Mengangkat Anak Kembar sebagai Anak Asuh

Mengangkat Anak Kembar Sebagai Anak Asuh

Mengangkat Anak Kembar Sebagai Anak Asuh

Pertanyaan:

Bagaimana hukum mengangkat anak kembar sebagai anak asuh? Apakah harus diasuh secara bersama oleh satu orang tua asuh atau boleh dipisahkan dengan berbeda orang tua asuh?

Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah (disidangkan pada Kamis, 13 Rajab 1442 H / 25 Februari 2021 M)

Jawaban:

Anak merupakan anugerah sekaligus amanah yang diberikan Allah swt kepada keluarga. Dengan demikian keluarga atau orang tua wajib memenuhi hak-hak anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat, mendapatkan pendidikan yang baik, lingkungan (bī’ah) yang sehat dan juga mendapat asupan gizi yang cukup, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt,

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ [البقرة (2): 233].

Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya maka tidak ada dosa atas keduanya. Jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan [Q.S. al-Baqarah (2): 233].

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ [التحريم (66): 6].

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan [Q.S. at-Taḥrīm (66): 6].

Hadis Nabi saw,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه [رواه البخاري ومسلم].

Dari Ibnu Umar (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin, dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang pelayan adalah pemimpin di dalam harta majikannya, dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam harta ayahnya, dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, maka tiap-tiap dari kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya [H.R. al-Bukhārī dan Muslim].

Pengasuhan utama bagi anak dibebankan kepada keluarga inti juga ditegaskan dalam Hukum formal di Indonesia:

  1. Kompilasi Hukum Islam Pasal 77 ayat 3: “Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikannya.
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dalam Pasal 9 menegaskan bahwa “Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun social.”
  3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap anak berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri”.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak Pasal 2 (dua) disebutkan bahwa tujuan pengasuhan anak adalah agar terpenuhinya pelayanan dasar dan kebutuhan setiap anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak sipil anak; dan diperolehnya kepastian pengasuhan yang layak bagi setiap a

Namun dalam kenyataannya, tidak semua anak mendapatkan pengasuhan yang baik dan sehat di dalam keluarga inti tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya:

  1. Kondisi ekonomi keluarga yang tidak mencukupi untuk menghidupi keluarga (fakir)
  2. Rendahnya pengetahuan (pendidikan) keluarga atau orang tua
  3. Lingkungan masyarakat sekitar yang tidak sehat
  4. Terjadinya perceraian atau
  5. Salah satu dari suami istri meninggal dunia sehingga suami atau istri (menjadi orang tua tunggal) tidak lagi mampu mengasuh anak dengan baik.

Bagi anak-anak yang kurang mendapatkan pengasuhan dari keluarganya tersebut, menjadi kewajiban umat Islam untuk memberikan pengasuhan [Q.S. al-Baqarah (2): 220]. Pengasuhan oleh selain keluarga inti juga ditegaskan dalam Hukum formal di Indonesia:

  1. Undang-Undang Kesejahteraan Anak Pasal 4 dijelaskan pula bahwa pengasuhan alternatif dilakukan jika orangtua tidak lagi mampu melakukan pengasuhan. Adapun bunyi pasalnya: 1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan; (2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (2). Pasal 5 (1) Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
  2. Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 7 ayat 2 menyebutkan bahwa “Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Selanjutnya Pasal 14, “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.”

Bagi orang tua yang tidak mampu sebagaimana faktor-faktor di atas (poin 1, 2, 3 atau 4), pola asuh dapat dilakukan dengan pengasuhan alternatif sebagai berikut:

  1. Kinship care yaitu pengasuhan oleh keluarga besar yang masih memiliki hubungan darah. Rasulullah dahulu diasuh oleh pamannya, Abū Ṭālib.
  2. Foster care yaitu pengasuhan yang dilakukan oleh keluarga di luar kerabat. Rasulullah dahulu dititipkan kepada Halimatus Sa’diyah untuk mendapatkan pengasuhan dan persusuan walaupun Halimah bukan kerabat dekat.
  3. P Perwalian sebagaimana disebutkan dalam UU Perlindungan Anak Pasal 33 yaitu jika orangtua tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai Wali dari Anak yang bersangkutan. Penetapan wali ditetapkan melalui pengadilan. Wali yang dimaksud dapat mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan seagama dengan anak.
  4. Pengangkatan anak. Pengangkatan anak menggunakan prinsip orang tua angkat seagama serta tidak memutus nasab dengan orang tua kandung. Aturan terkait pengangkatan anak terdapat dalam UU Perlindungan Anak Pasal 39 s.d. pasal 41, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Permensos Nomor 110/HUK/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, dan Perdirjen Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Prosedur Pengangkatan Anak. Baik kinship care, foster care, perwalian, dan pengangkatan anak merupakan upaya pengasuhan alternatif sebagai upaya continuum care atau menjaga keberlangsungan pengasuhan dan tetap berbasis keluarga. Pengasuhan alternatif berbasis keluarga akan lebih baik bagi tumbuh kembang anak karena orang tua pengganti lebih fokus pada anak asuh.
  5. Pengasuhan alternatif yang menjadi pilihan terakhir adalah anak ditempatkan di dalam lembaga dalam hal ini Panti Asuhan (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak / LKSA).

Pengasuhan anak dalam hal ini bisa dilakukan dengan tiga model pengasuhan sebagai berikut:

  1. Memberikan bantuan finansial atau biaya Pendidikan (beasiswa) kepada anak tersebut dengan tetap membiarkan anak berada dalam pengasuhan keluarganya. Sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak pasal 6 ayat 2: “Pengasuhan anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi prioritas utama dan dilakukan berbasis keluarga.
  2. Menempatkan anak di Panti Asuhan (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak / LKSA). Penempatan di Panti Asuhan merupakan alternatif terakhir setelah pengasuhan berbasis keluarga tidak dimungkinkan. Syarat pengasuhan di luar keluarga sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak: “Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak dilakukan dengan persyaratan:
  3. Orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial;
  4. Orang tuanya dicabut kuasa asuhnya berdasarkan penetapan pengadilan; dan/atau
  5. Anak yang memerlukan perlindungan khusus”.
  6. Pengasuhan dengan cara pengangkatan anak atau orang tua asuh. Pengasuhan anak harus menyesuaikan agama keluarga anak yang bersangkutan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak Pasal 4: “Dalam hal Lembaga Asuhan Anak berlandaskan agama, Anak yang diasuh harus seagama dengan agama yang menjadi landasan Lembaga Asuhan Anak yang bersangkutan, dan Pasal 5: “Dalam hal Lembaga Asuhan Anak tidak berlandaskan agama maka pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan”.

Terkait pola asuh bagi anak kembar, maka pola asuh yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Apabila orang tuanya masih hidup, namun dikategorikan tidak mampu secara ekonomi untuk membiayai anaknya, maka pola asuh yang diterapkan adalah model yang pertama yaitu memberikan bantuan finansial atau biaya pendidikan (beasiswa) kepada anak kembar tersebut dengan tetap membiarkan anak berada dalam pengasuhan keluarganya.
  2. Namun apabila kedua orang tuanya tidak lagi dapat mengasuh anaknya, baik karena sedang berhadapan dengan kasus hukum atau karena meninggal dunia, maka pengasuhan anak dapat dilakukan dengan pengasuhan alternatif kinship care yaitu pengasuhan oleh keluarga besar yang masih memiliki hubungan darah
  3. Jika pengasuhan kinship care tidak bisa dilakukan maka pola asuh alternatif berikutnya adalah foster care, perwalian, pengangkatan anak, dan alternatif terakhir anak ditempatkan di dalam lembaga dalam hal ini Panti Asuhan (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak / LKSA).

Adapun terkait dengan masalah apakah pengasuhan anak kembar atau saudara kandung (tidak kembar) harus tetap bersamaan atau dapat dipisahkan, menurut hemat kami tergantung kepada pertimbangan kemaslahatan bagi mereka (anak-anak). Bila kebersamaan mereka dapat memberikan dampak positif bagi tumbuh kembang mereka, maka tidak boleh dipisahkan, begitupula sebaliknya.

Khusus berkenaan dengan anak kembar ini, secara teori ada dua macam kembar: yaitu kembar monozygot (kembar identik) dan kembar fraternal (kembar non identik). Kembar monozygot (kembar identik), yaitu berasal dari bersatunya sel telur dan satu sel sperma yang segera sesudah pembuahan terpisah menjadi dua. Anak kembar fraternal (tidak identik) adalah dua anak yang dilahirkan dari hasil pembuahan dua sel telur dan dua sel sperma yang memungkinkan memiliki penampilan fisik dan jenis kelamin yang berbeda. (B. Elizabeth Hurlock, 2013. Perkembangan Anak: Edisi Keenam. (Jakarta:Erlangga, 2013), hlm. 59)

Anak kembar identik mempunyai kesamaan dalam penampilan fisik, dan cenderung memiliki kesamaan dalam karakter. Anak kembar yang mempunyai kemiripan atau kesamaan perilaku lebih banyak terjadi pada kembar identik (mirip secara genetik), dibandingkan dengan kesamaan perilaku pada anak kembar fraternal (kembar nonidentik). Meskipun pada kembar fraternal (kembar nonidentik) yang juga dikandung bersama dalam satu rahim, tetapi mereka secara genetik tidak lebih mirip dibandingkan kakak beradik. (W. John Santrock, Life-Span Development: Perkembangan Masa-Hidup:Edisi Kesebelas: Jakarta: Erlangga, 2012, I: 80)

Pada kembar identik, karena berasal dari satu ovum (sel telur) dan satu spermatozoan (sel sperma) maka selalu mempunyai jenis kelamin dan penampilan fisik yang sama. Sedangkan pada kembar non identik, karena berasal dari dua ovum (sel telur) dan dua spermatozoan (sel sperma) maka memungkinkan mempunyai jenis kelamin yang sama maupun berbeda dan mempunyai penampilan fisik yang berbeda.

Persamaan mental antara kembar identik lebih banyak daripada antara kembar nonidentik, dan keadaan ini terus berlangsung sampai dewasa atau tua. Anak kembar identik juga memperlihatkan persamaan-persamaan yang kuat dalam hal kemampuan khusus, seperti bakat musik dan artistik. Pada anak kembar yang berasal dari satu sel telur dan memiliki jenis sama biasanya mereka memiliki intelegensi yang sama atau tidak jauh apabila mereka dibesarkan pada tempat, kondisi lingkungan gen yang sama.

Pada anak kembar identik, karena sejak lahir mereka memiliki gen yang sama maka kecerdasan mereka akan cenderung sama, sedangkan pada kembar fraternal (tidak identik) yang berjenis kelamin berbeda cenderung tumbuh menjadi anak yang memiliki kecerdasan yang berbeda, karena jenis kelamin anak mempengaruhi pola asuh orang tua, kondisi tersebut membentuk anak menjadi sepasang kembar yang berbeda. (B. Elizabeth Hurlock…, hlm. 33)

Tidak ada perbedaan kemandirian dalam pengambilan keputusan antara kembar identik maupun kembar fraternal (nonidentik). Ada perbedaan kemandirian dalam pengambilan keputusan antara remaja kembar pria dan wanita, remaja kembar pria lebih mandiri dibandingkan remaja kembar wanita. Ada hubungan yang positif antara persepsi ibu terhadap anak kembar dan kemandirian dalam pengambilan keputusan, ibu yang mempersepsikan bahwa anak kembarnya adalah individu yang berbeda dalam banyak hal anak cenderung memberikan perlakuan yang membuat anak kembarnya menjadi individu yang mandiri, daripada ibu yang mempersepsikan anak kembarnya sebagai individu yang sama dalam banyak hal. (Herlina Murdiastuti,  Kemandirian dalam Pengambilan Keputusan pada Remaja Kembar Ditinjau dari Jenis Kembar, Jenis Kelamin dan Persepsi Ibu terhadap Anak Kembar. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi. UNIKA Semarang, 2000)

Kondisi pengasuhan pada anak kembar, orangtua selalu memberikan perlakuan yang sama pada anak dan menganggap anak seolah-olah individu yang sama baik dalam karakteristik maupun kepribadiannya, hal ini akan berdampak pada perkembangan kemandirian dalam melakukan aktivitas atau kegiatan sehari-hari anak di masa mendatang. (Lita Latiana, Bahan Ajar: Pendidikan Anak dalam Keluarga. Semarang: Unnes Semarang, 2010, hlm. 23)

Pola pengasuhan zaman sekarang sudah mulai berkembang dan menempatkan anak sejajar dengan posisi orang tua, dan menghargai anak sebagai masing-masing individu yang berbeda. Penelitian ini mematahkan pandangan tradisi atau masyarakat zaman dahulu yang menganggap bahwa anak kembar itu sama, maka mereka harus diperlakukan sama dalam segala hal dan setiap aktivitasnya, seperti: dalam pemberian pakaian, pemberian makan dan minum, bermain, dan lain sebagainya.

Pola pengasuhan yang diterapkan adalah demoktratis dan otoriter terhadap anak kembarnya, dengan pola pengasuhan tersebut diharapkan anak mengerti hal-hal yang harus mereka patuhi dengan adanya beberapa peraturan yang dibuat oleh orangtua, namun masih dengan batasan tertentu, sehingga anak tidak akan merasa terbebani dalam mematuhi peraturan. Anak juga akan lebih dekat dan terbuka dengan orangtua karena orangtua tidak akan selalu menerapkan hukuman jika anak melanggar peraturan. Penerapan pola pengasuhan tersebut, menjadikan anak kembar menjadi pribadi memiliki rasa percaya diri yang kuat, memiliki konsep diri yang positif, berani mengambil keputusan sendiri sesuai keinginannya masing-masing.

Pemisahan anak kembar maupun saudara kandung (tidak kembar) memang masih menjadi perdebatan dalam masyarakat. Akan tetapi apabila memang tetap ingin memisahkan anak kembar atau saudara kandung, maka alangkah baiknya jika kedua anak kembar atau saudara kandung ini tetap harus sering diajak bermain bersama agar tetap saling mengenal satu sama lain dan merasa saling menyayangi dan melindungi layaknya saudara.

Apalagi saudara kembar biasanya memiliki insting atau feeling yang tajam antara satu sama lain sehingga akan sangat kasihan apabila mereka benar-benar dipisahkan, termasuk dalam hal komunikasi hingga dewasa nanti.  Jika tidak hati-hati memisahkan anak kembar misalnya dititipkan ke paman/bibinya atau yang masih ada hubungan saudara, dapat berdampak negatif.  Pasalnya hal itu akan memengaruhi kepribadian anak tersebut karena anak akan merasa dibuang. Biasanya kelak akan meninggalkan sakit hati atau perasaan terluka sangat dalam atau bisa juga dalam bentuk kemarahan yang dipendam.

Satu hal yang perlu diamati oleh orang tua adalah tidak membiarkan si kembar terlalu tergantung satu sama lain. Jadi, kalau si kembar di sekolah hanya mau bermain dengan saudara kembarnya, sehingga sulit bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain, maka mereka harus, ‘dipisah’. Memisahkan si kembar dalam kelas yang berbeda, si kembar akan belajar mandiri. “Anak kembar harus diberi pengertian bahwa mereka tidak selamanya akan selalu bersama. Suatu hari nanti mereka mungkin akan kuliah di tempat berbeda, lalu menikah dan tinggal di rumah yang berbeda.” Sangatlah penting bagi anak kembar melatih kemandirian dan membuka diri dengan lingkungan sekitar. Jangan sampai mereka menganggap tidak perlu bersosialisasi karena telah merasa ‘cukup’ dengan kehadiran kembarannya.

Meski disarankan untuk memperlakukan si kembar secara berbeda, namun tetap mengingatkan agar orang tua memberi ruang kebersamaan bagi mereka. Sebab, ada kalanya mereka butuh waktu untuk berdua. “Harus dimaklumi, anak kembar biasanya memang punya ikatan kuat dan terkadang memiliki cara berkomunikasi sendiri yang tidak dimengerti orang tua.”

Sedangkan pola asuh bagi anak yang orang tuanya sedang mendapatkan kasus hukum, maka pola asuh yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

  1. Apabila salah satu orang tuanya masih ada, namun dikategorikan tidak mampu secara ekonomi untuk membiayai anaknya, maka pola asuh yang diterapkan adalah model yang pertama yaitu memberikan bantuan finansial atau biaya pendidikan (beasiswa) kepada anak tersebut dengan tetap membiarkan anak berada dalam pengasuhan keluarganya.
  2. Apabila kedua orang tuanya tidak lagi dapat mengasuh anaknya, baik karena keduanya sedang berhadapan dengan kasus hukum atau karena meninggal dunia, maka pengasuhan anak dapat dilakukan dengan pengasuhan alternatif, kinship care yaitu pengasuhan oleh keluarga besar yang masih memiliki hubungan darah.
  3. Jika pengasuhan kinship care tidak bisa dilakukan maka pola asuh alternatif berikutnya adalah foster care, perwalian, pengangkatan anak, dan alternatif terakhir anak ditempatkan di dalam lembaga dalam hal ini Panti Asuhan (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak/LKSA).

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 11 Tahun 2021

Exit mobile version