Saat China Muslim Memimpin Muhammadiyah
Oleh: Ilam Maolani
Tahun 1960-1965, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tasikmalaya diketuai oleh seorang pengusaha keturunan China Muslim, yaitu HM Bahaudin. Dilahirkan di Ciamis pada tahun 1910 dari pasangan Ibu Rawita dan Bapak Madhafi. Ayahnyalah yang merupakan keturunan China. Nama asli ayahnya adalah Yong A Poi. Nama asli M. Bahaudin sebelum masuk Islam adalah Yong A Cang.
Awal mula ketertarikan M Bahaudin kepada Muhammadiyah adalah sejak ada seorang Mubaligh Muhammadiyah (Ustadz Taufik Ali) mengajari mengaji keluarganya. Seiring dengan waktu, pelan-pelan tapi pasti, akhirnya atas dorongan dan inspirasi dari Ustadz Taufik Ali, beliau menjadi anggota Muhammadiyah.
Pada tahun 1960, melalui Musyawarah Muhammadiyah yang bertempat di Komplek Perguruan Muhammadiyah Jalan Rumah Sakit Tasikmalaya, M Bahaudin terpilih menjadi Ketua PDM Tasikmalaya periode 1960-1965. Pada masanya, terdapat dua program kerja yang menjadi andalannya, yaitu program di bidang pendidikan dan tabligh.
Pada bidang pendidikan, dibangun dua lantai sekolah PGA (Pendidikan Guru Agama) yang berlokasi di Komplek Perguruan Muhammadiyah Jalan Rumah Sakit Tasikmalaya. Dalam rangka membantu kelancaran pembangunannya, beliau menjual mobil kesayangan satu-satunya yaitu Mobil Jeep Willys. Sebelum dijual, Mobil Jeep Willys sering menjadi kendaraan untuk keperluan dakwah Muhammadiyah ke berbagai tempat, seperti ke Kawalu, Singaparna, Cibalanarik, Tanjungkerta Ciawi, Sukahening, Ciamis, dan daerah lainnya.
Pada tahun 1965, beliau berpikir dan bertekad untuk membeli tanah dan membangun masjid yang langsung diwakafkan kepada Muhammadiyah. Dengan bermodalkan menjual dua truk miliknya, beliau membeli tanah seluas 223 meter persegi di dekat rumahnya dan membangun masjid yang diberi nama Masjid Al-Manar, tepatnya di Jalan KHZ. Mustafa No. 276 Tasikmalaya. Waktu itu masjid belum didesain untuk dua lantai atau lebih. Cukup bangunan masjid biasa.
Di samping diperuntukkan bagi umum, semua karyawan Bengkel Karoseri Papandayan (bengkel milik beliau) yang berjumlah 50 orang diwajibkan untuk melaksanakan ibadah di masjid ini. Yang unik dan menarik, setiap menjelang gajian tiap Hari Kamis, semua karyawan dikumpulkan di masjid. Setelah shalat Dzuhur diadakan pengajian sampai waktu Ashar tiba.
Setelah shalat Ashar berjamaah baru dibagikan gaji kepada para karyawan. Dari pengajian karyawan inilah selanjutnya berkembang menjadi pengajian umum. Adapun pengajian khusus untuk anak-anak dilaksanakan setiap hari setelah shalat Maghrib.
HM Bahaudin termasuk sosok yang ramah, dermawan, dan dikenal luas pergaulan serta relasinya. Bukan hanya sebagai pengusaha, beliau pun sering mengisi ceramah, imam dan Khatib Jum’at di Masjid Al-Manar. Perjuangan dan pengorbanan beliau terhadap Muhammadiyah sangatlah besar. Kedermawanan beliau tampak ketika mewakafkan tanahnya dibangun Masjid AlManar untuk Muhammadiyah. Lalu beliau menjual tanah sawah yang terletak di belakang Showroom Toyota Sinar Mas (masih di Jalan KHZ. Mustafa).
Hasil penjualannya dibelikan tanah di daerah Jalan BKR Dadaha Kota Tasikmalaya dan tanah tersebut langsung diwakafkan untuk Muhammadiyah. Di atas tanah wakaf itulah dibangun TK Aisyiyah dan Kantor Aisyiyah sekarang. Bukan hanya mewakafkan tanah yang dibangun Masjid Al-Manar dan TK serta Kantor Aisyiyah, keluarga beliaupun ikut membantu dalam pendanaan pembangunannya. Lebih dari itu, ketika Pesantren Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya akan dibangun pata tahun 1996-1997, keluarga beliau ikutserta mewakafkan tanahnya untuk keperluan pendirian pesantren.
Bersamaan dengan pembangunan Masjid Al-Manar di Kota Tasikmalaya, beliau juga membangun sebuah masjid dan madrasah di Imbanagara Kab. Ciamis, di atas tanah miliknya. Khusus di masjid itu diadakan pengajian umum setiap Malam Jum’at dan lagi-lagi para mubaligh pengisi pengajiannya berasal dari Ustadz-ustadz Muhammadiyah.
Dikarenakan sering bergaul dengan HM Bahaudin dan terinspirasi kedermawanan beliau, H Asik yang merupakan kolega dekatnya, membangun sebuah masjid di Jalan Gunung Pereng Tasikmalaya, yang diberi nama Masjid At-Taqwa. Masjid ini digunakan setiap hari untuk shalat berjamaah yang lima waktu, pengajian rutin setiap Hari Ahad dan penyelenggaraan shalat Jum’at. Pada setiap momen Idul Adha, keluarga HM Bahaudin menyembelih beberapa ekor sapi dan dagingnya dibagikan kepada semua warga dengan tidak memandang apakah warga itu Muhammadiyah atau bukan. Yang pasti dagingnya harus disebarkan kepada umat Islam.
Inspirasi kedermawanan beliau terhadap Muhammadiyah, dua di antaranya berasal dari dorongan atau motivasi H Taufik Ali yang sering mengisi pengajian di Masjid Al-Manar, serta pemahaman dan perenungan beliau terhadap Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 177, Al-Isra ayat 23-37, dan Al-Furqon ayat 63-77. Ketiga surat ini sering menjadi materi kajian Ustadz Aen pada pengajian di Kampus Perguruan Muhammadiyah, dan beliau menjadi salah seorang pendengarnya. Saking cintanya pada Surat-surat tersebut, beliau sering membacanya ketika menjadi imam shalat dan membahasnya pada waktu beliau menjadi pengisi ceramah atau Khatib Jumat di Masjid Al-Manar.
Keluasan pergaulan beliau sangat kentara, bukan hanya dengan warga pribumi (yang notabene warga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama) tetapi juga dengan warga Etnis China, terutama para pengusaha China yang ada di Tasikmalaya. Semua pengusaha China Tasikmalaya mengenal sosok beliau. Melalui interaksi dan komunikasi HM Bahaudin yang ramah dan menyejukkan dengan mereka, maka ada beberapa pengusaha China yang tertarik terhadap Islam dan pada akhirnya masuk Islam, seperti Pemilik Toko Minyak Sereh (Chong Lie) di Jalan KHZ. Mustafa, Pemilik Toko Sinar Galih (Ending) di Jalan Nagarawangi.
Para Tokoh Pimpinan Pusat Muhammadiyah seperti Kasman Singodimedjo, Safrudin, dan Ibrahim Adjie, pernah berkunjung ke rumah beliau. Beliau sangat dekat dengan tokoh NU terkenal di Tasikmalaya, H. Sayudi. Beliau cukup akrab dengan Pimpinan Pesantren Miftahul Huda Manojaya, KH Khoer Affandi. Beliau sering mengikuti pengajian di pesantrennya dan bersilaturahmi ke rumahnya, pun KH Khoer Affandi sering bersilaturahmi ke rumahnya yang di dekat Masjid Al-Manar.
Kecintaan beliau kepada Muhammadiyah, juga dibuktikan dengan memasukkan semua anaknya ke lembaga pendidikan Muhammadiyah. Ada yang di SMP Muhammadiyah Tasikmalaya, PGA Muhammadiyah Tasikmalaya, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, dan Muallimat Yogyakarta. Putrinya yang bernama Hj. Nunung Mu’minah pernah menjadi Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Tasikmalaya.
Tahun 1961-1962, Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah mengalami kesulitan untuk membuat perangkat drumben. Tanpa berpikir panjang, M Bahaudin membuat dua perangkat alat drumben di bengkelnya langsung. Satu perangkat untuk Pemuda Muhammadiyah dan satu perangkat lagi untuk Nasyiatul Aisyiyah.
Acara-acara Muhammadiyah waktu itu sangat meriah karena diiringi oleh pasukan drumben Pemuda Muhammadiyah dan NA. Pada tanggal 17 Agustus 1964, ada acara pawai. Barisan-barisan Ormas Islam pun ikut pawai dan barisan paling depannya adalah pasukan drumben Muhammadiyah. Pasukan drumben Muhammadiyah bersaing dengan pasukan drumben dari PKI (sekretariat drumben PKI di daerah Gunung Pereng Tasikmalaya). Pawai itu dinilai oleh panitia dan barisan pasukan drumben Muhammadiyah meraih Juara 1.
Pada tahun 1982 beliau wafat di usia 72 tahun. Wafat ketika membuat kusen untuk disumbangkan kepada Panitia Rehab Masjid At-Tanwir di Komplek Perguruan Muhammadiyah.
Ilam Maolani, Pegiat Literasi Muhammadiyah Kota Tasikmalaya
Sumber: Majalah SM Edisi 5 Tahun 2020