Belajar Doa-Doa Taktis, Berguru Kepada Ayah Sendiri

adam niat

Ilustrasi

Belajar Doa-Doa Taktis, Berguru Kepada Ayah Sendiri

Perpaduan pengalaman mengaji di pondok-pondok pesantren Wonokromo, mengaji kepada banyak kiai ‘spesialis’ ilmu alat dengan pengalaman di kesatuan tentara pejuang kemerdekaan membuat gaya mengajar Ayah saya penuh dengan kesungguhan. Ada standar-standar tertentu yang harus dipenuhi oleh murid-muridnya saat naik ke pelajaran berikutnya. Tanpa Ayah marah pun sudah membuat para murid segan, mungkin bercampur sedikit takut. Ayah mengajar di emperan rumah, karena yang diajarnya anak orang lain Ayah agak menurunkan volume suaranya. Untuk membangun suasana akrab dan membuat nyaman, Ayah suka berkisah tentang ramahnya Nabi, atau tentang anak-anak petani yang konyol nasibnya. Waktu itu ayah berkisah seorang anak bernama Jalidin, karena ia suka mempermainkan tetangga.

“Ada macan, ada macan, di sawah. Awass!” teriak Jalidin.

“Mana macan. Mana macan!” para tetangga heboh dan bersiaga.

“Tadinya di situ, sekarang sudah pergi.” Kata Jalidin sambil menunjukkan jejak kaki harimau.

Berkali-kali Jalidin mempermainkan tetangganya sampai omongan dia tidak dipercaya lagi. Sampailah suatu ketika ada harimau betulan datang menghampirinya. Jalidin berteriak-teriak minta tolong tetapi tidak ada yang datang menolong, harimau itu merendahkan tubuh dan siap melompat untuk menerkam, Jalidin gemetar sembari memejamkan mata dan akhirnya ia meringkuk di rerumputan.

Kemudian terdengar auman harimau yang kesakitan, ternyata perut harimau terluka kena tusuk tanduk kerbau milik Jalidin. Jalidin selamat, sejak itu ia kapok membohongi tetangga-tetangganya. Kerbau itu jadi pahlawan desa.

Seketika anak-anak bertepuk tangan ketika Ayah selesai berkisah.

Seusai menunaikan salat isya berjamah dan ayah selesai bercerita, anak-anak menunggu Ibu keluar dengan  membawa minuman dan makanan. Kadang waktu sore, sepulang Ibu dari berdagang di pasar Beringharjo Ibu membeli martabak istimewa. Di potong menjadi banyak dan dinikmati dengan minuman wedang setup manis. Ayah, selalu berusaha dengan gaya mengajar dengan sifat pemurah. Dengan demikian murid-murid merasa nyaman dan betah mengaji di tempat Ayah.

Menurut mitos di kalangan pesantren, biasanya seorang Kiai alami kesulitan kalau mendidik anak sendiri dan anak Kiai juga sulit kalau belajar kepada ayahnya sendiri. Mitos ini menyebabkan, para kiai saling mengirim anaknya untuk mengaji di tempat Kiai lain atau sahabatnya. Seperti Gus Mus yang dikirim ke Krapyak oleh orang tuanya. Gus Dur dikirim ke Kauman dan anak Kiai Kauman dikirim ke Wonokromo, Tremas lalu ke Makkah. Anak-anak Kiai Gunungkidul dikirim ke banyak pesantren lain dan tidak dididik sendiri. Di Sarang Rembang ada kelompok Gus yang kompak.

Saya sebagai anak Kiai kampung pada awalnya juga tidak mengaji di rumah tetapi di masjid Gedhe yang berada di Kotagede, di pengajian anak-anak API, ngaji kitab kuning di tempat Pakde Zuhri dan pernah ngaji tafsir di rumah Mbah Dulkahar dengan Kang Rifki sebagai guru ngajinya.

Waktu kecil kalau sedang ada pengajian anak-anak di rumah, kerjaan saya lebih banyak mengacau atau mengganggu. Akibatnya saya disuruh mengaji di masjid Gedhe ini, yang salah satu guru ngajinya adalah mantan murid ngaji Ayah saya.

Tetapi bertahun-tahun saya tidak khatam Al-Qur’an, karena di masjid saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, bernyanyi, mendengar dongeng, bermain drama, selain itu juga belajar berorganisasi, maka finishing ngaji saya terpaksa dilakukan oleh Ayah sendiri. Dengan metode mengajar campuran, metode pesantren dan metode militer. Akhirnya dalam waktu setahun khatam Al-Qur’an. Selesai itu saya dikirim kembali ke pengajian API sebagai pengasuh atau guru ngaji.

Saat mulai remaja, Ayah mulai mengenalkan doa-doa taktis. Ayah mengajarkan kadang lewat cerita, pengalamaan ayah saat di pesantren atau perang. Jadi doa-doa taktis ini ada sejarahnya. Misalnya doa berhadapan dengan orang yang lebih kuat dan akan menekan diri kita. Atau doa ketika berhadapan dengan binatang buas, semisal anjing yang menggonggong mau menggigit. “Selama anjing masih mau menggonggong tidak mungkin menggigit,” kata Ayah.

Pernah sehabis Subuh ketika kami jalan kaki menuju sebuah kampung yang banyak anjingnya. Saya takut ketika mendengar suara anjing menggonggong banyak sekali. Tetapi Ayah tidak. Ayah mengangkat tangan kanannya dengan jari terbuka diarahkan ke anjing-anjing yang menggonggong itu sembari berdoa, seketika anjing itu terbungkam semua. Alhasil kami melewati perkampung itu dengan aman. Pada saat perjalanan pulang saya minta diajari doa itu pada ayah.

“Baik besok Ayah ajari. Syaratnya satu. Kamu harus memperbaiki shalatmu. Jangan seperti gerak burung bangau menyambar ikan di air,” kata Ayah membuatku tertawa kecut.

Lalu ada juga doa melepaskan diri, semisal suatu saat ada jin yang mengajak berkelahi dan mengunci kita. Bahkan jurus jitu untuk berkelahi dengan jin ada doa taktisnya. Awalnya saya belum menyadari kalau Ayah mengajarkan doa-doa taktis itu. Ayah hanya bercerita dan membacakan doa itu sebagai bagian dari ceritanya.

Kemudia doa agar mudah menyerap ilmu atau bahkan limpahan ilmu dengan memanfaatkan momentum tertentu. Termasuk juga doa ketika akan bertugas sebagai jurnalis dan doa menghadapi serangan gaib. Hanya Ayah tidak pernah mengajarkan bagaimana doa agar sukses mendapatkan kekasih. Maka wajar kalau saya patah hati berkali kali sampai saya harus merantau meninggalkan kota kelahiran.

Ayah tidak hanya mengajarkan doa taktis itu pada saya, tetapi juga mengajarkan pada tetangga. Pernah seorang tetangga yang buruh menjadi penjaga toko mengalami penindasan dari juragan dan anak juragannya. Karena penindasan itu berlebihan dan kejam, tetangga tidak tahan dan mengadu kepada Ayah. Ayah mengajarkan sebuah doa yang kemudian diamalkannya. Beberapa hari kemudian tetangga itu protes sebab setelah mengamalkan doa itu toko tempat dia bekerja dirampok orang. Buruh yang baik hati dan amat sabar sebenarnya tidak bermaksud mencelakakan juragannya.

“Tetapi juraganmu sekarang tidak menindas kamu lagi kan?” Tanya Ayah.

“Ya, Kang. Tapi kan kasihan juragan saya.” Katanya.

Ayah memuji kesabaran tetangga yang bekerja menjadi buruh itu dan minta doa itu jangan diamalkan lagi.

“Baca saja doa sapu jagad sehingga semua bisa hidup sejahtera,” saran Ayah yang membuat tetangga itu tenang dan bisa bekerja sampai tua.

” Ayah, yang diajarkan ke tetangga itu doa apa hizib Yah?” tanyaku penasaran.

Ayah kaget mendengar pertanyaanku dan ayah menjawab menjawab, “Yang penting doa semacam itu tidak saya ajarkan kepadamu.” Kata ayah.

“Tidak baik doa digunakan untuk membalas dendam,” sambungnya.

“Doakan saja orang yang tidak suka kepadamu agar mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Dengan demikian hidup ini justru menjadi taman kebaikan bagi kita semua,” tambahnya yang membuat saya termangu dan kemudian saya mendapatkan warisan doa yang semacam ini dari Ibu.

(Mustofa W Hasyim) 2021.

Editor; Muhammad Gufron

Exit mobile version