Pinjaman Bank Syariah
Pertanyaan:
Saya mendapat fasilitas pinjaman bank syariah dari tempat saya bekerja, jumlah pinjaman tersebut rencananya akan saya gunakan membeli rumah, dengan uang pinjaman sebesar 410 juta dan cicilan sebesar 3,6 juta/bulan. Jika saya hitung total pengembalian saya selama 10 tahun menjadi sebesar 438 juta. Bagaimana pandangan Muhammadiyah mengenai selisih 28 juta tersebut? Apakah termasuk riba atau bukan? Terima kasih.
Hafidz Rachmantara (Disidangkan pada Jumat, 25 Rabiulawal 1441 H / 22 November 2019 M)
Jawaban:
Terima kasih atas kepercayaan saudara memberikan kesempatan kepada kami untuk menjawab pertanyaan saudara. Perlu diketahui bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk pengumpulan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau lainnya, yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam prinsip pinjaman pada bank syariah proses pembiayaan artinya bukanlah bank meminjamkan sejumlah dana kepada nasabah yang membutuhkan. Akan tetapi, lebih ke arah pembiayaan proyek atau kebutuhan nasabah baik mendesak maupun untuk keperluan konsumtif, dimana dana yang dimiliki sendiri belum cukup untuk mengatasi kekurangan. Posisi bank syariah dalam pembiayaan kepada para nasabah dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan bermotor, dan kebutuhan lainnya. Bank syariah bertugas sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan dana dan memberi bunga pada dana yang dibawa oleh nasabah sebagai pinjaman. Sebagai gantinya ada beberapa metode pembiayaan yang bisa dipilih nasabah.
Merujuk pada pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa bank syariah dalam memberikan pembiayaan atau pinjaman meniadakan adanya bunga atau tambahan pembayaran yang dapat merugikan pihak yang bersangkutan. Berdasarkan firman Allah dalam surah an-Nisa` (4): 160-161;
فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللهِ كَثِيراً. وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيماً.
Disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka memakan makanan yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah. Disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena memakan harta orang dengan batil, dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Fasilitas pinjaman bank syariah yang berasal dari tempat saudara bekerja, jika terdapat ziadah (tambahan), maka bank tersebut telah menerapkan pembiayaan dengan prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan atau dalam istilah syariahnya disebut dengan murabahah. Akan tetapi, dalam kondisi yang saudara alami saat ini, tidak ada keterangan yang jelas mengenai bentuk akad yang diterapkan, sehingga tidak dapat diketahui ziadah tersebut berfungsi sebagai apa. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah setiap pendanaan diharuskan adanya padanan barang atau jasa.
Jika bank syariah yang memberikan pembiayaan kepada saudara menggunakan prinsip murabahah yang diterapkan dalam bank syari’ah sebagaimana mestinya, maka ketika saudara hendak melakukan pinjaman sebesar Rp. 410.000.000,00 untuk membeli sebuah rumah, oleh lembaga penyedia keuangan syariah (penjual), rumah tersebut akan dibeli dan dijual kepada nasabah (pembeli) tersebut dengan harga Rp. 438.000.000, 00. Selisih harga tersebut disebut sebagai margin dan menjadi keuntungan Bank.
Dalam istilah yang berbeda, saudara telah melakukan KPR, yaitu produk pembiayaan untuk pembelian rumah dengan skema pembiayaan sampai 90% dari harga rumah tersebut. Apakah KPR termasuk golongan riba? Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat bahwa selama akad KPR tersebut tergolong murabahah, maka hukumnya adalah boleh atau mubah, yang pada sistem murabahah sudah terdapat kejelasan keuntungan yang disepakati dalam perjanjian jual beli antara bank dan nasabah. Kemudian bank membeli pada pihak pengembang perumahan tersebut lalu dijual kepada nasabah dengan sistem kredit, ini disebut murabahah.
Sehubungan dengan hal itu, saudara disarankan untuk memahami dan memperjelas saat melakukan akad kredit kepemilikan rumah dengan pihak bank. Akan tetapi, jika KPR tersebut dilakukan dalam lingkup akad utang piutang antara pihak perbankan dengan nasabah, maka hukum kredit pemilikan rumah tersebut dinyatakan haram hukumnya karena dianggap riba, karena adanya tambahan suku bunga.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 23 Tahun 2020