Melanjutkan Pendidikan ke Ibu Kota Muhammadiyah

Bagian 2: In Memoriam alm. Ustadz Munawwar Khalil, S.Ag., M.Ag. (1979-2021):

Melanjutkan Pendidikan ke Ibu Kota Muhammadiyah

Bagian 2: In Memoriam alm. Ustadz Munawwar Khalil, S.Ag., M.Ag. (1979-2021):

Oleh: Haidir Fitra Siagian

Pertemuan ketiga dengan Munawwar Khalil adalah ketika beliau bersama teman-temannya sesama santri dari Kabupaten Wajo melaksanakan halal bi halal di Sengkang, setelah Idul Fitri tahun 1996. Tampil membawakan hikmah acara adalah almarhum KH. Djamaluddin Amien, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan saat itu. Turut serta ke Sengkang adalah Ketua PW IRM Sulsel H. Andi Mitro Jayadi dan Abdul Azis Ilyas, yang kemudiaan pun menjadi Ketua PW IRM Sulsel periode 1996-1998.

Dalam acara ini, Nawar membawakan sambutannya selaku pihak penyelenggara. Setelahnya diadakan pentas seni, termasuklah dia ikut membacakan puisi. Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa dari Kabupaten Wajo saat itu memang cukup banyak santri yang mondok di “Darul Arqam”, terutama setelah Musywil tersebut di atas. Tokoh-tokoh Muhammadiyah saling menghubungi dan bersama-sama menyekolahkan anaknya di sana. Beberapa nama yang ikut dalam pentas seni ini adalah Verawati Jamaluddin, Khayrul Bariyyah dan Sitti Maryam. Nama yang disebut terakhir sekarang menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah dan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Wajo. Dia menikah dengan sahabat saya, Dr. Amran Mahmud, mantan Ketua Pemudaha Muhammadiyah, yang saat ini menjabat sebagai Bupati Wajo.

Setahun kemudian, pertengahan 1997, saya selaku staf Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan mendapat perintah dari Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, Wakil Sekretaris PWM Sulsel. Membuatkan rekomendasi atau surat keterangan atas nama tiga orang alumni Pondok Pesantren “Darul Arqam”. Mereka akan melanjutkan pendidikan atau merantau ke Yogayakarta, ibukotanya Persyarikatan Muhammadiyah. Rekomendasi ini sifatnya adalah surat pengenal atau berjaga-jaga, siapa tahu diperlukan untuk suatu urusan, baik berhubungan dengan Muhammadiyah ataupun pihak lain.

Surat rekomendasi semacam ini biasa diberikan kepada kader-kader Muhammadiyah yang akan merantau atau yang akan melanjutkan pendidikan ke Pulau Jawa atau daerah lain bahkan yang akan ke luar negeri. Dulu sebelum saya merantau ke Ujung Pandang tahun 1990, juga mendapat rekomendasi dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sipirok. Saya ingat yang bertanda tangan dalam surat itu atas nama Muhammad Arsyad sebagai Wakil Ketua dan Suman Pohan sebagai Sekretaris. Surat rekomendasi ini menguatkan posisi saya untuk diterima sebagai staf PWM Sulsel bagian urusan administrasi dan kerumahtanggaan, dengan tugas pokok mengetik dan menguruskan surat-surat, membersihkan kantor, menyiram tanam bunga, menyediakan kopi-teh, mengunci pintu pada malam hari dan sebagainya.

Sebenarnya berdasarkan pengamalan selama ini, surat rekomendasi seperti ini tidak hanya diberikan kepada santri “Darul Arqam”. Juga diberikan kepada pihak lain yang membutuhkan. Bukan hanya dari kalangan warga Muhammadiyah, bahkan orang dari organisasi lain pun, pernah diberikan rekomendasi semacam ini. Pernah ada seorang santri sari Polewali Mandar minta rekomendasi seperti ini. Dia minta rekomendasi mau berangkat sekolah ke Sudan. Padahal dia bukan kader Muhammadiyah. Setelah konsultasi dengan pimpinan, saya pun membuatkan rekomendasi untuknya. Beberapa anak dari dosen IAIN Alauddin Makassar, pun pernah diberikan rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas Al Azhar Mesir.

Ketiga orang yang mendapat rekomendasi dari PWM Sulsel bagi alumni Pondok Pesantren Darul Arqam tersebut di atas adalah Munawwar Khalil, Muhammad Khairil, dan Ahmad Waris. Menurut informasi Khairil, mereka bertiga sekolah di Yogyakarta. Munawwar dan Ahmad Waris diterima di IAIN Sunan Kalijaga, sedangkan Khairil diterima di UMY Jurusan KPI. Ahmad Waris tidak begitu saya kenal dan hampir lupa akan nama ini. Sedangkan Khairil, belakangan saya kenal. Dia orang Bantaeng dan saat di pesantren dulu menjabat sebagai Bendahara Pimpinan Ranting IRM “Darul Arqam”.

Setelah selesai di UMY, awal tahun 2000, Khairil datang ke kantor PWM Sulsel di Jalan Perintis Kemerdekaan Tamalanrea. Saya sendiri yang menerimanya. Melaporkan bahwa dia sudah kembali dari Yogyakarta dan berterimakasih kepada PWM Sulsel karena dulu pernah memberikannya rekomendasi. Satu sikap yang sangat baik dan teladan, perlu diikuti kader-kader lain yang telah mendapatkan rekomendasi dari PWM. Termasuk teman-teman yang dulu pernah mendapat rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan S.2, setelah pulang, sebaiknya melapor. Setelahnya, Khairil mendaftar sekolah kembali pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin bidang komunikasi. Dimana saat itu saya sudah duluan masuk, sama-sama jurusan Komunikasi. Dia sempat jadi uunior saya. Dia angkatan 2002, sedangkan saya angkatan 2000.

Namun demikian, karena kecerdasan dan ketekunan Khairil dalam dunia akademik, justru dia yang lebih dulu menyelesaikan tesis magisternya. Pada tahun 2004 dia sudah wisuda, sedangkan saya baru selesai pada tahun berikutnya. Mujur bagi Khairil, tak lama setelahnya, dia diterima sebagai PNS dosen pada Universitas Taddulako, Palu, Sulawesi Tengah. Pada saat bencana gempa bumi di Palu beberapa tahun lalu, saya sempat mencari-carinya melalui media sosial. Alhamdulillah, dia selamat. Sekarang beliau sudah memiliki pangkat akademik tertinggi bagi seorang dosen, professor dalam bidang komunikasi dan menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Atas berbagai prestasinya, UMY pernah memberikan penghargaan alumni terbaik kepada Khairil (bersambung).

Wollongong, 09 September  2021

Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar/Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia

Exit mobile version