Dasar Hukum Shalat Fidyah
Pertanyaan:
Di desa saya sudah menjadi kewajiban kalau ada yang meninggal dunia, setelah mayat dikebumikan, pada malam pertama sampai dengan malam ketiga diadakan shalat fidyah. Apakah ada dasarnya?
Yel Hidayati (disidangkan pada Jum’at 2 Muharram 1429 H / 11 Januari 2008 M)
Jawaban:
Sejauh kami melakukan penelitian terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits, tidak atau belum dapat kami ketemukan dasar hukum bagi shalat fidyah yang saudara tanyakan.
Dalam sebuah hadits diterangkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ [رَوَاهُ البخاري ومسلم واللفظ للبخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari’Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang berbuat dalam urusan agama kami ini (ibadah,) yang tidak terdapat di dalamnya (tuntunan dari agama), maka perbuatan itu tertolak (tidak diterima).” [HR. al-Bukhari dan Muslim dengan lafadz dari al-Bukhari]
Dalam qa’idah fiqhiyyah disebutkan:
اْلأَصْلُ فَي اْلعِبَادَةِ اْلبُطْلاَنُ حَتَّى يَقُومَ الدَّلِيلُ عَلَى اْلأَمْرِ.
Artinya: “Pada dasarnya dalam bidang ibadah tidak boleh dilakukan sampai adanya dalil yang memerintahkan.”
Maka shalat fidyah yang saudara katakan menjadi kewajiban untuk dilaksanakan pada malam pertama sampai dengan malam ketiga setelah jenazah dikebumikan, tidak dibenarkan untuk dilakukan.
Sekedar tambahan, bahwa fidyah dalam ajaran Islam adalah kewajiban bagi orang yang meninggalkan puasa Ramadan karena udzur, untuk memberi makan kepada seorang fakir miskin sebanyak satu mud untuk setiap hari tidak berpuasa.
Wallahu a’lam
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 4 Tahun 2008