In Memoriam Muhammad Ramli, Tokoh itu Telah Pergi
Oleh Barsihannor
Saya tertegun…lalu mengucapkan innalillahi wainna ilaihi rajiun dan menulisnya di Whatsapp grup setelah saya mengetahui wafatnya sosok cendikiawan, akademisi, tokoh Muhammadiyah dan tokoh masyarakat yang seluruh hidupnya diwakafkan untuk kemaslahatan umat dan masyarakat. Beliau adalah alm. Drs. H. Muhammad Ramli, seorang ulama, tokoh masyarakat, akademisi dan mantan pejabat pada IAIN/UIN Antasari Banjarmasin, wafat Jumat, 11 Ramadhan 1442 H/23 April 2021 pukul 13.45. Kepergian beliau tentu membawa duka mendalam bagi keluarga besar sivitas akademika UIN Antasari khususnya, keluarga besar Muhammadiyah dan masyarakat Kalimantan Selatan umumnya. Saya tulis testimoni ini di hotel saat mengikuti kegiatan, sesaat setelah saya mengetahui wafatnya almarhum.
Saya bersyukur pernah mengenal dan berinteraksi dengan beliau saat saya menjadi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin pada tahun 1989 dimana saat itu beliau menjabat sebagai Wakil Rektor I dan kemudian sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah. Beliaulah yang mendorong saya untuk segera menyelesaikan studi tepat waktu dan lanjut pada program S2 dan S3. Beliau sangat konsen dengan pendidikan.
Almarhum adalah sosok yang ramah dan empati kepada orang lain. Pemikiran dan sikapnya yang inklusif mampu merangkul semua orang dari berbagai unsur yang berbeda, umur, status sosial, suku, agama, maupun ras. Saat mahasiswa, saya pernah diajak beliau bermain catur padahal saat itu beliau adalah Dekan di Fakultas, dan saya kalah dalam pertandingan tersebut.
Saya mengibaratkan sosok almarhum sebagai pelita yang menjaddi penerang di kegelapan malam. Beliau ibarat obor penerang yang senantiasa membimbing langkah-langkah kaki manusia yang sedang menelusuri jalan setapak penuh dengan halangan. Pemikirannya menginspirasi banyak orang untuk berjalan, berkelana, menembus batas-batas dinding yang membatasi ruang gerak.
Kepribadian yang begitu kharismatik, berwibawa dan rendah hati membuatnya dihormati oleh orang lain. Sopan santun tutur kata dan bahasanya menjadi kekuatan ajaib yang dengan tanpa dipaksa, orang senantiasa menaati apa yang dia katakan. Sikap akademik dan keulamaannya tercermin dalam tindak tanduk dan tutur bahasanya.
Keikhlasan yang luar biasa betul-betul beliau tunjukkan dalam mengemban amanat baik sebagai seorang pendidik, pejabat kampus maupun tokoh agama dan masyarakat. Beliau sosok yang tegas dan disiplin dalam berbuat tapi bijaksana dalam bertindak. Segudang pengalaman hidup telah dikantonginya dan dengan senang hati pula beliau berikan pengalaman itu kepada orang-orang di sekitarnya. Tidak susah mendapatkan informasi ilmiyah melalui penjelasannya meski tidak formal. Beliau ingin ilmu yang dimilikinya tidak mengendap dalam dirinya saja, tetapi disebarluaskan kepada siapa saja yang mau menggali ilmu darinya. Saat mahasiswa saya juga pernah diajak oleh almarhum untuk mengikuti seminar dosen dalam bahasa Inggris dimana pada saat itu almarhum menjadi pemakalah (narasumber).
Di saat usia sudah uzur, beliau masih menyempatkan diri bersama istri untuk menghadiri acara Muktamar Muhammadiyah (2016) yang dipusatkan di Universitas Muhammadiyah Makassar. Saat itu saya secara khusus mengawal beliau dari penjemputan hingga kepulangannya. Banyak info dan pengalaman yang beliau sampaikan saat bersama di dalam mobil. Di akhir keberadaannya di Makassar, dalam bahasa Banjar beliau berkata kepada saya; Barsih, insya Allah ikam jadi dekan (Barsih…kamu insya Allah akan menjadi Dekan). Ternyata ucapan beliau menjadi doa bagi saya. Kenyatannya, kurang lebih satu bulan kemudian, saya terpilih menjadi dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar
Sosok beliau yang suka terbuka dan hormat kepada semua orang, membuat beliau dikagumi masyarakat. Bentuk penghormatan itu diwujudkan dalam memuliakan tamu, walaupun beliau sendiri dalam keadaan sangat letih atau sibuk. Di saat penulis datang ke Banjarmasin dan berkunjung ke rumah beliau pada tahun 2018, saya diterima dengan baik bahkan diajak berdiskusi cukup panjang padahal kondisi beliau sebenarnya kurang fit. Rupanya beliau memiliki prinsip selalu ingin menggembirakan hati orang lain kapan dan di mana pun.
Meski sudah dimakan usia dan memasuki usia uzur, akan tetapi dedikasinya untuk masyarakat sangat nyata. Kini tokoh panutan Islam itu telah tiada, seiring dengan purnanya tugas beliau sebagai seorang hamba Tuhan, ulama dan cendikia. Hanya kenangan kebersamaan yang senantiasa terbayang dengan sejumlah nasehatnya yang telah terpatri dalam lubuk hati. Wajah teduh dan tenang menggambarkan ketenangannya saat kembali kepada Tuhan. Seberkas senyum menghiasi wajah beningnya berjumpa dengan Allah swt di hari Jumat dan Ramadhan yang mulia ini. Sebuah perjumpaan yang senantiasa dirindukan oleh orang-orang yang shaleh seperti beliau.
Hari ini UIN Antasari kehilangan seorang tokoh yang menjadi panutan civitas akademika. Selamat jalan guru kami, dosen kami dan orang tua kami. Selamat berjumpa dengan kekasihmu (Allah), tugasmu sudah selesai. Jasadmu memang tiada, tapi semangatmu tetap menggema. Engkau tidak wafat, tetapi engkau hidup di sisi Tuhanmu.
… Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang meninggal di jalan Allah, bahwa mereka itu wafat, mereka itu sesungguhnya hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya (Q.S. al-Baqarah: 154).
Barsihannor, Alumni Fakultas Tarbiyah IAIN/UIN Antasari Banjarmasin dan Dosen Pemikiran Islam UIN Alauddin Makassar