Pengajian

Pengajian

Cerita Kiai Dahlan mengulang-ulang Al-Ma’un dalam pengajiannya telah masyhur terdengar. Bagi masyarakat saat itu, pengajian Al-Ma’un Kiai Dahlan ini dianggap aneh. “Wong ngaji kok ngurusi orang-orang yang menderita, ngaji kok kemudian bertanya apa yang kamu lakukan untuk orang yang menderita,” kata sejarawan Abdul Munir Mulkhan membahasakan kegemparan saat itu.

Kiai Dahlan mengawali pengajian yang belum pernah terjadi saat itu: kiai mendatangi santri. Kuntowijoyo mengumpamakan Kiai Dahlan layaknya sumur mencari timba. Kiai Dahlan menginisiasi pengajian Qismul Arqa’, Fathul Asrar wa Miftahus Sa’adah, Wal ‘Ashri, Wal Fajri, Adz Dzakirin, Adz Dzakirat, pengajian malam Selasa, pengajian malam Jum’at, Maghribi School, hingga Sapa Tresna. Beberapa pengajian itu dikhususkan untuk kaum perempuan, yang belum pernah ada sebelumnya. Dari forum pengajian itu lahir Syuja, Sangidu, Fachrodin, Hadjid. Di kalangan perempuan muncul Siti Munjiyah, Siti Hayinah, Siti Umniyah, Siti Badilah, Siti Bariyah.

Pengajian, kata Pak AR Fachruddin, adalah ruhnya Muhammadiyah. Tanpa pengajian dan rapat, Muhammadiyah ibarat jasad yang tak bernyawa. Kiai Dahlan dan Pak AR senantiasa berusaha menggerakkan pengajian yang mencerahkan, layaknya yang dilakukan Nabi Muhammad di rumah Arqam bin al-Arqam. Pengajian yang diselenggarakan menjadi sarana menempa diri secara ruhani dan jasmani.

Istilah pengajian berasal dari kata “kaji” yang artinya pelajaran agama atau penyelidikan tentang sesuatu. Pendapat lain menyebut berasal dari kata “aji” yang artinya berharga atau mulia. Forum pembelajaran ini menjadikan pesertanya mendapat kemuliaan dan memuliakan sesama. Surat Al-Alaq ayat 3 mengisyaratkan, “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia.”

Majelis pengajian atau majelis taklim memiliki peranan yang sangat besar di masyarakat. Melalui aktivitas pengajian, proses internalisasi nilai-nilai agama bisa dilakukan dengan efektif. Pengajian merupakan lembaga nonformal yang menjadi wadah pembentukan jiwa dan kepribadian yang memperhatikan potensi intelektual dan mental spiritual para jamaah.

Melalui pengajian, ditanamkan nilai-nilai universalitas Islam seperti kebaikan, ketakwaan, keadilan, perdamaian, persatuan. Pengajian yang berkualitas akan membawa jamaah menjadi lebih baik dan lebih berkualitas, secara lahiriah dan batiniah. Pengajian merupakan tempat belajar dan memperluas wawasan. Peserta pengajian senantiasa menambah ilmu yang akan mendorong pengamalan ajaran agama.

Pengajian menjadi ajang menjalin silaturahmi dan ukhuwah. Jika ada jamaah pengajian suka memutus silaturahim, sering mencaci maki, suka menyalah-nyalahkan, maka esensi dari pengajian justru tidak tercapai. Alih-alih melahirkan pencaci maki atau pembenci yang tidak sesuai ajaran agama, pengajian harus menjadi sarana berdialog ketika berbeda pandangan. Pengajian berperan menjernihkan permasalahan dengan cara saling bertukar argumen dan mencari jalan keluar bersama atas berbagai persoalan.

Sebagai guru rujukan para jamaah, ustaz pengajian harus senantiasa menambah pengetahuan dan menyampaikan kebijaksanaan. Penyampaiannya harus memperhatian akhlak dan prinsip dakwah dalam An-Nahl: 125. Narasumber pengajian perlu memperhatikan materi dan kemasan isi pengajian. Materi yang tidak sesuai, terkadang justru membuat jamaah lari dari pengajian. (ribas)

Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2020

Exit mobile version