Tidak Takut Di-Muhammadiyah-kan

Tidak Takut Di-Muhammadiyah-kan

Oleh: Imron Nasri

Membaca tulisan Pak AR yang berjudul “Pak AR kepada Para Mahasiswa” dalam “SM” no 20/92, hati saya tersentuh dan kaget. Saya yakin pertanyaan Pak AR dalam tulisan tersebut, mempunyai kekhawatiran terhadap para mahasiswa PTM saat ini. Terus terang, Pak AR, sebagian besar kami (mahasiswa) PTM tidak takut di-Muhammadiyah-kan, karena kami tahu Muhammadiyah didirikan bukan untuk me-Muhammadiyahkan masyarakat. Tapi Muhammadiyah didirikan untuk mengajak masyarakat mengamalkan Ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam mata kuliah ke-Muhammadiyahan dijelaskan maksud dan tujuan didirikan Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan.

Kami juga memahami Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang mempunyai tujuan hendak menegakkan dan menjunjung tinggi Ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian tentu saja Muhammadiyah tidak lepas dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Justeru karena itu kami merasa setujuan dan sejalan dengan apa yang dilakukan Muhammadiyah. Untuk itu pula mengapa kami memilih Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Namun rasanya apa yang kami dapatkan dari PTM, belum seperti yang kita harapkan. PTM ternyata memang bukan satu-satunya tempat memperdalam ilmu-ilmu keagamaan, karena apa yang kami dapatkan selama di PTM belum memadai, belum bisa dijadikan bekal menjunjung cita-cita Muhammadiyah. Kami memang harus banyak belajar lagi.

Selain itu, mungkin memang ada di antara kami yang masuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah karena tidak diterima di Perguruan Tinggi Muhammadiyah karena tidak diterima di perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi lain. Ada di antara kami yang ikut lagi dalam UMPTN, namun jumlahnya hanya sedikit.

Alhamdulillah setelah menjadi mahasiswa PTM, tidak ada keinginan kami untuk melepaskan predikat sebagai mahasiswa Perguruan Muhammadiyah.

InsyaAllah, setelah kami selesai dan mendapat ijazah dari PTM, kami akan tetap melanjutkan cita-cita Muhammadiyah. Akan tetapi membawa misi dan menyebarkan apa yang menjadi tujuan Muhammadiyah. Tetapi kami kecewa, ketika ada di antara kami yang ingin berbakti dan mengabdikan diri pada awal usaha Muhammadiyah, termasuk PTM, kami dihadapkan pada suatu kenyataan, bahwa kami tidak mempunyai kesempatan untuk mengabdikan diri. Kami harus bersaing dengan lulusan perguruan tinggi lain, baik negeri maupun swasta. PTM atau amal usaha Muhammadiyah agaknya lebih percaya pada lulusan perguruan tinggi lain, dibanding dengan lulusannya sendiri. Ketika Muhammadiyah mendirikan BPR, karyawan dan pegawainya diambil dari orang lain, padahal Muhammadiyah mempunyai Akademi Kuangan dan Perbankan, mempunyai Akademi Akuntansi, mempunyai Fakultas Ekonomi.

Demikian pula ketika ada di antara kami, berkeinginan menjadi staf (baik dosen atau staf di lembaga-lembaga yang ada) di PTM, ternyata lebih memprioritaskan dan lebih percaya lulusan perguruan tinggi lain.

Masih banyak sebenarnya ganjalan yang kami rasakan. Tapi hanya ini yang dapat kami ungkapkan sehubungan dengan penanganan yang diajukan Pak AR. Tentu saja tanggapan dari teman-teman yang lain, sangat dibutuhkan. Sehingga apa yang diinginkan Pak AR, yaitu sebagai bahan masukan bagi beliau dalam memikirkan langkah-langkah Muhammadiyah selanjutnya, bisa tercapai.

Kepada Pak AR saya memohon maaf kalau dalam menanggapi tulisan Pak AR ada kata-kata yang kurang berkenan. Karena sebagaimana yang diharapkan Pak AR, agar kami berbicara secara jujur dan tulus ikhlas. Dan saya berusaha untuk itu.

Penulis pernah menjadi mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 1/1993

Exit mobile version