In Memoriam Prof Baedhowi, Mendidik Sampai Akhir Hayatnya
Oleh: Habib Chirzin
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
Kita merasakan kehilangan dengan wafatnya Prof Dr H Baedhowi, Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah. Seorang pemimpin di dunia pendidikan yang tekun dan berdedikasi tinggi.
Pak Baedhowi telah menunaikan amanah persyarikatan untuk memimpin Majelis Dikdasmen, termasuk di masa-masa pandemi Covid-19 yang tidak mudah dengan baik. Pandemi Covid-19 menambah beban dunia pendidikan, baik bagi peserta didik, pendidik, pengelola lembaga pendidikan dan para pengambil kebijakan di dunia pendidikan di berbagai peringkatnya. Dan Pak Baedhowi telah menunaikan amanah ini dengan penuh ketekunan dan dedikasi sampai akhir hayatnya.
Pada masa pandemi, kami hanya bisa tertemu dalam webinar atau acara-acara secara virtual. Terakhir kami bersama bertemu off line pada workshop nasional LP2M di Univesitas Muhammadiyah Purwokerto, sebelum pandemi Covid.
Majelis Dikdasmen yang dulu bernama MAPENDAPPU, Majelis Pendidikan Dasar Pusat PP Muhammadiyah, selalu merupakan bagian yang sangat penting dalam lingkungan persyarikatan Muhammadiyah.
Seingat saya, sejak 40 tahun yang lalu, setiap tamu daerah yang datang ke kantor PP Muhammadiyah di Menteng Raya 62 Jakarta, kebanyakan bertemu dengan Mapendappu. Ada beberapa yang bertemu dengan Majelis PKU. Pada pertengahan tahun 1970 sampai dengan awal 1990-an MAPENDAPPU dipimpin oleh dua tokoh nasional, Pak Darsono, mertua mantan Wakil Ketua DPA (Dewan Pertimbangan Agung) di masa Pak Harto. Dan juga mantan Wakil Duta Besar RI dan Malaysia dan di Austria. Kemudian oleh Kol HR Prodjokusumo, pendiri Kokam dan mantan Sek Jen MUI. Sedang Majelis PKU dipimpin oleh dr. Kusnadi, seorang pemimpin yang lemah lembut, namun tegas.
Pada periode-periode sebelumnya MAPENDAPPU ini dipimpin oleh Bapak Saaduddin Jambek. Yang seingat saya pernah menjadi Rektor Universtas Muhammadiyah Jakarta; sama halnya dengan dr. Kusnadi, pada saat perintisan UMJ.
Saya teringat pada akhir 1970-an dan awal 1980-an saya beberapa kali diundang oleh Pak Kusnadi untuk memberikan training di Cirendeu, sebelum ada kampus UMJ; bersama Mas Prof. Hajid Harnowidagdo, yang juga dosen di IKIP Muhammdiyah, Jakarta, Jalan Limau, Kebayoran Baru. Mas Hajid ini bersama Pak Haiban, menantu Prof. KH Farid Ma’ruf, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah di zaman Bung Karno, sangat aktif di Mapendappu.
Ada perstiwa pendidikan Islam internasional pada th 1977, yang penting, yang beberapa kali diceritakan oleh sahabat saya Prof. Dato Wira Dr. Jamil Osman, koordinator IIIT East and South East Asia, bahwa pada “World Conference on Islamic Education” di Makkah dari Indonesia diwakili oleh
Pak Saaduddin Jambek, dari Muhammadiyah (MAPENDAPPU); KH Imam Zarkasyi dari Pondok Modern Darussalam, Gontor; Dr. Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri, DDII; KH Ahmad Sjaichu, dari NU mantan Ketua DPR dll. Dari Malaysia yang hadir antara lain Prof. Dr. Syed Naquib Al Attas, sebagai pembicara.
Beberapa keputusan konferensi pendidikan Islam sedunia di Makkah ini sering saya sampaikan dalam forum-forum seminar di dalam negeri maupun luar negeri. Karena issuenya masih relevan sampai saat ini.
Baik juga kalau lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan Muhammadiyah, termasuk Pesantren-pesatrennya, mengkaji kembali dan terus menindak lanjuti Mecca World Conference on Islamic Education ini.
Selamat jalan Prof. Baedhowi. Jasa dan pengabdianmu akan terus kami kenang.