Peran Ormas dalam Kehidupan Kebangsaan
Oleh: Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi
Kehidupan politik Indonesia oasca reformasi sangat dinamis. Lebih dari itu politik Indnesia bertumbuh menjadi liberal, sehingga melahirkan banyak masalah seperti politik uang, keterlibatan para pemilik modal dalam politik, peran lembaga survei sebagai partisan politik, politik transaksional, mudahnya politisi pindah partai politik, serta berbagai perilaku politik yang semakin terbuka dan seolah apa saja boleh.
Warga masyarakat Indonesia juga tidak kalah bergairah dalam kehidupan politik. Tingkat partisipasi politik dalam Pemilu termasuk Pemilukada cukup tinggi. Selain itu masyarakat juga semakin terbuka dalam aktivitas politik, sehingga perhatian mereka terhadap isu-isu politik sangat besar dan boleh jadi mengalahkan isu lainnya. Sebagian masyarakat juga cenderung pragmatis, sehingga transaksi politik pun tampaknya mulai merambah ke masyarakat. Bermunculan spanduk-spanduk maupun aksi dunkung-mendukung politik yang sangat terbuka.
Dalam suasana politik yang semakin terbuka hingga liberal itu organisasi kemasyarakatan (Ormas) pun tidak kecuali mulai bergairah dalam politik. Tokoh, kader, aktivis, dan anggota Ormas tampak bergairah jika membucarakan isu-isu politik, bahkan tidak jarang menyikapinya. Sebagian dengan terbuka terlibat dalam pernyataan dan aksi dukung mendukung atau sebaliknya tolak-menolak politik tertentu. Dengan terbuka pula mengajukan dan melakukan manuver memgajukan orang-orangnya untuk memperileh posisi dalam pemerintaha, disertai ancaman politik tertentu.
Melalui media sosial anggota, aktivis, dan elite Ormas tidak jarang lebih bergairah dalam mendiskusikan isu-isu politik dan mengutarakan sikap politiknya. Perbedaan sikap politik sangat terbuka melalui media sosial, tidak jarang dengan ujaran-ujaran yang keras dan vulgar. Akun bertajuk keagamaan saja banyak kontennya lebih banyak mendiskusikan politik praktis. Mungkin lebih bergelora ketimbang anggota, aktivis, dan elite partai politik.
Peran Ormas
Posisi dan Peran Ormas dalam Membangun Bangsa dan Negara, lebih khusus Ormas Keagamaan. Pasal 1 angka 1 UU No.: 17/2013 tentang Ormas mengartikan organisasi kemasyarakatan (ormas) sebagai organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Ormas tentu berbeda dengan Parpol yang kegiatan utamanya berorientasi memperjuangkan dan merebut posisi kekuasaan dalam pemerintahan secara sah dan konstktusional melalui proses demokrasi. Pemrintah/negara juga perlu memperhatikan masalah-masalah non-fisik dalam membangun bangsanya.
Menurut Thomas Jefferson, Pesiden Amerika Serikat ketiga, bahwa objek pemerintahan yang baik ialah “kepedulian terhadap kehidupan manusia dan kebahagiaan”. Artinya, menjadi pemimpin pemerintahan itu di tingkatan manapun tiada lain untuk membangun kehidupan manusia dan menyejahterakannya secara lahir dan batin. Jangan merasa sukses membangun fisik rakyat, tetapi bangunlah keutuhan diri warga selaku manusia yang berkehendak. Sebagaimana salah satu potongan lirik lagu Indonesia Raya, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya”.
Peran Ormas, lebih-lebih yang berdiri sejak pergerakan kemerdekaan seperti Muhammadiyah dan lain-lain, sangatlah besar. Karenanaya perlu terus dioptimalkan, baik oleh setiap ormas maupun oleh pemerintah, sehingga perannya dalam membangun bangsa dan negara semakin tinggi. Jangan ada marjinalisasi posisi dan peran ormas, hanya karena ada ormas yang bernasalah. Ormas, tokoh ormas, dan aktivis ormas juga terus melakukan kerja-kerja strategis memberdayakan, mencerdaskan, dan mmajukan masyarakat sehingga terbentuk Masyarakat Madani yang kuat.
Di sinilah pentingnya sinergi, kebersamaan, dan persatuan sesama ormas maupun dengan orpol dan pemerintah dalam membangun bangsa dan nega4a menuju Indonesia Berkemajuan. Jangan ada yang merasa paling Indonesia, paling Pancasila, paling NKRI. Jika ada kritik dari Ormas itu sebagai bentuk kecintaan dan kehendak Indonesia tetap tetak di atas cita-cita dan fondasi konstitusi, bukan anti NKRI, anti Pancasila, dan anti Indonesia. Jangan ada politik belah-bambu oleh siapapun dan atasnama apapun. Sesama ormas juga saling menghargai, toleransi, dan bekerjasama. Jika ada perbedaan termasuk soal radikalisme dan terorisme serta masalah-masalah lain jangan saling klaim yang dapat memperuncing hubungan sesama keluarga bangsa.
Pimpinan, tokoh, elite, dan warga Ormas juga perlu lebih fokus pada tugas-tugas keormasan, jangan bertukar peran dengan pimpinan, tokoh, dan aktivis Parpol sehingga aktivitas dan isu-isunya terus soal politik kekuasaan lebih-lebih dengan nuansa primordialisme tertentu. Kepentingan nasional: membangun jiwa, pikiran, dan kebahagiaan rakyat bersama dengan membangun raga, kemakmuran, dan fisik bangsa. Rakyat perlu panduan dan bimbingan moral dan kehidupan yang lebih bermakna. Cerdaskan, berdayakan, majukan, dan bahagiakan rakyat seluruhnya.
Pusat Keunggulan
Ormas Islam Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi mayoritas secara kuantitas dan kualitas sekaligus menentukan hitam-putihnya Indonesia, bahkan dunia Islam. Ormas Islam harus mampu mengeola potensi umat menjadi umat betkemajuan dalam bidang ekonomi, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan aspek-aspek lainnya selain memikirkan dan berjuang dalam bidang politik kekuasaan dengan membangun pusat-pusat keunggulan (center of excelence). Tanpa itu maka umat Islam Indonesia seperti genangan danau belaka, yang indah untuk dipandang tetapi tidak melahirkan kekuatan dahsyat. Idealisme Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin hanya berhenti di ajaran dan ujaran, tidak mewujud menjadi kenyataan. Jangankan menjadi rahmat bahi semesta alam, menjadi rahmat untuk dirinya sendiri belum tentu mampu manakala tidak berkemajuan.
Bahwa umat Islam di manapun termasuk Islam Indonesia tidak mungkin tampil sebagai Islam rahmatan lil-‘alamin jika dirinya tertinggal dan tidak berkemajuan. Islam rahmatan lil-‘alamin harus berkemajuan dalam segala bidang kehidupan. Islam berkemajuan ingin mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan melalui transformasi sosial yang bersifat emansipasi, humanisasi, liberasi, dan transendensi (QS Ali Imran: 104, 110). Adapun da’wah dan tajdid bagi Muhammadiyah merupakan jalan perubahan untuk mewujudkan Islam sebagai agama bagi kemajuan hidup umat manusia sepanjang zaman. Islam moderat di Indonesia tidak mungkin menjadi kekuatan yang berdaya saing tinggi dan dapat mempengaruhi kehidupan kebangsaan dan kemanusiaan universal di abad ke-21 jika dirinya lemah dan tidak maju.
Islam Indonesia dalam dinamika mutakhir di Indonesia akan berhadapan dengam beragam paham dan realitas kehidupan yang kompleks. Proses globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi, perubahan geopolotik, perubahan sosial, dan modernisasi abad ke-21 akan memberi pengaruh terhadap karakter umat beragama apapun dan di manapun, termasuk di dalamnya umat Islam. Demikian pula dalam menghadapi berbagai paham Islam; baik yang cenderung radikal dan konservatif maupun liberal dan sekuler. Dalam konteks tersebut Islam Indonesia harus berwajah moderat sekaligus berkemajuan dengan tampil sebagai kekuatan mayoritas yang berkualitas.
Tugas para pemimpin ormas Islam sangatlah berat, termasuk ormas kepemudaanya. Islam Indonesia hari ini dan ke depan memerlukan kesinambungan selain tetap mempertahankan karakternya yang moderat, sekaligus berkemajuan agar mampu berkompetisi dengan umat dan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia baru di abad modern yang sangat dinamis dan kompleks. Islam tengahan (wasithiyah, moderat) yang berwajah lembut, damai, teduh, toleran, dan harmoni berintegrasi dengan Islam berkemajuan yang menampilkan kesadaran rasionalitas, objektivitas, ilmu pengetahuan, teknologi, kerja keras, disiplin, mandiri, profesionalitas, dan nilai-nilai kemajuan lainnya sehingga umat yang mayoritas ini hadir sebagai kekuatan unggul.
Umat Islam Indonesia saat ini dan ke depan harus digerakkan agar tampil sebagai umat modern dan memiliki pusat-pusat keunggulan sebagaimana ciri masyarakat maju. Umat Islam Indonesia akan tampil sebagai penyebar rahmatan lil-‘alamin manakala dirinya memiliki keunggulan untuk diberikan kepada bangsanya dan masyarakat dunia. Kesimpulannya umat Islam melalui ormas-ormas Islam jangan hanya sibuk dengan isu-isu politik tetapi juga harus berpikir dan berkerja keras memajukan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan penguasaan iptek yang jauh masih tertinggal. Memang kalau menanggi isu politik gampamg, tetapi menjadi pememang itulah yang sulit, karenanya perlu cerdas dan unnggul dalam segala hal, sehingga tidak sekadar reaktif belaka tetapi tidak kalah pentingnya produktif dan melangkah sebagai kekuatan yang besar secara jumlah sekaligus befkualitas. Allah memperingatkan, betapa golongan yang kecil dapat mengalahkan yang besar, karena yang kecil itu kuat sehingga Allah ridha dan memberikan kemenangan!
Sumber: Majalah SM Edisi 19 Tahun 2018