Nakes dan Pejuang Muhammadiyah Tanpa Gelar
Oleh: Nihayatul Mujtahidah
Hari ini kita telah kehilangan sosok pejuang tanpa pamrih, pejuang Muhammadiyah Tulen Nakes yang tak bergelar yang keaktifan dan keilmuannya tidak diragukan di kalangan masyarakat kabupaten Trenggalek.
Sosok yang jadi panutan bapak-bapak, Ibu-ibu dan anak-anak muda baik Muhammadiyah, ‘Aisyiyah, Nasiyatul ‘Aisyiyah. Beliau pada malam pukul 20.40 tanggal 27 Juli 2021 telah dipanggil ke Rahmatullah oleh Allah SWT. Iya namanya “Abah” panggilan sapaan yang dikenal untuk lebih dekat mengenal sosoknya.
Cerita singkat awal mula Muhammadiyah dikenalkan dan disebar luaskan di desa Kamulan kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek kisaran era tahun 70-80an. Beliau H. Selanuddin atau yang biasa disapa “Abah” inilah yang menahkodai untuk menyebarkan Muhammadiyah agar dikenal dimasyarakat desa Kamulan.
Dimana di masa itu masih era pemberontakan, maraknya kasus orang yang dicari untuk ditangkap ketika menyebarkan hal berbau agama dan organisasi ke-Islam-an. Saat itu beliau pernah membuat sebuah bendungan untuk area perlintasan masyarakat supaya akses menyeberang jalan melewati sungai lebih mudah. Kondisi ini kemudian yang menjadikan anggota pemberontak tersebut marah dan mencari beliau.
Meskipun banyak hal yang menghalangi niat beliau untuk berbuat baik, bukan menjadi suatu penghalang untuk tetap terus menebar benih menggaungkan nama Muhammadiyah di kalangan masayarakat pada masa itu.
Beliau juga pernah menimba Ilmu agama seperti tafsir Al-Qur’an di Arab Saudi selama 6 bulan. Ada cerita saat berada di sana beliau pernah diminta untuk menerapi orang-orang Arab, keahlian beliau adalah Terapi Tibbun Nabawy pengobatan jaman Rasulullah atau yang kita biasa kenal terapis herbal. Hal ini beliau pelajari sesuai ajaran Rasulullah Muhammad saw untuk menerapi dengan cara herbal.
Selain itu beliau juga pernah mengambil S1 Ushuludhin (FAI) di Universitas Muhamamadiyah Surabaya yang saat itu kampusnya masih dipecah di Pasar Kapasan sebagai tempat perkuliahannya.
Pernah juga menerapi mantan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Periode 2010-2015, Prof Thohir Luth MA pernah merasakan secara langsung diterapi beliau (Abah) pada saat terkena penyakit stroke, dan setelah diterapi 2 kali kalau tidak salah cerita langsung dari beliau (Abah) alhamdulillah bisa berjalan normal lagi.
Hal ini lah yang kemudian adanya kedekatan emosional sebagai kader dan pejuang Muhammadiyah. Lalu ketika saat keduanya bertemu di Universitas Muhammadiyah Malang, hal itu menjadi obat saling mengingat dan mengenang saat-saat diterapi. Beliau “Abah” juga banyak menerapi tokoh-tokoh besar Muhammadiyah lainnya.
Di desa Kamulan kabupaten Trenggalek inilah beliau membuka praktek terapi Tibbun Nabawy untuk mengobati orang-orang yang membutuhkan bantuan dan misi yang paling utama sebenarnya adalah mengenalkan organisasi Muhammadiyah.
Melalui terapi Tibbun Nabawy inilah banyak orang mengenal dakwah beliau selain dari kegiatan sehari-hari, yang beliau adalah imam masjid Sunan Kalijaga sekaligus Ketua ta’mir dan pernah menjabat sebagai Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Durenan kabupaten Trenggalek periode yang sangat lama dan hingga saat ini mengabdi menjadi ketua Pimpinan Ranting di desa Kamulan.
Banyak hal bermanfaat yang beliau tinggalkan dan ajarkan semasa beliau hidup dengan tetap menjadi orang Muhammadiyah sejati sesuai ideologi yang di ajarkan KH. Ahmad Dahlan. Perjuangan untuk memikirkan nasib anak-anak Yatim-Piatu yang beliau lakukan adalah memberikan sumbangsih ilmu agama seperti aqidah, fiqih, bahasa Arab dan mencarikan para donatur untuk berpartisipasi memberikan sumbangan untuk panti Asuhan Siti Fatimah Tulungagung.
Di kehidupan keluarga, beliau atau “Abah” merupakan sosok inspirasi semua anak-anak, istri, saudara dan keluarga besarnya. Selalu memotivasi untuk tetap mecari ilmu setinggi tingginya dan jangan pernah lupa kepada Muhammadiyah untuk kembali membagikan Ilmu yg diraihnya.
Meskipun dalam hal pendidikan beliau tidak sempat menamatkan pendidikan tingginya, namun beliau terus mengupayakan untuk membiayai anak-anak beliau, saudara dan keponakannya sampai lulus pendidikan setinggi-tingginya.
Istri beliau juga adalah sosok pelopor berdirinya ‘Aisyiyah di desa Kamulan, mirip sekali dengan kisah pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah. Istri Abah ini juga berperan aktif di ‘Aisyiyah dengan pernah menjabat sebagai ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Tulungagung Periode 2005-2010 dan saat ini menjadi pengurus serta ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah di kabupaten Trenggalek.
Masih banyak dan panjang sekali cerita perjuangan beliau “Abah” ini yang tidak bisa diuraikan satu-persatu dan ini kisah nyata beliau.
Semoga apa yang beliau contohkan mampu menjadi sosok inspirasi semua warga Muhammadiyah di mana pun berada. Kita semua mendo’akan yang terbaik untuk almarhum H. Selanuddin, semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan memberikan tempat terbaik surgaNya.
Aamiin. Aamiin YaaRobbal ’Alamin
Nihayatul Mujtahidah, Alumni Muallimat Tahun 2000