Melakukan Takziyah

Melakukan Takziyah

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Menurut faham Muhammadiyah di daerah saya:

  1. Apabila ada warga Muhammadiyah meninggal dunia, walaupun jenazahnya belum dikebumikan, kata-kata takziyah tetap dilaksanakan (dipakai).
  2. Sedang sebagian lagi, walau jenazah belum dikebumikan tidak dibenarkan memberikan kata-kata takziyah.

Mana yang benar dari kedua faham itu!

Paijo, Kabupaten Lab. Batu Rantau Prapat Sumatera Utara

Jawaban:

Untuk menjawab pertanyaan saudara, perlu diterangkan lebih dahulu sebagai berikut:

Perkataan “Takziyah“, artinya “melawat” (melayat) ke keluarga orang yang mendapat musibah untuk mengurangi kesedihan mereka dengan menyampaikan ucapan “Tarji'” (innaa lillahi wa innaa ilaihii raaji’un) atau ucapan lain yang intinya mengajak mereka tabah mengahadapi musibah itu.

Ber-Takziyah itu sangat dianjurkan, walaupun orang meninggal dunia tidak seagama dengan kita dan hal itu dilakukan sekali saja.

Dalam hadits dari shahabat Amr ibn Hazm, Nabi bersabda:

Artinya: “Orang mukmin yang merlawat (melayat) saudaranya (sesama muslim) yang menderita musibah, niscaya Allah akan memakai pakaian perhiasan kemuliaan kepadanya pada hari kiamat kelak”. (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqy)

Di dalam Himpunan Putusan tarjih (HPT) halaman 232 disebutkan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang muslim ketika Takziyah saudaranya, yaitu:

  1. Apabila seseorang mendapat musibah (seperti kematian) maka berdo’alah:” Innaa lillahi wa innaa ilaihi rajiu’n. Allahumma ajirnii fii mushibatii khairan minha”. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Umu Salamah sebagai berikut;

تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا (رواه مسلم: الجنائز: مايقال عند المصيبة، و أحمد: باقى مسند الأنصارى)

Artinya: Ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Kalau seorang hamba terkena musibah lalu berdo’a: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun. Allahumma ajirnii fii mushibatii wakhluflii khairan minha”. Tentulah Alllah memberikan pahala dan ganti kebaikan kepadanya.” (HR Muslim, Kitab al-Janaaiz, Bab Maa Yuqaalu ‘indal mushibah, dan Ahmad, Baaqii Musnad al-Anshari)

  1. Lawatlah (Takziyah) kepada keluarga si mayyit dan anjurkan mereka untuk bersabar. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Usamah bin Zaid sebagai berikut:

قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَسُولُ إِحْدَى بَنَاتِهِ يَدْعُوهُ إِلَى ابْنِهَا فِي الْمَوْتِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا أَنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ (رواه البخارى ومسلم)

Artinya: “Ia berkata: Kami sedang dihadapan Nabi saw, maka seorang anak perempuan beliau memanggilnya dan mengkhabarkannya bahwa seorang anaknya dalam sakaratul maut, maka sabda Nabi saw.:”Kembalilah kepadanya dan beritahukanlah adalah hak Allah untuk mengambil dan memberi. Segala sesuatu itu ada batas ketentuannya. Suruhlah ia bersabar dan mengharapkan kepada Tuhan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

  1. Di samping itu keluarga si mayyit diingatkan jangan sampai melakukan perbuatan yang tidk ada contohnya dari Nabi, seperti; meratapi mayat, menampar pipi, merobek pakaian dan meratap seperti ratapan jahiliyah.

Hanya dalam kitab-kitab fiqih, biasanya uraian tentang Takziyah diletakkan sesudah menguburkan mayyit (lihat bab dafn al-Mayyit)

Dari uraian singkat di atas, kita tidak menemukan baik dari hadits atau uraian dalam kitab-kitab fiqih yang melarang menggunakan ucapan “Takziyah” sebelum mayyit dikuburkan; Begitu juga tidak ada keterangan yang menyuruh menggunakan istilah/ucapan Takziyah sesuadh jenazah dikebumikan.

Mengenai keterangan dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) : “Janganlah kamu berkumpul di tempat keluarga mayyit sesudah dikuburkan, hal itu tidak dimaksudkan untuk melarang orang ber-Takziyah sesudah mayyit dikebumikan, tetapi hal tersebut melarang berkumpul untuk makan dan minum di tempat keluarga yang sedang ditimpa kesedihan itu.

Oleh karena itu menurut pendapat kami, boleh menggunakan istilah/ucapan Takziyah baik sebelum mayyit dikuburkan atau sesudah dikuburkan. (Wallahu a’lam bish shawab).

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 3 Tahun 2009

Exit mobile version