America First Donald Trump
Oleh: Bambang Cipto
Donald Trump mungkin presiden Amerika yang paling kontroversial dan inkonsisten dalam menjalankan kebijkana luar negerinya. Bahkan akhir-akhir ini Trump seperti membuka kotak Pandora dan membuat banyak persoalan dunia semakin rumit. Pada awal pemerintahnya Trump memutuskan untuk meninggalkan TPP yang banyak diharapkan negara-negara Asia Pasifik untuk memperbaikiki perekonomian mereka. Harap maklum negara-negara di kawasan Asia Pasifik cenderung ingin dekat dengan Amerika dalam bidang ekonomi dan perdagangan karena Amerika merupakan pasar sangat besar. Pangsa pasar inilah yang diharapkan dapat diperoleh melalui TPP yang didukung Obama.
Trump ternyata cenderung mengubah apapun yang menjadi kesepakatan Obama dan negara-negara lain. Trump rajin menyalahkan Obama sebagai penyebab segenap persoalan yang menghadang Amerika saat ini. Termasuk TPP yang didukung Obama pun dihapus dari agenda politik luar negeri Amerika. Bagi Trump, TPP sangat merugikan Amerika karena banyaknya negara-negara kecil yang mendapatkan manfaat langsung dari perjanjian multilateral (TPP) sementara Amerika selaku pemilik pasar justru dirugikan. Trump sejak awal tahun 2017 memang menyatakan dukunganya terhadap perjanjian dagangan bilateral dan menolak perjanjian multilateral.
Dalam berbagai kesempatan Trump selalu menekankan pentingnya perjanjian perdagangan bilateral. Karena perjanjian ini menurut Trump bakal memberi manfaat lebih besar bagi Amerika dengan kekuatan ekonominya yang besar Amerika dapat menekan negara-negara kecil yang mengharapkan pangsa pasar Amerika dan berbagai manfaat lainya. Apalagi Trump juga terobsesi oleh strategi America First yang dicanangkannya agar Amerika lebih banyak mendapatkan untung secara ekonomi. Trump berharap strategi tersebut akan mendapatkan manfaat ekonomi guna memberi pekerjaan bagi buruh kulit putih yang banyak menjadi pengangguran.
Strategi Amerika First ini juga diterapkan dalam berhubungan dengan negara-negara maju khususnya negara-negara yang banyak mengekspor mobil ke Amerika. Trump mengancam akan menaikkan tarif semakin tinggi untuk mobil impor dari Jepang dan Jerman. Trump merasa gusar karena lebih banyak mobil Jerman yang berada di Amerika daripada mobil Amerika yang dibeli orang-orang Jerman. Persoalan ini sangat serius bagi kedua negara walaupun mereka sudah sempat bertemu.
Hubungan Presiden Trump dan Kanselir Jerman Angela Markel agak tegang karena berbagai pernyataan Trump. Pertama, kasus mobil impor dari Jerman padahal Merkel mengingatkan bahwa mobil-mobil tersebut diproduksi di Amerika dan menggunakan tenaga kerja Amerika. Kedua, Trump meminta anggota NATO untuk segera membayar iuran tahunan yang sudah disepakati bersama. Bagi negara-negara Eropa yang sedang berada pada krisis ekonomi persoalan ini sangat sensitif.
Mereka menganggap Trump kurang serius dalam memimpin NATO dan memandang rendah kondisi ekonomi yang memburuk dikawasan Eropa saat ini. Ketiga, keputusan Trump untuk mundur dari Perjanjian Paris yang didukung Obama menimbulkan kegusaran negara-negara Eropa. Amerika merupakan negara dengan industri yang sangat polusinya. Dengan meninggalkan Perjanjian Paris polusi dunia sudah tentu sulit dikurangi. Tiga persoalan ini merupakan hal-hal yang menciptakan persoalan baru bagi hubungan Amerika dan Eropa pada tahun pertama kepresidenan Trump.
Persoalan mutakhir yang menimbulkan kegemparan dunia internasional adalah pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Pengakuan ini ditentang oleh negara-negara Timur Tengah dan mayoritas negara-negara Eropa. Uni Eropa pada umumnya tidak setuju dengan pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Para pemimpin Timur Tengah khususnya Presiden Palestina, Mesir dan dan Raja Yordan mengkhawatirkan terjadinya hal-hal yang tak diinginkan dalam perjanjian Israel-Palestina. Bukan tidak mungkin akan terjadi peningkatan radikalisasi di kawasan Timur Tengah sebagai akibat pengakuan tersebut.
Pendeknya Trump memang tanpa sadar membuka kotak Pandora karena dalam tahun pertama pemerintahanya begitu banyak kontroversi internasional yang diciptakannya. Yang pasti perjanjian Israel-Palestina tampaknya akan semakin kabur dan tidak jelas karena Amerika yang selama ini sebagai mediator justru memihak Israel secara terbuka. Trump yang tertekan oleh lawan-lawan politiknya memanfaatkan isu Jerusalem yang justru membuat kegemparan didunia internasional.
Bambang Cipto, Penulis adalah dosen Fisipol UMY
Sumber: Majalah SM Edisi 1 Tahun 2018