusias. Setelah pengajian, beliau masih berbincang dengan jamaah. Ada yang butuh buku Mohammad Nadjikh, lalu buku yang dihadiahkan kepada saya tadi “dipinjam” dulu. Sebelum pulang, beliau memberikan uang tali asih kepada muadzin Darussalam.
Dari Masjid Darussalam, saya antarkan beliau ke Masjid Mujahidin yang dikelola Pimpinan Ranting Muhammadiyah Karangduak Kecamatan Kota Sumenep. Bersama ketua takmirnya, Pak H. Mardi Kosdani, kami ceritakan prestasi yang telah dicapai masjid ini. Lagi-lagi, sebelum pulang, beliau menitipkan uang tali asih untuk imam masjid Mujahidin.
Dari masjid Mujahidin, saya melanjutkan kunjungan ke Masjid KHA Dahlan (KHAD) Parsanga. Di sini beliau masih bisa menikmati kaldu kokot (kikil) khas Sumenep dengan buah melon Satambang Kangean yang terkenal sangat manis. Ditemani Ketua PDM Sumenep dan pimpinan harian yang lain, kami membicarakan banyak hal tentang Muhammadiyah Sumenep dan pengembangan masjid KHAD. Usulan beliau, halaman masjid harus luas dan jangan ditambahi bangunan Madrasah Diniyah. PRM Parsanga juga harus beli tanah lagi di sampingnya. Alhmadulillah, pada bulan Januari 2021, kami bisa membeli tanah dimaksud. Kemarin, Ahad (4/4/2021) Pak Tamhid dan Prof. Biyanto meletakkan batu pertamanya.
Sebelum meninggalkan masjid beliau menitipkan tali asih untuk warga sekitar masjid yang membutuhkan. Bahkan, Pak Yasin, Ketua PDM Sumenep, juga dititipi untuk tetangganya yang kurang mampu. Saat perjalanan menuju hotel, beliau mengatakan, “Kunjungan saya ke Sumenep kali ini terasa sangat istimewa.”
“Kok bisa, Pak Nadjib?” Saya tanya balik.
“Karena banyak prestasi yang ditorehkan Sumenep dan saya saksikan langsung.”
Apa yang dilakukan Pak Nadjib ini seperti mengikuti filosofi lebah yang menjadi salah satu nama surat dalam Al-Quran. Lebah itu memakan makanan yang baik-baik dan tidak pernah hinggap di tempat yang kotor. Saat hinggap lebah pun tidak meninggalkan hal-hal yang buruk. Selalu saja ada kebaikan yang ditinggalkan.
Saya yakin apa yang dilakukan Pak Nadjib di Sumenep juga dilakukannya di daerah lain. Beliau selalu melakukan komunikasi dengan PDM, PCM dan bahkan PRM. Saat bertemu beliau memberikan pencerahan, melakukan pemberdayaan dan memberi surprise. Tidak jarang beliau bersedia mengkomunikasikan sendiri masalah yang diadukan warga Muhammadiyah di bawah dengan pihak yang ada di atasnya di depan audiens saat itu juga.
Seperti yang tertulis dalam info nomor WA-nya yang ditulis sejak tahun 2018, di sana tertera, “Bismillah… Selalu Bergerak”. Ya, selalu bergerak menebar kebaikan kepada semua orang, terutama lingkaran keummatan Muhamamdiyah. Terlebih sejak didaulat oleh PWM untuk menjadi calon DPD RI, beliau hampir tidak pernah berhenti keliling ke seluruh jagat Muhammadiyah Jawa Timur. Jika saja waktunya cukup, saya yakin beliau pasti akan berkeliling ke pulau-pulau di Sumenep. Beliau tidak pernah kenal lelah untuk berjihad. Beliau seakan tidak pernah memperdulikan kondisi fisiknya. Semangat dan langkah perjuangannya melampaui keterbatasan fisiknya.
Itulah salah satu keistimewaan Pak Nadjib dari sekian keistimewaannya yang lain. Beliau bisa berkomunikasi dengan grass root warga Muhammadiyah dan mampu membangun komunikasi dengan para pengambil kebijakan di tingkat di atasnya. Begitulah, Pak Nadjib itu ke bawah nyambung ke atas nyantol.