Pembelajaran Literasi dan Numerasi di Program Kampus Mengajar

Pengabdian Mahasiswa UAD dalam Pembelajaran Literasi dan Numerasi di Program Kegiatan Kampus Mengajar

Pembelajaran Literasi dan Numerasi di Program Kampus Mengajar

Oleh: Elvi Nurhidayati

Pandemi Covid-19 telah merubah segala tatanan yang ada tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Wabah tersebut mengakibatkan perubahan pada pembelajaran yang semula luring (luar jaringan) menjadi daring (dalam jaringan) secara tiba-tiba. Sehingga dengan adanya situasi ini membutuhkan adaptasi serta kreativitas baik dari guru, maupun orang tua/wali murid siswa. Pembelajaran daring berarti mengharuskan adanya kebutuhan akan fasilitas yang memadai seperti gawai, sinyal, kuota dan lain sebagainya sebagai penunjang pembelajaran. Namun penunjang tersebut akan menjadi suatu kendala di sekolah yang jauh dari perkotaan.

Sekolah-sekolah di desa contohnya, sinyal yang kurang memadai ditambah lagi banyak dari wali siswa yang belum mempunyai gawai (android) menjadi permasalahan utama selama pembelajaran jarak jauh ini dilaksanakan. Berbeda dengan di kota, di desa segala perkembangan teknologi lebih tertinggal dan tidak semaju di kota. Sehingga topik permasalahan utama pembelajaran jarak jauh sekolah di desa bukan lagi tentang media atau teknologi apa yang perlu dikembangkan tapi lebih kepada bagaimana cara yang tepat dan efektif terhadap pembelajaran selama masa pandemi ini agar proses pembelajaran tetap dapat dilaksanakan.

Problema dilematik yang terjadi dalam dunia Pendidikan masa pandemi ini kemudian menjadi perhatian serius oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, sehingga tercetuslah program Kegiatan Kampus Mengajar dengan sasaran sekolah dasar di daerah 3T dan sekolah yang masih terakreditasi C. Program kegiatan Kampus Mengajar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari Program Kampus Merdeka, Merdeka Belajar yang mengajak para mahasiswa untuk beraksi, berkolaborasi, dan berkreasi selama kurang lebih dua belas minggu. Program ini juga ada atas dukungan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Harapannya mahasiswa dapat memiliki kontribusi terhadap perkembangan pembelajaran di sekolah dasar selama Pandemi Covid-19 dengan menyumbangkan ide atau memecahkan masalah-masalah yang mungkin timbul selama pembelajaran.

Kurang lebih 15000 mahasiswa telah menyelesaikan program kegiatan Kampus Mengajar Angkatan 1 ini, dan salah seorang mahasiswa yang bernama Elvi Nurhidayati (penulis artikel ini) yang berasal dari Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Ahmad Dahlan menjadi peserta dari Kampus Mengajar Angkatan 1 yang ditempatkan di SDN 2 Sumber Katon. SDN 2 Sumber Katon terletak di Desa Sumber Katon, Kecamatan Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung tengah, Provinsi Lampung. Adapun sekolah sasaran dalam program ini merupakan sekolah yang dekat dengan rumah setiap peserta Kampus Mengajar. Hal ini dimaksudkan agar jarak rumah mahasiswa peserta Kampus Mengajar dengan sekolah lebih dekat, sehingga dapat meminimalisir adanya penyebaran Virus Covid-19.

Kampus Mengajar ini juga memiliki 3 fokus utama yaitu membantu pembelajaran literasi dan numerasi, adaptasi teknologi dan membantu administrasi manajerial sekolah. Dari banyak program kegiatan yang telah disusun ada satu program kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan yaitu kelas pendampingan bagi siswa yang masih lemah dalam literasi dan numerasinya. Dari keadaan di lapangan ternyata ada beberapa siswa dari kelas 1 sampai kelas 3 yang belum bisa membaca dan berhitung.

Kelas pendampingan ini dimaksudkan agar dapat membantu dan memberikan semangat bagi para siswa yang tertinggal dalam hal kompetensinya. Penting sekali pengajaran literasi dan numerasi ini dilakukan pada kelas yang rendah sehingga nantinya saat sudah di kelas tinggi dapat dengan mudah menyesuaikan diri. Adapun penyelenggaraan program kegiatan les belajar ini diadakan satu minggu sekali di luar jam pelajaran. Kegiatan les ini tetap dilakukan di sekolah, mengingat rumah para siswa juga dekat dengan sekolah. Setiap pertemuan maksimal 10 orang siswa dapat mengikuti kelas dengan tetap mematuhi Protokol Kesehatan.

Langkah pertama sebelum diadakannya les pendampingan ini yaitu terlebih dahulu melakukan penjajagan (diagnose) dan menganalisis kemampuan setiap peserta didik, mengelompokkan mana yang tergolong sudah bisa dan yang belum bisa, kemudian membagi beberapa kelompok sesuai dengan kelasnya. Sehingga setiap pertemuan akan berbeda-beda kelompoknya. Para peserta Kampus Mengajarpun juga membuat jadwal tetap agar tidak bertabrakan setiap pertemuannya.

Dalam les ini juga sesekali melakukan ice breaking agar siswa tidak merasa bosan yaitu berupa nyanyian yang dalam lirik lagunya melibatkan penjumlahan dan perkalian angka. Sehingga dapat memungkinkan para siswa untuk belajar sambil bernyanyi riang gembira.

Menurut penuturan guru kelas dua, Ibu Ratna, salah satu penyebab mengapa banyak yang belum bisa membaca yaitu karena kurangnya pendampingan dari orang tua. Sebelum masa pandemi, guru betul-betul menekankan agar siswa dapat membaca dan berhitung. Tapi selama pembelajaran di masa pandemi yang lebih banyak belajar di rumah, pengawasan guru dalam mementori anak juga menjadi berkurang, sekarang ini yang harus menjadi mentor atau pendamping adalah orang tua. Tapi terkadang orang tua juga sibuk dengan pekerjaannya atau ada juga yang kurang telaten dan tidak sabar dalam mengajari sehingga dibiarkanlah anak itu belajar sendiri.

Dari penuturan diatas, ternyata berbanding lurus dengan kenyataan salah satu siswa kelas dua, dimana siswa tersebut tergolong yang paling lambat perkembangan kognitifnya dibandingkan teman-teman lainnya. Belum hafal huruf-huruf, menulis masih belum rapih, sehingga membaca pun belum bisa. Padahal menurut kurikulum 2013, kompetensi yang seharusnya sudah dicapai jauh diatas itu.

Penulis pun tertarik untuk menelusuri permasalahan apa yang sebetulnya di hadapi oleh siswa tersebut sampai di jenjang kelas dua masih belum bisa membaca dan berhitung. Setelah ditelisik ternyata penulis mendapati fakta bahwa selama belajar di rumah siswa tersebut kurang mendapatkan pendampingan dari orang tua. Orang tuanya sibuk bekerja di luar kota, dan siswa tersebut hanya tinggal Bersama nenek dan saudaranya dirumah, sehingga berkuranglah perhatian dari keluarga terhadapnya. Kemudian dari segi pergaulannya juga menurut penulis sedikit tertutup, tapi masih mau berkomunikasi dan bermain dengan teman sebayanya. Terkadang saat ada kelas di sekolah juga tidak ada yang menjemput pulang, tapi untungnya masih ada salah satu orang tua siswa yang perhatian dan mengantarkannya pulang.

Hal ini sebetulnya tidak selaras dengan pendapat Ki Hajar Dewantara, menurutnya Pendidikan pada anak itu melibatkan Tri Pusat Pendidikan yaitu pendidikan di sekolah oleh guru, di rumah oleh orang tua dan di lingkungan masyarakat. Sehingga ketiga Tri Pusat Pendidikan tersebut harus sinergi saling bekerja sama dalam rangka mendampingi anak belajar.

Pemecahan masalah yang tepat yaitu perlu adanya kerja sama yang erat antara sekolah dan keluarga di rumah. Mungkin memang untuk pendapatan atau perekonomian keluarga, sekolah tidak tahu-menahu, tetapi jangan sampai orang tua yang terlalu sibuk menjadi mengorbankan anaknya. Tugas orang tua selain menghidupi anak secara lahiriah, juga perlu menghidupi anak secara batiniah yaitu dengan memberikan perhatian, kasih sayang serta pendampingan. Usia anak sekolah dasar adalah “golden age” dimana awal mula seorang anak masih semangat-semangatnya belajar serta mencari tahu akan hal baru. Sehingga perlu dukungan dari orang sekitar dan perlu perhatian khusus agar perkembangan anak kedepannya terjamin kualitasnya.

Dengan adanya program pendampingan yang penulis dan dua teman peserta kampus mengajar lainnya lakukan, Alhamdulillah  sudah membuahkan hasil walaupun masih dalam tahap bisa membaca dengan mengeja huruf. Siswa tersebut sekarang juga sudah naik ke kelas 3 dengan alasan adanya sedikit perubahan yang signifikan. Perkembangan lain dari siswa tersebut juga menjadi lebih percaya diri, menulis sudah lebih rapih, sudah hafal huruf, walaupun untuk berhitungnya masih sedikit lambat tapi untuk perkembangan awal setelah adanya pendampingan ini berubah secara signifikan ke arah yang lebih baik.

Kelas pendampingan yang menjadi salah satu program dalam kegiatan Kampus Mengajar dapat membantu para siswa mengembangkan kompetensinya dalam bidang literasi dan numerasi. Kemampuan literasi dan numerasi merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki agar kedepannya akan dengan mudah menyesuaikan diri dan dapat melanjutkan ke kompetensi selanjutnya. Program kegiatan ini juga dapat menciptakan perasaan yang istimewa dari para siswa karena hanya siswa tertentu saja yang berkesempatan mengikuti kelas pendampingan ini. Kelas ini juga terbukti dapat memberikan motivasi serta semangat untuk terus mengembangkan kemampuan literasi dan numerasi para siswa di SDN 2 Sumber Katon.

Elvi Nurhidayati, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Ahmad Dahlan

Exit mobile version