Panggilan Kemanusiaan
Ajaran agama yang murni lebih dekat dengan panggilan kemanusiaan. Agama, Islam, mengajarkan agar mengajari dan mendidik manusia agar manusia terbebas dari kebodohan. Menjadi manusia pandai dan terdidik, yang dengan demikian dia pun terbebas dari ketergantuingan nasibnya pada orang lain.
Agama Islam juga mengajarkan agar orang yang lapar diberi makan, orang yang tidak punya pekerjaan diberi pekerjaan. Tujuannya agar manusia terbebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Agama pun mengajarkan agar anak yatim yang tidak punya pelindung (orang tua) disantuni dan dilindungi sehingga hidup dan masa depannya jelas. Anak yatim diharapkan terbebas dari ketidakpastian nasibnya di masa depan. Agama juga mengajarkan agar manusia yang sakit dan kurang sehat ditolong, diobati dan disehatkan hidupnya.
Agama pun mengajarkan agar manusia dibebaskan dari kejatuhan moralnya. Agama mengembalikan agar manusia tetap menjadi manusia, punya moral, punya akhlak, punya perilaku sebagai manusia yang bermatabat. Dengan demikian ajaran agama dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari perilaku binatang yang tuna kemanusiaan.
Bukankah Nabi Muhammad s.a.w sendiri bersabda bahwa misi utama dia diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan keutamaan atau kehormatan akhlak manusia? Dengan demikian ajaran agama memang kompatibel terhadap langkah pemanusiaan manusia sehingga menjadi manusia yang beradab. Memiliki adab sebagaimana manusia.
Muhammadiyah didirikan oleh KHA Dahlan juga untuk maksud-maksud yang mulia seperti itu. Pada langkah awalnya dulu Muhammadiyah mendidik dan menyiapkan tenaga pendidik untuk membebaskan masyarakat dan umat dari kebodohan. Muhammadiyah juga mendirikan rumah sakit untuk membebaskan masyarakat dari derita sakit dan keterrpurukan fisiknya. Muhammadiyah juga membebaskan orang-orang miskin dengan memberi keterampilan dan pekerjaan, dan memberikan sumbangan untuk modal usaha.
Dengan mempraktikkan zakat, infak dan sedekah Muhammadiyah pun membebaskan masyarakat miskin dari kelaparan. Para anak yatim yang nyaris tanpa pelindung dilindungi Muhammadiyah dan disantuni di panti asuhan. Dan untuk mencerdaskan masyarakat, Muhammadiyah melakukan gerakan literasi, mendirikan Taman Poestaka dan kursus-kursus di banyak tempat. Muhammadiyah juga menerbitkan buku dan majalah.
Lantas apa titik temu antara Muhammadiyah dengan Kasultanan Yogyakarta sehjingga Sri Sultan Hamengku Buwono VII sangat mendukung berdirinya Muhammadiyah? Titik termunya adalah pada panggilan kemanusiaan. Sebab Sultan HB VII yang dikenal sebagai Sultan Sugih atau sultan yang kaya karena tanah-tanah Kasultanan disewa oleh pengusaha Belanda untuk pabrik gula dan perkebunan, saat itu merasakan betul bagaimana sesungguhnya rakyat bawah sangat menderita. Rakyat bawah banyak yang belum menikmati pendidikan, banyak yang sulit ekonominya dan rendah kualitas kesehatannya. Untuk bertindak langsung menolong rakyat kecil, Sultan tersandera dengan berbagai halangan yang diterapkan oleh Belanda.
Ketika bertemu dengan KHA Dahlan, dia melihat ada bakat dari Kiai ini untuk menolong rakyatnya dari kebodohan, kemelaratan dan keterbelakangan. Oleh karena itu Sultan HB VII mendukung, bashkan memberi kemudahan bagi KHA Dahlan dan pengikutnya untuk mendirikan dan menggerakkan Muhammadiyah. Sultan memberi fasilitas yang banyak sehingga Muhammadiyah pun dapat berkembang cepat. (Mustofa W Hasyim)
Sumber: Majalah SM Edisi 3 Tahun 2018