Seputar Akad Nikah Dan Prosesi Ijab Kabul
Pertanyaan:
Asssalamu ‘alaikum wr.wb.
Pimpinan Pusat Majelis Tarjih dan Tajdid yang saya hormati, saya Warsiyam, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Tapung hendak bertanya suatu hal:
Akad nikah yang terjadi di Sumatera apabila wali mengucapkan ijab, maka sebelum selesai narasi diucapkan, pengantin pria diharuskan segera memotong ucapan wali dengan kabul. Pengucapan kabul pun dilakukan sekali nafas. Apabila bernafas di tengah kabul atau terlambat memotong narasi ijab, maka prosesi ijab kabul harus diulang sampai tepat meski perlu diulang beberapa kali.
Pertanyaannya adalah bagaimana hukum akad nikah tersebut? Kemudian saran saya, jawaban dari Majelis Tarjih nanti bisa usulkan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga MUI di masing-masing tempat bisa merealisasikan prosesi ijab kabul yang sesuai tuntunan Rasulullah saw. Terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum wr.wb.
Warsiyam Saif (Disidangkan pada Jumat, 25 Rabiulawal 1441 H / 22 November 2019 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam wr.wb.
Terima kasih kepada bapak Warsiyam yang sudah memberi kepercayaan kepada kami dengan menanyakan seputar masalah akad nikah dan prosesi ijab kabul. Ada beberapa hal yang akan kami bahas dalam jawaban ini, yakni mengenai pengertian pernikahan, rukun dan syarat sahnya pernikahan, lalu kami akan merincikan kepada pembahasan yang berkaitan dengan syarat akad nikah yang berakibat hukum halalnya perbuatan setelah terjadinya akad nikah.
Pertama, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, terdapat beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam suatu pernikahan. Rukun nikah sebagaimana yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 14 adalah calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi, serta akad (prosesi ijab dan kabul).
Selain itu, salah satu syarat dari sahnya ijab kabul dalam KHI Pasal 27 adalah lafal yang jelas dan beruntun serta tidak berselang waktu. Dengan demikian dapat diartikan bahwa apabila ijabnya belum selesai kemudian mempelai laki-laki segera memotong dengan narasi kabul dikhawatirkan ijab menjadi tidak jelas bagi laki-laki. Dalam hadis disebutkan,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ كَلَامُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَامًا فَصْلًا يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ يَسْمَعُهُ [رواه أبو داود].
Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan) ia berkata ucapan Rasulallah saw itu adalah kata demi kata yang dapat dipahami oleh setiap orang yang mendengarkannya [H.R. Abu Dawud].
Dari hadis ini, jika dikaitkan dengan lafal ijab dan kabul, dapat diketahui bahwa hendaklah ijab dan kabul diucapkan dengan jelas sehingga dapat dipahami oleh wali dan saksi.
Di samping itu, pengucapan kabul secara terburu-buru sebagaimana yang bapak katakan akan memberatkan kepada mempelai laki-laki. Allah berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ.
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan [QS. al-Hajj (22): 78].
يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu [QS. al-Baqarah (2): 185].
Dalam hadis disebutkan,
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا [متّفق عليه].
Dari Anas r.a. (diriwayatkan) dari Nabi saw, beliau bersabda: Mudahkanlah, jangan mempersulit! Berikan kabar gembira, jangan membuat mereka lari! [Muttafaqun ‘Alaih].
Oleh karena itu, seyogyanya tradisi yang seperti ini harus diubah yakni ucapan kabul oleh mempelai laki-laki segera diucapkan setelah lafal ijab selesai diucapkan oleh wali. Dipahami pula bahwa maksud dari tidak berselang waktu antara ijab dan kabul (KHI Pasal 27), tidak harus dimaknai kabul harus satu tarikan nafas.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 22 Tahun 2020