Kemerdekaan RI dan Palestina
Oleh: Safrin Octora
Tahun ini Republik Indonesia yang kita cintai telah berusia 76 tahun, setelah proklamasi kemerdekaan yang dikumadangkan Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Wujud dari kemerdekaan itu, Indonesia memiliki pemerintah sendiri yang bertujuan untuk memakmurkan dan mensejahterakan seluruh rakyat.
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, mendapat dukungan penuh dari banyak negara. Negara-negara yang pada awalnya memberikan dukungan adalah negara negara yang berada di Kawasan jazirah Arab, salah satunya Mesir yang memberikan pernyataan mendukung secara resmi pada 22 Maret 1946.
Meskipun secara resmi, Mesir adalh negara pertama yang mendukung secara resmi kemeredekaan Republik Indonesia, namun jauh sebelum itu tepatnya pada 6 September 1944, semangat kemderdekaan Indonesia tersebut telah mendapat dukungan penuh dari Palestina. Mufti Palestina Sykeh Muhammad Amin Al Husaini dan Muhammad Ali Taher seorang saudagar kaya Pestina telah menyiarkan dukungan rakyat Palestina untuk kemerdekaan Indonesia melalui siaran radio dan media berbahasa Arab. Bahkan saudagar kaya Palestina itu menghibahkan hartanya untuk mendukung kemerdekaan Indonesia (Diplomasi Revolusi Indonesia, karangan M. Zein Hassan).
Salah satu tujuan dari kemerdekaan Indonesia, adalah memiliki pemerintah sendiri yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu, adalah melalui program pendidikan. Tingkat pendidikan yang merata di negara kita, telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada sisi lain, rasanya tidak ada lagi rakyat di Indonesia ini yang masih buta huruf. Ini disebabkan karena program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah merupakan upaya untuk menuntaskan pelajaran bagi anak usia sekolah agar dapat menyelesaikan pendidikan dasar selama 6 tahun dan pendidikan menengah selama 3 tahun.
Semangat mencerdaskan bangsa melalui pendidikan tidak hanya milik pemerintah, namun juga didukung oleh unsur masyarakat melalui lembaga pendidikan swasta. Salah unsur masyarakat yang memiliki peran mencerdaskan kehidupan bangsa adalah Muhammadiyah. Organisasi dakwah keagamaan yang didirikan oleh Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1912, memiliki 10.381 lembaga pendidikan sejak dari TK, SD, SMP, SMA, Pondok Pesantren, hingga Perguruan Tinggi yang tersebar sejak dari Aceh hingga Papua.
Dari jumlah lembaga pendidikan yang banyak itu, tidak dapat dipungkiri, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan memiliki pengalaman yang cukup kuat di bidang pendidikan. Namun pengalaman yang kuat itu, seharusnya tidak hanya berlaku di dalam negeri, namun juga harus dirasakan manfaatnya oleh negara lain yang membutuhkan.
Salah satu negara yang membutuhkan dukungan sarana pendidikan dari persyarikatan Muhammadiyah adalah Palestina. Konflik yang berkepanjangan di Palestina menyebabkan banyak rakyat Palestina harus mengungsi ke negara lain, salah satunya adalah Lebanon. Posisi sebagai pengungsi, jelas sangat tidak memungkinkan bagi rakyat Palestina untuk mendapatkan pendidikan yang seharusnya. Apalagi Lebanon sedang mengalami turbulensi ekonomi yang mengarah kepada negara gagal. Sehingga jangankan untuk memikirkan pendidikan pengungsi Palestina, untuk rakyatnya sendiri Lebanon sedang mengalami kesulitan.
Kondisi tanpa pendidikan, jelas akan berakibat buruk kepada pengungsi Palestina di masa depan. Kekurangan pendidikan atau bahkan ketiadaan pendidikan, jelas akan membawa rakyat Palestina di pengungsian ke dalam penderitaan yang panjang. Industri industri modern, jelas membutuhkan sumber daya yang memiliki pendidikan. Ketiadaan pendidikan, akan mengakibatkan generasi generasi Palestina berikutnya akan terjebak dalam posisi posisi kuldesak, yang tidak mampu membangkitkan marwah pribadi dan marwah negara. Sehingga keberadaan Palestina sebagai negara bukan tidak mungkin akan sirna dari peta dunia.
Dengan demikian rencana persyarikatan Muhammadiyah untuk membangun sekolah kedua bagi pengungsi Palestina di Lebanon perlu diacungi jempol. Adanya sekolah ini jelas merupakan kiprah Muhammadiyah dalam aspek kemanusiaan yang bernuansa lintas negara. Dengan kata lain, Muhammadiyah tidak hanya memikirkan pendidikan anak bangsa sendiri, tetapi juga pendidikan anak bangsa negara lain.
Sejatinya pembangunan sarana pendidikan untuk pengungsi Palestina di Lebanon, tidak hanya dilakukan oleh persyarikatan Muhammadiyah, tetapi oleh lembaga pendidikan lain yang ada di Indonesia, bahkan oleh pemerintah sendiri. Karena jumlah pengungsi Palestina di Lebanon mencapai 40.000 jiwa, membutuhkan banyak ruang ruang kelas untuk meningkatkan pendidikan para pengungsi.
Lagi pula memberikan kontribusi dengan membangun sarana pendidikan untuk pengungsi Palestina, tidak hanya wujud untuk meningkatkan kesejahteraan dan perbaikan masyarakat dunia, tetapi adalah bentuk balas budi kepada Palestina.
Nun puluhan tahun yang lalu Palestina mendukung kemerdekaan Indonesia. Sekarang saatnya kita membalas kebaikan itu dengan membangun sarana pendidikan untuk anak anak pengungsi Palestina di Lebanon.
Safrin Octora, Anggota Muhammadiyah & Dosen Komunikasi USU