Berlanjut Sebagai Pengurus Pimpinan Pusat IRM
Bagian 3: In Memoriam alm. Ustadz Munawwar Khalil, S.Ag., M.Ag. (1979-2021):
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Kembali kepada Munawwar Khalil. Setelah surat rekomendasi selesai saya siapkan, lalu dia datang mengambilnya ke kantor PWM Sulsel masih di Jalan Gunung Lompobattang. Kami sempat bincang-bincang sejenak dan meminta doa restu. “Doakan saya, Kak Fit”, katanya. Dia berangkat merantau melanjutkan pendidikan ke Yogya dalam usia 18 tahun. Saya teringat ketika berangkat merantau ke Ujung Pandang tahun 1990 dalam usia 16 tahun, setama SMP Negeri 1 Sipirok. Saat itu, saya sempat meminta dia nanti kalau sudah di Yogya, agar aktif di IRM.
Tentu saya ikut senang, bukan hanya karena dianya, juga disebabkan mengingat keberadaan Pesantren “Darul Arqam” yang didirikan orang tua kita dulu. Mereka mengharapkan akan ada kader ulama Muhammadiyah yang lahir dari sini. Saya berpikir, jika dia aktif di IRM Pusat, jalannya akan lebih baik. Menekuni karir di Muhammadiyah hingga ke jenjang pusat, tentu akan dengan sendirinya memperkuat harapan adanya ulama yang lahir dan besar melalui garis perjuangan Persyarikatan Muhammadiyah.
Sebagai sekolah pembibitan kader, Darul Arqam saat itu, memang tidak bisa dipungkiri, terjadi beberapa kasus yang menyita waktu, tenaga, pikiran yang melelahkan. Itu sudah berlangsung agak lama. Sejak saya menjadi staf awal tahun 1900-an, sudah sering diperbincangkan. Hampir dalam setiap rapat PWM Sulsel, selalu keberadaan pesantren ini menjadi agenda. Dengan keberangkatan tiga alumninya ke Yogyakarta melanjutkan pendidikan, setidaknya ada sesuatu yang diharap. Tentu ada nilai lebih. Minimal bisa menjadi contoh bagi adik-adiknya yang masih sekolah. Lebih dari itu adalah jalan untuk memenuhi harapan para tokoh Muhammadiyah yang mendirikan pesantren, sudah mulai lebih terbuka. Tentu saya juga berharap demikian.
Pada tahun 1997, yang bersamaan dengan keberangkatan Nawar ke Yogayakarta, oleh Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah telah menunjuk Sulawesi Selatan sebagai tempat dan panitia Muktamar yang akan diadakan tahun berikutnya, 1998. Sesuai ketentuan organisasi, semua wilayah sudah diminta untuk memasukkan nama-nama bakal calon formatur untuk dipilih dalam muktamar nanti. Kami sebagai tuan rumah tentu ingin memasukkan nama-nama yang berasal dari Sulawesi Selatan, selain dari pengurus IRM lainnya yang berasal dari wilayah lain.
Nama yang mencuat dari Sulawesi Selatan adalah Munawwar Khalil. Muncul persoalan, selain masih sangat muda, masih semester dua, pengalaman organisasinya juga masih minim. Masa dari pengurus Ranting mau dipaksakan masuk ke Pimpinan Pusat. Saat itu, kami masih sangat menjaga tradisi dan marwah organisasi. Dimana salah satu syarat untuk menjadi bakal calon Pimpinan Pusat adalah pernah menjadi pengurus wilayah. Sedangkan Nawar sama sekali belum pernah masuk pengurus wilayah. Tetapi kami tetap ingin ada kader Sulsel yang didorong masuk ke PP. Nama satu-satunya adalah Nawar.
Untuk memenuhi syarat formalnya, nama Nawar dimasukkan ke dalam pengurus wilayah. Tentu sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Kebetulan pada tahun 1997 itu juga akan dilaksanakan Konfrensi Pimpinan Daerah IRM di Kabupaten Sinjai, kampung halamannya Saudaraku Ilham Hamid DM. Dalam forum inilah nama Munawwar Khalil ditetapkan masuk sebagai pengurus wilayah, anggota bidang seni budaya. Setelah mendapat rekomendasi dari PWM Sulsel, lalu disahkan oleh PP IRM yang ditandatangani oleh M. Izzul Muslimin sebagai Ketua dan Setiawan Ar Rozi sebagai Sekretaris. Dengan demikian, syarat bagi Nawar untuk jadi bakal calon PP IRM sudah terpenuhi.
Dalam Muktamar tahun 1998 di Makassar, saya bertindak sebagai Sekretaris Panitia Lokal. Nama Nawar ikut dipilih sebagai calon formatur, namanya tidak masuk dalam daftar calon terpilih. Namun atas saran dari teman-teman, Nawar diusulkan masuk sebagai anggota pengurus PP IRM. Nawar dimasukkan sebagai anggota bidang seni-budaya. Memang Nawar punya kelebihan dalam seni, terutama menulis dan membaca puisi. Ketua PP IRM yang terpilih saat itu adalah saudaraku Taufiqurrahman, sedangkan Sekretarisnya adalah Raja Juli Antoni.
Jika Mas Taufiq sekarang aktif berdakwah melalui jalur pendidikan dan amal usaha Muhammadiyah setelah menyelesaikan Ph.D di Perth Australia Barat. Sedangkan Bang Toni aktif melaksanakan amar makruf nahi mungkar melalui jalur politik, terjun mendirikan sebuah partai politik, setelah sebelumnya menyelesaikan Ph.D di Brisbane Negara Bagian Queensland, Australia. Dia sempat satu kampus dengan kakak iparku, Muhammad Ilman, yang juga mengambil Ph.D. di the University of Queensland.
Dalam Muktamar berikutnya tahun 2000 di Jakarta, saya masih aktif di IRM Sulsel sebagai wakil ketua satu. Seperti biasa, sebelum Muktamar, wilayah sudah diminta untuk mengusulkan calon formatur dan calon ketua umum. Sebelumnya, dalam rapat pleno diperluas IRM Sulsel bersama pengurus daerah di Pantai Tope Jawa Kabupaten Takalar sekitar bulan April-Mei 2000, kami sudah sepakat mencalonkan Munawwar Khalil sebagai bakal calon ketua umum sekaligus sebagai bakal calon formatur, disamping nama-nama lainnya.
Muktamar di Pondok Gede Jakarta ini bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah, Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah. Sudah lazim dalam perhelatan musyawarah besar seperti ini, terjadi dinamika yang sangat cepat. Nama calon ketua umum sudah mengkrucut kepada satu nama. Raja Juli Antoni. Atas hal ini, terdapat teman dari Sulawesi Selatan lain yang sikapnya sudah mulai sedikit goyah, apakah tetap mencalonkan Nawar atau beralih ke Toni. Untuk memutuskannya, kami memanggil Nawar. Saya bersama Syahrir Rajab, Ketua PW IRM Sulsel saat itu, bertemu dengannya (bersambung).
Wollongong, 09 September 2021
Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar/Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia