Validitas dan Kontekstualisasi Hadits-Hadits Pelestarian Alam
Oleh: Ilham Lukmanul Hakim
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh manusia dewasa ini adalah kerusakan alam dan lingkungan. Mulai dari pemanasan global, yakni proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan permukaan bumi, hingga beragam bencana alam. Agama, termasuk Islam, mempunyai kepentingan terhadap masalah ini dikarenakan para pemeluknya, ikut bertanggungjawab dalam kerusakan alam tersebut. Maka menelisik sumber-sumber ajaran Islam dalam hal pelestarian alam dan lingkungan menjadi keniscayaan, terutama dalam Hadits yang banyak berisikan wejangan Nabi Saw dalam hal pelestarian alam.
Hadits-Hadits pelestarian alam, yakni hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya. Baik itu dengan sesama makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan, maupun dengan makhluk non hidup seperti energi dan air. Penulis melakukan takhrij Hadits, yakni melacak sumbernya, memaparkan secara singkat otentisitas dan validitasnya, disertai uraian pendek terkait maknanya dari sudut pandang ilmu pengetahuan.
Larangan Menebang Pohon Secara Ilegal (Illegal Logging)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّار(رواه ابو داود)
Dari ‘Abdullah bin Hubsyi ia berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menebang pohon bidara, maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api neraka.” (HR. Abu Dawud)
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya, bab Fi qath’i as-Sidri no. 5239. Bersanad muttashil (bersambung) dimana para perawinya dinilai positif dengan pernyataan seperti tsiqah (kredibel), hafizh (penghafal hadits), maqbul (haditsnya diterima), faqih, tsiqah ma’mun (kredibel lagi terpercaya) oleh para kritikus hadits. Berderajat shahih sebab telah memenuhi kelima kriteria hadits shahih, yakni sanad bersambung, perawinya adil, perawinya dhabit (akurat), tidak syaz (bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat), dan tidak ber-‘illah (mengandung unsur kecacatan). Hadits ini juga diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam Sunan al-Kubra, bab Qath’u as-Sidri no. 8557, dan tidak ia masukan dalam kitabnya yang lain yaitu Sunan ash-Shughra, sebab di dalamnya masih bercampur hadits shahih dan lemah.
Hadits ini mengajarkan untuk memanfaatkan hutan dan pepohonan di dalamnya berdasarkan manajemen hutan yang baik. Dimana manfaat hutan bisa diperoleh dengan resiko negatif seminimal mungkin, artinya kelestarian sumber daya hutan pun tetap terjamin. Hal itu dikarenakan harga kayu yang semakin mahal di pasaran, membuat banyak orang ingin berbisnis di sektor kehutanan. Jika dilakukan tanpa memperhatikan lingkungan, seperti penebangan hutan yang melanggar hukum (illegal logging), akan menimbulkan kerusakan lingkungan jangka panjang, yang mungkin tak dapat direstorasi seperti semula.
Illegal logging yang dilakukan terus menerus dan besar-besaran berdampak pada menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Sebab boleh jadi, tumbuhan dan pepohonan yang habis tertebang merupakan jenis endemik. Selain itu, kerusakan habitat di hutan akan meningkatkan potensi punahnya spesies suatu hewan. Berkurangnya pepohonan di hutan secara masif juga berarti turunnya produksi oksigen dan meningkatnya jumlah karbon dioksida di udara.
Perintah Reboisasi
حَدَّثَنَا بَهْزٌ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَبِيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ، فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ (رواه احمد)
“Saya mendengar Anas bin Malik berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Jika kiamat hendak terjadi dan di tangan kalian ada biji tumbuhan, maka jika kalian sanggup menanamnya sebelum benar-benar terjadi kiamat, lakukanlah” (HR. Ahmad)
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal no. 12981 dalam Musnad-nya, bab Musnad Anas bin Malik dengan kualitas shahih dan seluruh periwayatnya tsiqah. Hadits ahad ini terkategori gharib (asing, sendiri), sebab perawi pada setiap tingkatannya (thabaqat), mulai dari sahabat sampai perawi terakhir, hanya terdiri dari seorang perawi. Tidak didapatinya hadits serupa dalam kitab hadits lainnya, dapat menguatkan ke-ghariban-nya, namun tidak mengurangi ke-shahihan-nya.
Reboisasi atau reforestasi adalah kebalikan dari deforestasi, yakni upaya melakukan penghijauan kembali pada lahan yang sebelumnya adalah hutan, atau di tempat yang akan dijadikan hutan. Hutan apabila terbakar karena cuaca panas, atau setelah dipanen memang akan melakukan penghijauan secara alami. Namun proses penghijauan secara alami ini membutuhkan proses yang sangat panjang, melalui biji-bijian pohon yang terbawa angin misalkan. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha yang disengaja agar proses reforestasi itu berlangsung dengan lebih cepat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam usaha reboisasi adalah pemulihan tanah bila sebelumnya terjadi kebakaran yang membakar sampai ke dalam tanah, seperti terjadi pada lahan gambut, memilih jenis tanaman, serta melakukan perawatan dan pengawasan secara berkala. Peningkatan kesadaran warga sekitar untuk menjaga kelestarian alampun harus mendapat perhatian serius.
Larangan Membuang Limbah dan Sampah Sembarangan
أخبرَنا أبو الزِّنادِ أن عبدَ الرحمٰنِ بنَ هُرمُزَ الأعرجَ حدَّثَهُ أنَّه سَمعَ أبا هُريرةَ أنه سَمع رسولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَقولُ: لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي المَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لاَ يَجْرِي، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيه (رواه البخاري)
Telah menginformasikan pada kami Abu Zinad bahwa Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj memberitahukannya dimana ia mendengar Abu Hurairah mendengar dari Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian kencing pada air yang tidak mengalir, lalu mandi darinya” (HR. Al-Bukhari)
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya bab al-Baulu Fil-Ma’i ad-Da’imi no. 239 dan diriwayatkan dengan beragam lafal. Dalam Musnad Ahmad yang juga dari Abu Hurairah, kalimat “yaghtasilu fihi” (mandi di dalamnya) menjadi “yatawadha’u minhu” (berwudhu darinya). Dalam Shahih Ibn Khuzaimah no. 94, terdapat kata “au yashrabu” (atau minum darinya) setelah “yatawadha’u minhu” (berwudhu darinya). Hadits yang semakna juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya no. 282- 283; Sunan Ibn Majah” no. 244, 605; Sunan Abi Dawud” no. 69, 70; Sunan at-Tirmidzi no. 68; Sunan an-Nasa’iy no. 57, 58, 220; dan Shahih Ibnu Hibban no. 1251, 1252.
Larangan Membuang Limbah dan Sampah Sembarangan
أَخْبَرَنَا نَافِعُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنِي حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ، أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْحِمْيَرِيَّ، حَدَّثَهُ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ، وَالظِّلِّ “(رواه ابو داود)
Telah menginfokan pada kami Nafi bin Yazid, menginfokan kepadaku Haiwah bin Syuraih bahwa Aba Said Al-Himyari dari Muadz bin Jabal berkata, bersabda Rasulullah Saw.: “Takutlah kalian terhadap tiga hal yang terlaknat; buang air besar di sumber-sumber air, di tengah jalanan dan tempat berteduh.” (HR. Abu Dawud)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya, bab al-Mawadhi’ Allati Naha an-Nabiyyu Shalalahu ‘alaih, tempat-tempat yang dilarang Nabi digunakan untuk kencing no. 26. Komentar ulama pada perawi Hadits ini positif, seperti tsiqah kecuali Abu Sa’id al-Himyari, seorang tabi’in dari periode pertengahan yang dinilai majhul (tidak dikenal) oleh Ibnu al-Qaththan dan Adz-Dzahabi. Kritikus hadits modern, Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud menilai hasan hadits ini.
Ibnu Majah juga meriwayatkan dalam Sunan-nya, bab An-Nahyu ‘anil Khala’i ‘alal Qari’ati at-Thariq, larangan buang hajat di jalan umum, no. 328. Sanad hadits ini terputus pada tingkatan setelah sahabat, yakni antara Mu’adz bin Jabal dan Abu Sa’id al-Himyari. Adapun ketersambungan sanad dalam suatu hadits adalah hal yang mutlak. Bila tidak didapati suatu sanad tidak tersambung, maka Hadits tersebut dinyatakan dha’if. Namun hadits jalur ini dapat terangkat ke hasan li-ghairihi karena memiliki jalur sanad lain yang berbeda dengan kualitas hasan sebagaimana riwayat Abu Dawud.
Selain kedua riwayat di atas, hadits dengan matan yang sama juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak ‘ala Shahihain, bab Wa amma haditsu ‘Aisyah, no. 594. Adz-Dzahabi menilainya shahih, meski dengan jalur awal yang sama melalui Mua’dz bin Jabal, Aba Sa’id al-Himyari dan Haiwah bin Syuraih. Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, no. 469 pun sama meriwayatkan dan memperkuat riwayat-riwayat di atas.
Limbah rumah tangga yang tidak terkelola dengan baik, dapat memunculkan berbagai macam masalah sanitasi lingkungan, baik itu organik maupun anorganik. Banyak didapati di berbagai daerah, kota maupun pelosok desa, dimana tinja dialirkan begitu saja ke selokan atau ke sungai langsung dari kamar mandi. Hal tersebut dapat mencemari air dan menyebarkan bakteri ke hilir sungai. Sama halnya dengan limbah anorganik seperti air sabun sisa mencuci pakaian yang dibuang begitu saja. Selain merusak lingkungan dapat menyebabkan penyakit bagi warga yang tinggal di daerah yang lebih rendah, dimana air mengalir ke arahnya. Limbah industri pun sama, saat tidak memperhatikan kesehatan lingkungan mislanya akan mengalir ke tanah, sungai menuju dan terkumpul di laut dan mencemari ekosistem sekitarnya.
Perintah Menghemat Energi dan Sumber Daya Alam
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ، فَقَالَ: مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ؟ قَالَ: أَفِي الْوُضُوءِ سَرَفٌ؟ قَالَ: «نَعَمْ، وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ (رواه احمد)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash berkata: bahwa Nabi Saw. pernah melewati Sa’ad yang sedang berwudhu, maka beliau bertanya: “ Wahai Sa’ad, kenapa kamu berbuat israf (berlebih-lebihan)?” dia berkata; “Apa dalam wudlu juga ada israf?” beliau mejawab: “ya, meskipun kamu berada di sungai yang mengalir” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, bab Musnad Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash no. 7065. Sanad hadits ini bersambung dengan para perawi yang dinilai positif kecuali Abdullah bin Lahi’ah (w. 175 H), seorang tabi’ut tabi’in (generasi setelah tabi’in dan tidak bertemu sahabat) kalangan tua. Kritikus mengomentarinya negatif seperti la yadhbuth (tidak akurat) dan dha’if (lemah). Sedang Ibnu Hajar mengomentarinya positif, yakni shaduq (jujur), maka hadits ini shahih, setidaknya hasan sebab penilaian shaduq tidak setinggi penilaian tsiqah. Hadits serupa diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, bab Ma Ja’a Fi al-Qashdi Fi al-Wudhu’i no. 425, namun bermasalah pada sanadnya seperti riwayat Imam Ahmad di atas, sebab terdapat Abdullah bin Lahi’ah. Al-Albani menilai hadits ini dha’if.
Allah telah menyediakan alam ini dan diiringi beragam sumber daya alam untuk kebutuhan hidup manusia. Terdapat sumber daya alam yang dapat cepat diperbarui, sehingga berkesinambungan tidak habis pakai seperti cahaya matahari, air dan angin. Namun ada yang tak dapat diperbarui dan meski bisa membutuhkan waktu evolusi yang lama, jutaan tahun, seperti bahan bakar fosil, batu bara dan gas bumi. Manusia butuh akan penggunaan sumber daya alam seefektif dan seefisien mungkin, tidak boros dan berlebihan sebab sumber daya alam tak terbarukan itu terbatas ketersediaannya. Pun setiap energi yang timbul dari panas pembakaran dapat memberikan kontribusi pada pemanasan secara global.
Menjaga Lingkungan Bahkan dalam Perang
… وَلَا تُغْرِقُنَّ نَخْلًا وَلَا تَحْرِقُنَّهَا، وَلَا تَعْقِرُوا بَهِيمَةً، وَلَا شَجَرَةً تُثْمِرُ، وَلَا تَهْدِمُوا بَيْعَةً، وَلَا تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ وَلَا الشُّيُوخَ وَلَا النِّسَاءَ، وَسَتَجِدُونَ أَقْوَامًا حَبَسُوا أَنْفُسَهُمْ فِي الصَّوَامِعِ فَدَعُوهُمْ وَمَا حَبَسُوا أَنْفُسَهُمْ لَهُ، وَسَتَجِدُونَ آخَرِينَ اتَّخَذَ الشَّيْطَانُ فِي رُءُوسِهِمْ أَفْحَاصًا (رواه البيهقي)
“… Jangan sekali-kali menebang pohon kurma dan membakarnya, jangan membunuh hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, jangan merobohkan bangunan, jangan membunuh anak-anak, orang tua dan perempuan, dan engkau akan menemukan suatu kelompok manusia yang memenjarakan diri mereka di biara-biara, biarkan dan tinggalkanlah mereka beribadah, dan engkau akan menemukan kelompok lain yang menjadikan setan sebagai pengawas-pembimbing dalam kepala mereka” (HR. Al-Baihaqi)
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra no. 18125. Teks di atas adalah potongan bagian akhir riwayat panjang wasiat Abu Bakar As-Sidiq ra. saat melepas pasukan muslim ke Syam. Karena perkataan sahabat, maka riwayat di atas adalah atsar, bukan hadits Nabi, meski terdapat dalam kitab Hadits.
Pertempuran besar antar dua pihak di masa modern, tidak hanya berdampak pada kedua pihak yang terlibat, namun skalanya lebih besar. Peperangan dengan persenjataan yang dimiliki oleh negara-negara besar saat ini, tidak hanya berdampak pada mereka yang ikut di dalamnya, namun berdampak secara genetik pada anak keturunan. Bukan hanya membakar, membunuh, menghancurkan hewan, tumbuhan dan bangunan, tapi dapat meracuni semuanya sampai bergenerasi. Di sinilah patutnya dipatuhi etika perang hingga tidak menghancurkan ke depan.
Keutamaan Menjaga Lingkungan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلًا يَتَقَلَّبُ فِي الْجَنَّةِ، فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ، كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. bersabda: “Sungguh aku melihat seseorang sedang berbahagia di surga dikarenakan ia telah memotong batang pohon yang menjuntai ke jalan yang mengganggu orang lewat” (HR. Muslim)
Hadits ini terkategori gharib dengan derajat shahih. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim no. 1914. Keseluruhan perawi dikomentari positif seperti tsiqah oleh para kritikus.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ» وَقَالَ لَنَا مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبَانُ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، حَدَّثَنَا أَنَسٌ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري)
“Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Tidaklah seorang muslim bercocok tanam atau menanam satu tanaman lalu tanaman itu dimakan oleh burung atau manusia atau hewan melainkan itu menjadi shadaqah baginya” (HR. Al-Bukhari)
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari no. 2320. Hadits yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya bab Musnad Anas bin Malik no. 13389; Ad-Darimiy dalam Sunan ad-Darimi bab Fi fadhli al-Gharsi no. 2652; Muslim dalam Shahih-nya no. 1552 dan 1553; At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 1382, sehingga menguatkan riwayat Al-Bukhari tersebut.
قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّازَّقِ أَخْبَرَنَا دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ الصَّنْعَانِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ حَدَّثَنِي فَنَّجُ قَالَ كُنْتُ أَعْمَلُ فِي الدَّيْنَبَاذِ وَأُعَالِجُ فِيهِ فَقَدِمَ يَعْلَي بْنُ أُمَيَّةَ أَمِيرًا عَلَى الْيَمَنِ وَجَاءَ مَعَهُ رِجَالٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَنِي رَجُلٌ مِمَّنْ قَدِمَ مَعَهُ وَأَنَا فِي الزَّرْعِ أَصْرِفُ الْمَاءَ فِي الزَّرْعِ وَمَعَهُ فِي كُمِّهِ جَوْزٌ فَجَلَسَ عَلَى سَاقِيَةٍ مِنْ الْمَاءِ وَهُوَ يَكْسِرُ مِنْ ذَلِكَ الْجَوْزِ وَيَأْكُلُ ثُمَّ أَشَارَ إِلَى فَنَّجَ فَقَالَ يَا فَارِسِيُّ هَلُمَّ قَالَ فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقَالَ الرَّجُلُ لِفَنَّجَ أَتَضْمَنُ لِي غَرْسَ هَذَا الْجَوْزِ عَلَى الْمَاءِ
فَقَالَ لَهُ فَنَّجُ مَا يَنْفَعُنِي ذَلِكَ فَقَالَ الرَّجُلُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بِأُذُنَيَّ هَاتَيْنِ مَنْ نَصَبَ شَجَرَةً فَصَبَرَ عَلَى حِفْظِهَا وَالْقِيَامِ عَلَيْهَا حَتَّى تُثْمِرَ كَانَ لَهُ فِي كُلِّ شَيْءٍ يُصَابُ مِنْ ثَمَرَتِهَا صَدَقَةٌ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَقَالَ فَنَّجُ أَنْتَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَنَّجُ فَأَنَا أَضْمَنُهَا قَالَ فَمِنْهَا جَوْزُ الدَّيْنَبَاذِ
“Telah bercerita pada kami Abdurrazzaq dari Daud bin Qais Ash-Shan’ani dari Abdullah bin Wahab dari ayahnya yang mendengar dari (Fannaj): Aku bekerja di Dainabadz dan mengobati, datanglah Ya’la bin Umayyah seorang Amir (pemimpin) di Yaman bersama beberapa sahabat Nabi Saw. Lalu datang seorang lelaki dari rombongan, tatkala aku berada di pekarangan mengatur sirkulasi air dan membawa kantong yang berisi buah kelapa lalu di duduk di tepian air, lalu dia memecah kelapa tersebut dan memakannya, lalu menunjuk kepada Fannaj dan berkata;
“Wahai orang Persia, mendekatlah.” Aku pun mendekatinya, lelaki itu berkata pada Fannaj, “Maukah engkau menjamin untukku dengan menanam kelapa di atas air tersebut? Fannaj berkata padanya, “Apa keuntungannya untukku?” Lelaki itu berkata ‘Aku mendengar langsung dengan kedua telingaku dari Rasulullah Saw. yang bersabda: “Barangsiapa menanam suatu pohon lalu dia bersabar untuk merawatnya sampai berbuah, maka segala sesuatu yang mengenai buahnya akan menjadi sebuah sedekah di sisi Allah”, Fannaj berkata; “Apa engkau mendengarnya langsung dari Rasulullah Saw.? Dia menjawab, “Benar” Fannaj berkata: “Aku berjanji merawat semua tanaman dan kelapa tersebut” Fannaj berkata: “Di antaranya adalah kelapa Dainabadz” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya bab Man Syahida an-Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasalam, Seorang yang pernah menyaksikan Nabi Saw. no. 16586 dan 23175. Sanad Hadits ini dha’if sebab tidak diketahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits Nabi tersebut kepada Fannaj, namun isinya sesuai dengan riwayat-riwayat dalam jalur lain.
Larangan Memburu Hewan Secara Liar
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَتَلَ عُصْفُورًا بِغَيْرِ حَقِّهِ، سَأَلَهُ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ». قِيلَ: وَمَا حَقُّهُ؟ قَالَ: أَنْ تَذْبَحَهُ فَتَأْكُلَهُ (رواه الدارمي)
“Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Amru berkata dimana rasulullah Saw. bersabda:: “Barangsiapa membunuh seekor burung (pipit) tanpa hak, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya pada hari kiamat kelak.” Beliau ditanya: “apakah haknya?” beliau menjawab:” Engkau menyembelih lalu memakannya” (HR. Ad-Darimiy)
Diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 2021 dan dinilai bersanad baik (jayid) oleh Husain Salim Asad Ad-Darani, editor-muhaqqiq Sunan Ad-Darimiy cetakan Dar al-Mughni li-Nasyr wa at-Tauzi’, Riyadh, Saudi Arabia. An-Nasa’iy meriwayatkan dalam Sunan-nya bab Man qatala ‘usfura bi-ghairi haqihi, Siapa yang membunuh burung tanpa hak no. 4445 dan 4446, namun dinilai dha’if oleh Al-Albani. Meski demikian, Imam Ahmad dalam Musnad-nya bab Hadits Asy-Syarid bin Suwaid no. 19470 meriwayatkan dengan jalur yang berbeda (syahid), sehingga dapat menguat dan mengangkat derajat hadits riwayat An-Nasa’iy menjadi hasan li-ghairihi.
Pembunuhan terhadap hewan tidak dengan maksud untuk diambil manfaatnya adalah terlarang. Demikian sama saja dengan melakukan penyiksaan hingga berakibat kematian. Dalam ilmu kejiwaan, pastilah perbuatan tersebut dilakukan oleh mereka yang mempunyai kelainan mental. Perburuan liar memiliki beberapa dampak negatif yang secara langsung atau tidak akan menimpa manusia. Kepunahan suatu spesies hewan dapat mengakibatkan rantai makanan menjadi tidak seimbang sehingga mengganggu ekosistem alam. Apabila jumlah ular dan kucing karena suatu sebab jumlahnya menjadi sangat langka, maka dengan sendirinya jumlah tikus akan meluap karena ketiadaan predator yang memangsa.
Larangan Menganiaya Hewan
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: دَخَلَتِ امْرَأَةٌ النَّارَ فِي هِرَّةٍ رَبَطَتْهَا، فَلَمْ تُطْعِمْهَا، وَلَمْ تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ قَالَ: وَحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ (رواه البخاري)
“Dari Ibnu ‘Umar ra. dari Nabi Saw. bersabda: “Ada seorang wanita masuk neraka disebabkan mengikat seekor kucing. Dia tidak memberinya makan dan tidak melepaskannya agar dapat memakan serangga tanah” (HR. Al-Bukhari)
Diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya bab Lima hewan fasik dan boleh untuk dibunuh di Tanah Haram no. 3318, 2365 dan 3482 dengan tambahan penjelasan akan keadaan kucing itu sampai mati. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ad-Darimiy dalam Sunan-nya no. 2856; Muslim dalam Shahih-nya no. 2242 dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 546. Selesai.
Ilham Lukmanul Hakim, Alumni Tafsir Hadits Universitas Ahmad Dahlan, pengajar di Panti Asuhan Muhammadiyah Istiqomah Cianjur Jawa Barat
Sumber: Majalah SM No 9-11 Tahun 2019