Waraqah dan Kabar Seteru

Waraqah Muhammad

Dok Ilustrasi

Waraqah dan Kabar Seteru

Waraqah ibn Naufal menjadi satu subjek sejarah risalah Muhammad saw yang tampil singkat. Ia adalah seorang Arab sekaligus Nasrani. Khadijah, isteri baginda Nabi Muhammad saw mengenalkannya pasca wahyu Allah perdana turun. Walau fisiknya tua dan tidak bisa melihat, ia justru penulis Injil dalam Bahasa Ibrani. Dipertemukannya Muhammad saw dengan Waraqah menjadi visi awal perjuangan Sang Rasul.

Pada perjumpaan singkat antara dua sosok tersebut, terjadi dialog yang sangat baik untuk dipelajari. Rasulullah saw mengisahkan pengalamannya tatkala melakukan taḥannuts di Gua Hira, tempat ia bertemu Jibril dan menerima lima ayat awal Qs al-Alaq. Usai menyimak saksama, Waraqah menyatakan, “hādza al-nāmūs alladzī anzalallāhu ‘alā musā” (inilah pertanda yang Allah turunkan pada Musa). Satu hal yang patut ditangkap cermat ialah wanti-wanti dari Waraqah kepada Muhammad saw. Waraqah mengabarkan bahwa tidak ada satu pun orang yang mendapatkan tanda seperti itu (wahyu) melainkan akan ditentang.  Secara heroik pula Waraqah berikrar, “Kalaulah aku mengalami hari-hari itu, aku akan membelamu”. Namun dikarenakan usia, ia tidak sempat menjalankan ikrarnya.

Risalah adalah tugas membawa dan menyampaikan pesan kebenaran. Pada kenyataan sejarah, semua pembawa dan penyampai pesan ilahi berhadapan dengan para seteru. Semua menolak, menampik kebenaran, dan membuat kebenaran versinya sendiri. Tidak hanya penolakan lisan, namun sampai pada penolakan secara fisik: harus lenyap, harus mati binasa. Maka wajarlah Allah memunculkan gelar Ulul Azmi untuk lima orang Rasul: Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad saw. Lima orang yang tabah sabar berhadapan dengan para seteru yang luar biasa permusuhannya.

Nyata adanya dan perlu kita teladani, bahwa para Rasul, terutama Rasulullah saw memiliki budi sebagai kontra seteru-seterunya. Thaif, contohnya. Rasulullah saw tidak rela mengabulkan harapan meluluhlantakkan mereka, walaupun bisa saja dilakukan, walaupun ia diusir dihujani batu penduduknya. Inilah sikap yang patut dijunjung, walau tentu di sisi lain Rasulullah saw tegas melawan pertentangan dan penindasan. Kabar seteru Waraqah pun sampai pada masa ini bagi para ‘pembawa’ dan ‘penyampai’ pesan risalah. Hanya saja, kita saat ini hidup di tengah era balas-membalas yang viral dan masif secara maya. Saling menghina dan menjatuhkan melalui pesan tertulis yang terbaca kebanyakan orang.

Semua seragam, entah itu ‘lawan’, entah itu ‘kawan’. Kita agaknya lupa-lupa ingat dengan bagaimana menyeru seteru. Bagaimana mengajak kepada Islam bagi mereka yang belum berislam dan bagi mereka yang sudah Islam. Akan menjadi awal yang baik apabila kita bisa sabar hati dan tabah diri dengan menyeru secara qaulan layyinan, qaulan sadīdan, qaulan karīman, dan qaulan balīghan, baik itu ungkapan lisan atau pun tertulis. Tentu saja juga menjadi kunci pasti adalah Qs al-Nahl: 125, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Fauzan Muhammadi)

Sumber: Majalah SM Edisi 11 Tahun 2017

Exit mobile version