Jalan Pengabdian untuk Kepentingan Umat dan Persyarikatan
Bagian 5: In Memoriam alm. Ustadz Munawwar Khalil, S.Ag., M.Ag. (1979-2021)
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Para orang tua kita, pendiri dan guru-guru Pesantren “Darul Arqam” Gombara, tentu sudah bisa tersenyum. Cita-cita mereka untuk mencetak kader ulama Muhammadiyah, sedikit demi sedikit sudah membuahkan hasil. Sudah ada target yang tercapai. Banyak ulama atau ustadz yang aktif sebagai pengurus Muhammadiyah berkiprah di berbagai daerah, adalah merupakan alumni pondok pesanten ini. Saya ingin menyebut beberapa nama yang cukup populer adalah Dr. Mustari Abdillah dan Dr. Subehan Khalik, keduanya adalah dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar dan aktif jadi pengurus wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Untuk tingkat internasional, ada namanya Ustadz Syamsi Ali yang sekarang bermukim di Amerika Serikat.
Selain itu, beberapa nama yang sudah mengabdi di masyarakat, bangsa dan negara. Menjadi pegawai pemerintah dan menjadi guru atau dosen di berbagai sekolah dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Ada pula yang sudah melanglang buana ke luar negeri. Sementara itu, beberapa waktu lalu, terdapat alumninya yang diterima sebagai mahasiswa di beberapa universitas di negara-negara Timur Tengah, termasuk Mesir dan Arab Saudi. Tentu ini semua dapat dikategorikan sebagai bagian dari keberhasilan yang ditargetkan oleh para orang tua kita dahulu. Walaupun demikian, tidak boleh berpuas diri dan terlena. Keinginan untuk melahirkan ulama yang sebenarnya harus terus diikhtiarkan secara berkelanjutan.
Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Amirah Mawardi, beberapa hari lalu sempat menanyakan. Mengapa saya begitu sedih atas kepergian adinda almarhum Munawwar Khalil. Benar dia adalah adik saya, sedikit-sebanyak, saya pernah ikut menempanya. Sebaliknya, dia pun pernah ikut menempa saya ketika menjadi instruktur dalam Taruna Melati Utama di Lembang Bandung tahun 2000. Kami pernah saling berbagi ilmu. Yang saya ingat adalah para ulama yang mendahului kita. Ada ustadz KH. Djamaluddin Amien, KH. Baharuddin Pagim, KH. Nasruddin Razak. Jauh sebelumnya ustadz KH. Abdul Jabbar Asy Syiri dan ulama-ulama lainnya telah dipanggil ke hadapan Sang Pencipta. Sementara saat ini, kita belum menemukan ulama yang sepadan dengan mereka.
Kepergian adinda Munawwar Khalil adalah satu sunnatullah, yang harus kita terima. Harus diikhlaskan seraya berdoa yang terbaik kepadanya. Dari dulu, saya termasuk yang berharap besar kepadanya jika suatu saat nanti bisa menjadi ulama Muhanmmadiyah dari Sulawesi Selatan, yang mengabdi untuk kepentingan umat dan Persyarikatan. Ciri-ciri keulamaan seorang Munawwar Khalil sudah sangat tampak. Beberapa testimoni tokoh Muhammadiyah dan teman-temannya sesama aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah secara gamblang menyebutkan pada dirinya telah terpatri jiwa keulamaan. Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Pusat Muhammadiyah, H. Jamaluddin Ahmad, mengatakan bahwa pada diri almarhum, terdapat kesamaan dengan Pak AR Fahruddin. Ini terlihat jika almarhum membawakan pengajian di tingkat akar rumput, baik kepada warga Muhammadiyah maupun masyarakat luas.
Dalam catatan penulis yang amat terbatas, sejak tiga puluh lima tahun terakhir hingga saat ini, Muawwar Khalil adalah satu di antara mantan pucuk pimpinan tertinggi organisasi otonom Muhammadiyah tingkat pusat, yang memiliki jiwa dan menekuni keulamaan. Berbeda dengan mantan ketua ortom lainnya yang cenderung lebih menekuni dunia politik praktis, akademisi, budayawan-seniman maupun pelaku bisnis atau semacam penggiat demokrasi. Dari latar belakang pendidikannya selama enam tahun di Pondok Pesantren “Darul Arqam”, kemudian melanjutkan pendidikan dalam bidang agama Islam pada perguruan tinggi Islam. Selanjutnya menjadi akademisi dengan bidang keahlian yang masih terkait dengan agama Islam.
Beliau juga aktif dalam membina pengajian di masjid dalam kompleks perumahannya di Yogyakarta dan sekitarnya. Membawakan kajian-kajian keislaman yang diadakan oleh unsur Persyarikatan dan organisasi otonom di berbagai daerah. Saya dapat informasi bahwa ketika almarhum melaksanakan tugas ke berbagai wilayah di tanah air, baik atas nama Persyarikatan maupun atas urusan dinas dari kampusnya, senantiasa berusaha mendatangi pengurus Muhammadiyah setempat. Menyempatkan diri untuk berbagi ilmu, mencerahkan pemikiran dan melihat langsung dinamika Persyarikatan tingkat bawah.
Posisinya sebagai seorang dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, program studi Ilmu Agama Islam, memperkuat jiwa keulamaannya. Apalagi dia mengampuh mata kuliah yang relevan dengan ilmu yang sangat penting dalam memahami ilmu syariat dan ibadah dalam agama Islam; Figh, Studi Islam, dan Pengembangan Budaya dan Seni dalam Pendidikan Agama Islam.
Demikian pula karya ilmiah yang ditulisnya antara lain; Relevansi Konsep Rujuk antara Kompilasi Hukum Islam dan Pandangan Imam Empat Madzhab, Antara Fiqh dan Kesenian, Pendidikan Agama Islam dan Fenomena Al-Idhlal wa Al-Takfir, Privatisasi Sumer Daya Air (Kritik atas Kebijakan Ekonomi Neoliberalisme), Mengutamakan Kepentingan Muhammadiyah, Moderasi dan Konsep Wasathiyah dalam Islam, Mempromosikan Paham Islam yang Moderat dan Inklusif dalam Sekolah Islam Moderat: Protret dan Stetegi Guru PAI, dan Kepemimpinan Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah (bersambung).
Wollongong, 09 September 2021
Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar/Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia