Zakat Tabungan dan Kendaraan

Zakat

Foto Dok Ilustrasi

Zakat Tabungan dan Kendaraan

Pertanyaan:

  1. Apakah tetap harus dikeluarkan zakatnya apabila bentuk simpanan berupa tanah tidak produktif (harga tanah mencapai nisab)?
  2. Apakah mobil wajib dizakati?
  3. Apakah kendaraan yang dibeli dengan cara kredit maupun cash harus dikeluarkan zakatnya?
  4. Bila uang yang digunakan untuk membeli kendaraan adalah tabungan yang sudah dikeluarkan zakatnya, apakah tetap pemilik kendaraan, harus mengeluarkan zakatnya? Kapan haulnya?

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Moga Pemalang Jawa Tengah (disidangkan pada Jum’at, 12 Muharam 1430 H / 9 Januari 2009 dan Jum’at, 19 Muharam 1430 H / 16 Januari 2009)

Jawab:

Zakat Tabungan atau Simpanan

  1. Syariat Islam telah mewajibkan zakat. Al-Quran memang tidak memberikan ketegasan tentang berbagai kekayaan yang wajib dizakati dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, serta seberapa besar harus dizakatkan. Persoalan detail zakat seperti tersebut di atas dijelaskan oleh sunah Nabi saw, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.

Keadilan dan keringanan adalah prinsip-prinsip ajaran Islam sehingga tidak mungkin agama akan memberikan beban yang seseorang tidak mampu menanggungnya. Oleh karena itu, Islam memberikan batasan tentang sifat kekayaan yang wajib dizakati dan syarat-syaratnya. Menurut Dr. Yusuf al-Qaradhawi ada beberapa syarat harta kekayaan yang wajib dizakati:

  1. Milik penuh
  2. Berkembang
  3. Cukup senisab
  4. Lebih dari kebutuhan biasa
  5. Bebas dari hutang
  6. Berlalu setahun (al-Qaradhawi, 2007, Hukum Zakat: 125)

Al-Qaradhawi juga menjelaskan, ada dua macam kepemilikan tanah, yaitu: Pertama, tanah yang dimiliki atau dibeli dengan maksud untuk mencari laba. Tanah seperti ini termasuk tanah yang setiap tahun harus dihitung harganya untuk mengetahui nisabnya lalu dikeluarkan zakatnya (bila sudah senisab). Hukum zakat bagi tanah yang diperjualbelikan ini, merupakan pendapat jumhur ulama yang tidak dipertentangkan lagi kecuali oleh Malikiyah. Menurut mazhab ini, tanah tersebut wajib dizakati bila sudah laku terjual.

Pendapat jumhur ini bisa dijadikan pegangan, tetapi boleh juga pada kondisi tertentu kita mengikuti pendapat Malikiyah yaitu pada saat mengalami kerugian misalnya harga tanah turun di bawah harga pembelian dan tidak ada orang yang mau membelinya kecuali dengan harga yang rendah. Kedua, tanah yang dibeli atau dimiliki bukan untuk diperjualbelikan. Misalnya untuk didirikan bangunan di atasnya maka tanah seperti ini tidak wajib dizakati. Namun jika di bangun perumahan, misalnya untuk disewakan maka harus dikeluarkan zakatnya dari hasil perumahan tersebut (al-Qaradhawi, 1995, Fatwa-Fatwa Kontemporer 1: 368).

Terkait dengan pertanyaan saudara, apakah ada zakatnya untuk tanah yang tidak berkembang walaupun harganya mencapai satu nisab, maka dapat kami jawab bahwa jika tanah itu saudara niatkan semata-mata untuk diwariskan, maka tidak ada kewajiban zakatnya, karena tidak adanya syarat yang kedua sebagaimana telah kami sebut di atas yaitu harta harus berkembang, sedangkan bila tanah itu untuk diinvestasikan sehingga dimungkinkan untuk berkembang maka ada zakatnya.

Pengertian berkembang adalah sifat kekayaan itu memberikan keuntungan, pendapatan, keuntungan investasi atau pemasukan lainnya. Mewajibkan zakat atas kekayaan yang tidak berkembang bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan dan tentunya akan memberatkan, apalagi bila harus dilaksanakan tahun demi tahun.

Adapun yang dijadikan dasar syarat harus berkembang adalah hadis Rasulullah saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ صَدَقَةٌ. [رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kewajiban bagi seorang muslim untuk mengeluarkan zakat dari budak atau kuda miliknya.” [HR. Muslim]

Hadis ini menjadi landasan bahwa kekayaan untuk pemakaian pribadi tidak ada kewajiban zakatnya, Nabi saw hanya mewajibkan pada harta yang berkembang dan diinvestasikan. Hal ini juga didukung oleh pendapat Imam an-Nawawi. Dalam perkara zakat kuda misalnya, Umar ibnu al-Khatab berijtihad dengan tetap mengambil zakatnya karena memang pada masa itu, kuda sudah diternak sedemikian rupa sehingga menjadi harta kekayaan yang besar, ini berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Pada masa Nabi Muhammad saw harta-harta orang Islam berupa binatang-binatang penarik, rumah-rumah kediaman, perkakas-perkakas kerja, perabot-perabot rumah tangga tidak diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya karena semuanya itu tidak termasuk harta yang berkembang.

Dengan demikian jelas bahwa simpanan yang berupa tanah tidak produktif tidak terkena kewajiban zakat.

  1. Berkaitan dengan harta kekayaan yang berupa mobil, apakah harus dikeluarkan zakatnya atau tidak, sebenarnya sudah pernah dibahas oleh Tim Fatwa Agama dan telah dimuat dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid 2 halaman 113 dan di Rubrik Fatwa Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 20 Tahun ke-93/ Oktober 2008. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa status atau kedudukan mobil itu harus diperjelas terlebih dahulu, apakah sebagai barang dagangan untuk diperjual belikan, dijadikan taksi, ataukah sebagai alat transportasi pribadi/ keluarga yang sangat dibutuhkan.

Dalam hal ini, apabila mobil tersebut sebagai harta dagangan, berarti harta tersebut termasuk harta yang berkembang sehingga wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu 2,5% setiap satu tahun apabila sudah sampai nishab. Para ulama mengambil ketentuan berkembang sebagai syarat bagi harta yang wajib dizakati berdasar sabda Rasulullah saw, baik lisan maupun perbuatan, yang diperkuat oleh tindakan para khalifah dan shahabat Nabi Muhammad saw, tidaklah mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi. Seperti yang ditegaskan dalam hadits pada jawaban butir 1.

Imam an-Nawawi mengatakan bahwa hadits tersebut merupakan landasan bahwasanya kekayaan untuk pemakaian pribadi tidak wajib dizakati. Nabi saw hanya mewajibkan atas kekayaan yang berkembang dan diinvestasikan. Adapun jika mobil tersebut dijadikan modal usaha, seperti dijadikan taksi, maka hasil dari usaha tersebut harus dizakati sebesar 2,5% setiap tahunnya apabila sudah mencapai nishab. Sedangkan mobilnya sendiri hanya dizakati sekali saja apabila uang yang digunakan untuk membeli mobil tersebut belum dizakati. Hal ini sebagaimana tersebut dalam buku al-Amwal fil-Islam Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah terbitan PT. Percetakan Persatuan halaman 20.

  1. Saudara penanya yang budiman, sebenarnya bukan soal kendaraan yang dibeli dengan cara kredit atau cash yang menyebabkan terjadinya kewajiban zakat, tetapi pada status atau kedudukan kendaraan tersebut. Misalnya, kendaraan itu berkedudukan sebagai barang dagangan atau digunakan untuk keperluan sehari-hari. Sepeda motor umpamanya. Orang mempunyai sepeda motor, kalau sepeda motor itu sebagai barang dagangan yang dapat berkembang atau menghasilkan keuntungan, maka motor itu sebagai harta yang wajib dizakati.

Hampir sama dengan itu, apabila sepeda motor itu berfungsi sebagai modal dalam mendapatkan hasil untuk dikumpulkan seperti sepeda motor untuk ojek, hasil dari sepeda motor sebagai inventaris dizakati pada waktu mencapai batas satu tahun sejumlah 2,5%. Selanjutnya, menurut yang tersebut dalam buku “Al Amwal fil Islam” Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diterbitkan oleh PT. Percetakan Persatuan halaman 20, pada tiap akhir tahun dizakati 2,5%. Dari harta itu, kecuali alat perlengkapan inventaris yang pernah dizakati tadi tidak perlu dizakati lagi. Lain halnya jika memiliki sepeda motor sebagai alat transportasi sehari-hari untuk memenuhi keperluan hidup dalam masyarakat, untuk pergi ke kantor, untuk pergi ke Masjid, dan untuk keperluan pribadi atau keluarga yang lain, tidak wajib dizakati.

4. Tabungan merupakan salah satu benda yang wajib dikeluarkan zakatnya sekali dalam setahun, yaitu apabila telah memenuhi nishab dan haul Apabila uang tabungan yang sudah dizakati itu digunakan untuk membeli kendaraan, seperti mobil, kemudian mobil itu digunakan untuk kepentingan pribadi seperti untuk pergi ke kantor, keluar kota atau berwisata, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya karena ia termasuk benda yang tidak berkembang. Hal ini ditegaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim sebagaimana telah dikutip pada jawaban butir 1 di atas.

Namun, apabila mobil yang dibeli dari tabungan yang sudah dikeluarkan zakatnya tersebut digunakan untuk mencari sumber penghasilan dengan menjadikanya mobil angkot, taksi atau disewakan, maka pemiliki mobil harus mengeluarkan zakat dari hasil usaha mobilnya jika memenuhi nisab 85 gram emas murni, kadar zakatnya 2,5% dan haulnya setelah sampai setahun dihitung mulai dari awal dia merintis usahanya. Jadi, zakatnya itu bukan dari zat mobil itu sendiri, karena objek zakatnya telah berubah dari tabungan menjadi mobil angkot yang menghasilkan pendapatan atau keuntungan.

Allah swt berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [QS al-Baqarah, 2: 267]

Wallahu ‘alam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 4 Tahun 2009

Exit mobile version