Zakat Peternakan Ayam Broiler

Zakat Peternakan ayam

Ilutrasi Freepik

Zakat Peternakan Ayam Broiler

Pertanyaan :

Adakah kewajiban mengeluarkan zakat hewan ternak selain yang telah disebutkan dalam nash al-Qur’an maupun hadis seperti kambing, sapi atau unta?

Jika ada, misalnya zakat dari usaha peternakan ayam broiler, diqiyaskan kepada zakat apa? Bagaimana ketentuan penghitungannya?

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Moga Pemalang Jawa Tengah (disidangkan pada Jum’at, 18 Jumadal Ula 1429 H /  23 Mei 2008 M)

Jawaban:

Mengenai masalah zakat peternakan ayam broiler (ayam pedaging) sebagaimana saudara kemukakan di atas, maka jawabannya sama dengan jawaban dalam Buku Tanya Jawab Agama Jilid 3 halaman 159 sebagai berikut:

“Jenis hewan selain yang telah ditentukan dalam nash seperti kambing, sapi dan unta, nishab dan kadar zakatnya disesuaikan dengan sapi, kijang dengan kambing. Adapun pemeliharaan ternak seperti ayam sembelihan, burung dara atau puyuh untuk konsumsi telurnya atau dagingnya, yang waktu panennya hanya beberapa bulan saja, maka diperhitungkan sama dengan harta perdagangan. Berapa modal awal tahun dan berapa jumlah modal dan laba pada akhir tahun, dikeluarkan zakatnya 2,5%. Dalilnya masuk pada pengertian umum, ayat 267 surat al-Baqarah, MIN THAYYIBAATI MAA KASABTUM,  artinya dari semua usaha yang baik. Kasab dapat meliputi perdagangan yang berupa jual beli barang dan tidak ada kemiripan dengan hewan-hewan yang telah disebutkan dalam nash. (lihat al-Amwal fil-Islam, Keputusan Muktamar di Garut).”

Agar lebih jelas, berikut kami kutipkan:

  1. al-Baqarah (2): 267:

يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلاَّ أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ. [البقرة، 2: 267]

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [QS. al-Baqarah (2): 267]

  1. Keputusan Muktamar Tarjih ke-20 di Garut tahun 1976 tentang zakat hewan ternak selain kambing, sapi atau kerbau dan unta:

“Jenis hewan yang lain nishab dan kadar zakatnya disesuaikan dengan jenis terdekat di antara tiga macam hewan tersebut di atas, atau dengan nilai harga dari jenis terdekat di antara tiga macam hewan tersebut. Ternak tersebut apabila dperdagangkan atau dijadikan suatu perusahaan, maka nishab dan kadar zakatnya adalah sama dengan harta dagangan.”

Contoh Perhitungan:

Mahmud adalah seorang pengusaha peternak ayam broiler yang memelihara 1000 ekor ayam perminggu. Pada akhir tahun 2008 (tutup buku) terdapat laporan keuangan sebagai berikut:

  1. Stok ayam broiler 1200 ekor (dalam berbagai umur), di taksir seharga

: Rp. 27.600.000,-

  1. Uang kas/bank setelah pajak               : Rp. 10.000.000,-
  2. Stok pakan dan obat-obatan               : Rp.   000.000,-
  3. Piutang (dapat tertagih)                       :   5.000.000,-

Jumlah                                                  : Rp. 45.600.000,-

  1. Utang jatuh tempo                               : Rp. 10.000.000,-

Saldo                                                     : Rp  35.600.000,-

Catatan:

Kandang ayam tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati, sebab tidak diperjualbelikan.

Nishab zakat perniagaan setara 85 gram emas murni 24 karat. Jika harga emas murni 24 karat per gram adalah Rp. 250.000,-, maka nishab zakat peternakan ayam broiler adalah 85 gram x Rp 250.000,- = Rp. 21.250.000. Jadi, dari jumlah saldo yang dimilikinya, H. Mahmud telah terkena kewajiban mengeluarkan zakat karena sudah melebihi nishab. Sedangkan zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 2,5% x Rp. 35.600.000,- = Rp. 890.000,-

Waallahu a’lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 16 Tahun 2008

Exit mobile version