Mengangkat Tangan Ketika Berdo’a
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Menurut Paham Muhammadiyah di daerah saya, bahwa dalam berdo’a tidak dianjurkan mengangkat tangan. Ketika berada di daerah lain, teman-teman saya banyak yang mengangkat tangan ketika berdo’a, dan ketika saya membaca majalah lain (Suara Muhammadiyah) justru menganjurkannya. Pertanyaan saya adalah bagaimana sebenarnya tentang mengangkat tangan ketika berdo’a menurut Muhammadiyah?
Yoeny Wahyu H., SE, Batang Pekalongan, Jawa Tengah (Dibahas Tim Tarjih pada hari Jum’at, 15 Pebruari 2008)
Jawaban:
Untuk menjawab pertanyaan saudara, perlu kami sampaikan bahwa Muhammadiyah telah menyusun buku Tuntunan Dzikir dan Do’a menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah yang diterbitkan oleh Penerbit Suara Muhammadiyah. Tuntunan Dzikir dan Do’a tersebut merupakan keputusan Muhammadiyah dalam Musyawarah Tarjih ke-25 di Jakarta tahun 2000.
Dengan adanya keputusan tersebut yang diwujudkan dalam sebuah buku diharapkan buku tersebut sebagai pedoman dan tuntunan dalam Dzikir dan berdo’a
bagi warga Muhammadiyah dan orang-orang yang sepaham dengan Muhammadiyah.
Dalam buku tersebut dijelaskan tentang apa yang saudara tanyakan yang terletak dalam bagian “Adab Berdo’a”. Menurut Muhammadiyah bahwa dalam berdo’a ada empat adab yang perlu diperhatikan, yaitu;
- Memulai berdo’a dengan memuji Allah dan bershalawat atas Nabi Muhammad saw. Hal ini didasarkan pada riwayat Fudhalah bin Ubaid . Rasulullah saw bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ (روا الترمذى)
Artinya: Apabila salah seorang diantaramu berdo’a, hendaklah ia memulai dengan mengagungkan dan memuji Tuhan yang Maha Agung dan Maha Perkasa, kemudian bershalawat untuk Nabi saw, setelah itu berdo’a dengan do’a yang dikehendaki.(HR.at-Tirmidzi)
2. Dalam berdo’a hendaklah dengan merendahkan diri dan dengan suara perlahan.Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-A’raf:55.
ادْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَ خُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Artinya; Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
3. Ketika akan mengakhiri do’a hendaklah menutup dengan hamdalah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat Yunus:10.
…وَءَاخِرُ دَعْواهُمْ أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Artinya; …Dan penutup do’a mereka adalah:Alhamdulillahi Rabbil’aalamiin”.
4. Ketika berdo’a dianjurkan dengan mengangkat tangan. Anjuran ini didasarkan pada hadits berikut ini;
حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ بَكْرُ بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ سَلْمَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ أَنْ يَرْفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهِ فَيَرُدَّهُمَا صِفْرًا أَوْ قَالَ خَائِبَتَيْنِ (رواه ابن ماجه:الدعاء: رفع اليدين فى الدعاء)
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bisyrin Bakar bin Khalafin, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Adiyyi dari Ja’far ibnu Maimun dari Abu Utsman ra dari Salman dari Nabi saw beliau bersabda: Sesungguhnya Tuhanmu adalah “sangat malu” lagi Maha Pemurah, Dia merasa malu kepada hamba-Nya yang menengadahkan kedua tangannya kepada-Nya, kemudian ditolak-Nya sama sekali atau sia-sia.”(HR Ibnu Majah at-Tirmidzi)
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab ad-Du’a, Bab Raf’u al-Yadain fi ad-Du’a dan diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dalam Kitab ad-Da’awaat ‘an Rasulillah, Bab fi Du’a an-Naby. Imam al-Hafidz Abil Ali Muhammad Abdurrahman bin Abdur Rahim al-Kafury dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ at-Tirmidzi menjelaskan bahwa hadits tersebut menunjukkan dianjurkannya mengangat tangan ketika berdo’a, dan hadits yang menunjukkan hal tersebut jumlahnya cukup banyak.
Adapun permasalahan yang saudara tanyakan telah dijawab oleh tim Fatwa pada tahun 2003, dan untuk lebih jelasnya kami akan kutipkan ringkasan dari jawaban permasalahan sebagai berikut;
- Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Nabi saw mengangkat tangan ketika berdo’a baik ketika melaksanakan haji atau lainnya, diantaranya;
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا كَانَ يَرْمِي الْجَمْرَةَ الدُّنْيَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ ثُمَّ يُكَبِّرُ عَلَى أَثَرِ كُلِّ حَصَاةٍ ثُمَّ يَتَقَدَّمُ فَيُسْهِلُ فَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قِيَامًا طَوِيلاً فَيَدْعُو وَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَرْمِي الْجَمْرَةَ الْوُسْطَى كَذَلِكَ فَيَأْخُذُ ذَاتَ الشِّمَالِ فَيُسْهِلُ وَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قِيَامًا طَوِيلاً فَيَدْعُو وَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَرْمِي الْجَمْرَةَ ذَاتَ الْعَقَبَةِ مِنْ بَطْنِ الْوَادِي وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا وَيَقُولُ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ (رواه البخاري، كتاب الحج، ج:1، ص:198)
Artinya: “Diceritakan dari Salim bin ‘Abdillah; bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar ra, melempar jamrah yang dekat (pertama) dengan tujuh kerikil sambil bertakbir pada akhir setiap lemparan kerikil, lalu maju di tempat yang datar dan berdiri lama dengan menghadap ke qiblat, lalu berdo’a dengan mengangkat kedua tangannya, lalu melempar jamrah wustha (tengah) sebagaimana (melempar jamrah pertama), lalu mengambil arah kiri di tempat yang datar dan berdiri lama dengan menghadap qiblat, lalu berdo’a dengan mengangkat kedua tangannya, lalu melempar jamrah ‘aqabah (yang terakhir) dari arah lembah dan tidak berhenti, dan berkatalah ‘Abdullah Ibnu ‘Umar: ‘Demikianlah saya melihat Rasulullah mengerjakannya’.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy, Kitab al-Hajj, bab mengangkat kedua tangan, I:198).
Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a jumlahnya cukup banyak seperti dalam kitab Shahih al-Bukhari, Kitab al-Jum’ah, Bab Raf’ul Yadain, Shahih al-Bukhari, kitab al-Hajj, Jilid 1 hal. 198, kitab Shahih Muslim Kitab shalat al-Istisqa, kitab Manasik al-Hajj dan kitab Sunan at-Tirmidzi.
- Hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi berdo’a tidak mengangkat tangan, diantaranya;
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ وَعَبْدُ اْلأَعْلَى عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِي اْلاِسْتِسْقَاءِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ (رواه مسلم، كتاب صلاة الاستسقاء، نمرة: 5/895)
Artinya: “Diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin al-Musanna, diceritakan kepada kami oleh Ibnu Abi ‘Adiy dan ‘Abdul A’la dari Sa’id, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi saw tidak mengangkat kedua tangannya sedikitpun ketia berdo’a, kecuali dalam istisqa’ (mohon air hujan) hingga terlihat putihnya kedua ketiaknya.” (Diriwayatkan oleh Muslim, itab Shalat al-Istisqa,No 5/895)
Dari kedua hadits tersebut dikalangan ulama ada dua pendapat, pertama – Jumhur Ulama – menyatakan bahwa Nabi saw mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a, dan Kedua, – sebagian ulama lagi – menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya, kecuali hanya pada waktu istisqa saja. Dan kedua dalil tersebut tampak adanya ta’arud (pertentangan).
Karena pada dalil-dalil tersebut tampak adanya ta’arud, maka untuk mengambil keputusan perlu menggunakan metode al-jam’u wa at-taufiq (mengumpulkan dan mengkompromikan) antara kedua dalil yang tampak bertentangan.
Al-Qasthalaniy ketika mensyarah hadits al-Bukhariy tentang mengangkat kedua tangan ketika berdo’a, mengatakan bahwa mengangkat kedua tangan adalah sunnah, berdasarkan hadits-hadits tersebut. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Anas, yang menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya sedikit pun ketika berdo’a, kecuali pada waktu istisqa’ (mohon hujan), dia menjelaskan bahwa yang ditiadakan ialah sifat khusus, yaitu al-mubalaghah fi ar-raf’i (melebihkan dalam mengangkat kedua tangan), bukan mengangkat tangan pada umumnya, artinya; bahwa Nabi saw ketika berdo’a juga mengangkat tangan, tetapi tidak setinggi ketika berdo’a dalam istisqa’. (al-Qasthalaniy, Syarh al-Bukhariy, IV:68).
As-Shan’aniy, dalam kitabnya Subulus-Salam menjelaskan; bahwa hadits-hadits tentang mengangkat tangan, menunjukkan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdo’a adalah mustahabb, dan hadits-hadits yang memerintahkan agar mengangkat kedua tangan ketika berdo’a jumlahnya cukup banyak. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Anas, yang menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a, kecuali hanya ketika dalam istisqa’, dia menjelaskan bahwa yang dimaksudkannya ialah al-mubalaghah fi ar-raf’i (melebihkan dalam mengangkat kedua tangan), yaitu mengangkat kedua tangannya dengan amat tinggi, dan yang demikian itu tidaklah terjadi kecuali ketika berdo’a dalam istisqa’. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dua kelompok hadits tersebut tidaklah bertentangan (ta’arud), sebab kedua kelompok hadits tersebut masih dapat ditaufiqkan (dikompromikan).
Kesimpulan
Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a adalah sunnah atau mustahab, dan tidak perlu mengangkat tinggi-tinggi, kecuali pada waktu berdo’a istisqa’.
Adapun maksud dari hadits Anas yang menunjukkan bahwa Nabi saw ketika berdo’a tidak mengangkat kedua tanganya kecuali dalam shalat istisqa adalah tidak berlebih-lebihan dalam mengangkat tangan. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam berdo’a kita dianjurkan untuk mengangkat tangan yang tidak berlebih-lebihan.
Wallahu a’lam bish shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 9 Tahun 2008