Jalan Menjadi Ulama Semakin Terbuka
Bagian 4: In Memoriam alm. Ustadz Munawwar Khalil, S.Ag., M.Ag. (1979-2021)
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Dalam pertemuan tiga pasang mata pada salah satu ruangan di Asrama Haji itu, tiba-tiba muncul Mas Pramono U. Tantowi, sekarang sebagai anggota KPU. Dia datang sebagai panitia lokal lengkap dengan atribut panitia tergantung di lehernya, memantau keadaan di asrama haji. Kepada Nawar, kami meminta sikapnya. Apakah mundur dari pencalonan ketua umum atau tetap. Jawabannya, mengembalikan kepada kami, PW IRM Sulsel sebagai pihak yang mencalonkan. Akhirnya kami ambil keputusan bahwa Sulsel tetap konsisten, tetap mengajukan Nawar sebagai calon ketua umum. Tidak boleh mundur. Jangan ikut-ikutan dengan dinamika yang terjadi. Saya sendiri sadar bahwa Nawar akan sulit menang dalam muktamar ini.
Namun kesepakatan yang sudah diambil dalam rapat pleno diperluas IRM Sulsel harus tetap diperjuangkan. Bahwa jika pada akhirnya tidak berhasil, adalah persoalan lain. Itu bukan karena kalah, tapi karena suaranya belum cukup. Dan Nawar pun tetap maju sebagai calon ketua umum. Meskipun suaranya tidak signifikan, tetapi bagi kami, melaksanakan keputusan musyawarah adalah satu kemenangan.
Dalam Muktamar ini, meski tidak terpilih jadi ketua umum, Nawar tetap masuk sebagai calon formatur dan terpilih. Selesai Muktamar, beliau dipercaya sebagai pengurus dengan Jabatan Ketua Bidang ASK atau Apresiasi Seni dan Kebudayaan. Sedangkan Ketua Umumnya adalah Raja Juli Antoni dan Arif Jamali Muis sebagai Sekretaris Jenderalnya. Arif sekarang ini menjabat sebagai Wakil Ketua MDMC Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang sibuk mengurus bencana alam di seluruh tanah air, termasuk urusan Covid-19 dewasa ini.
Setelah selesai Muktamar Jakarta 2000 ini, dilanjutkan dengan Musyawarah Wilayah IRM Sulsel. Selanjutnya selesai pula masa tugas pengabdian saya di IRM Sulsel, setelah jadi pengurus sejak tahun 1994, saat saya masih duduk di kelas tiga SMA Negeri 3 Ujung Pandang. Meskipun demikian, hubungan saya dengan Nawar tetap terjalin. Beberapa kali saya ke Yogya untuk urusan Muhammadiyah atau “Suara Muhammadiyah” sebagai reporter perwakilan Sulawesi Selatan, bertemu dengannya. Dia sangat sopan dan santun. Penghormatannya kepada sesama, sangat terasa.
Pada sekitar tahun 2002, saya mendapat undangan dari “Suara Muhammadiyah” untuk rapat kerja di sebuah villa milik alm. Drs. H. Djasman Al Kindi, Kaliurang. Setelahnya, saya bertemu dengan Nawar di kantor PP Muhammadiyah Jalan KH Ahmad Dahlan No. 103 Yogayakarta. Dia mengajak saya makan malam di depan kantor PP Muhammadiyah. Ketika saya akan pulang kembali ke Makassar, dia mengantar saya menyeberang di halaman Gedung Muhammadiyah menuju bus yang akan membawa ke terminal. Dia mencium sesuatu dari tubuhku. “Kak Fitra bawa minyak tawon, ya”, tanyanya. Ia kataku. Lalu saya memberikannya satu botol minyak tawon asli Makassar yang isinya sudah kurang dari setengah.
Dalam perjalanan karirnya, tahun 2002, beliau terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dalam hal ini memang saya tidak terlibat lagi. Semua diurus oleh adik-adik pengurus IRM Sulsel dibawah kendali Muhammad Ishaq Nusu. Saya ingat dua tahun sebelumnya, dia belum berhasil menjadi ketua umum. Dengan terpilihnya dia jadi ketua umum, tentu saya gembira. Saya juga kembali teringat dengan sejarah Pesantren “Darul Arqam”, yang oleh orang tua kita menginginkan lahirnya ulama Muhammadiyah. Dengan terpilih sebagai ketua umum ini, dalam benak saya, jalan bagi Nawar sebagai ulama besar Muhammadiyah suatu saat, akan lebih mudah.
Saya sangat gembira ketika tahun 2005, dia mengirim pesan singkat. Katanya, lulus sebagai dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kembali saya berharap, agar kelak dapat menjadi ulama Muhammadiyah yang berkiprah di level nasional, sebagaimana harapan para orang tua kita. Meskipun dalam proses penerimaan dosen ini, dia bercerita kepada saya, ada sedikit dinamika, akan tetapi tentu ini adalah satu pencapaian yang sangat penting dalam karirnya. Demikian pula tahun berikutnya, saya diterima sebagai dosen di UIN Alauddin Makassar, saya memberitahu kepadanya. Dia juga menyatakan rasa gembiranya.
Dalam perkembangannya, kami tetap berhubungan melalui media sosial. Meskipun tidak terlalu akrab lagi, sesekali saya masih meminta bantuannya untuk beberapa hal terkait dengan satu urusan di Yogyakarta. Masih melalui media sosial, saya pernah berkonsultasi kepadanya tentang masalah agama, berdiskusi tentang perkembangan nasional, juga internasional. Terakhir kali yang saya konfirmasi kepada almarhum adalah tentang adanya informasi seorang alumni sebuah PTM yang murtad. Katanya benar. Yang bersangkutan murtad lebih karena sudah capek jadi orang miskin. Juga memberitahu bahwa keluarga almarhum masih tetap Muslim, bahkan anak-anaknya oleh pihak PTM tersebut, diberikan beasiswa.
Dalam tingga minggu terakhir ini, saya mendengar beliau masuk rumah sakit. Bahkan dalam media sosial, beliau masih sempat memosting, mengabarkan bahwa mereka sekeluarga positif covid-19. Lalu melakukan isolasi mandiri di rumah. Beberapa hari setelahnya, dikabarkan bahwa keluarganya sudah sembuh, sedangkan Nawar belum. Sehingga beliau dibawa ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Innalillahi wainna ilaihi rajiun, pada hari Ahad, 22 Agustus 2021, beliau berpulang ke rahmatullah. Informasi pertama saya peroleh dari postingan adinda Mashuri Masyhuda melalui media sosial. Jika Mashuri yang memosting, tak diragukan lagi, sudah valid atau A-1 (bersambung).
Wollongong, 09 September 2021
Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar/Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia