Ibu Cholisun dan 887 Meter Tanah Hasil Bengkel Sepeda yang Semua Diwakafkan untuk Muhammadiyah

Bu Cholisun, Dari Bengkel ke Masjid Muhammadiyah

Bu Cholisun merupakan satu di antara banyaknya perempuan-perempuan hebat yang ditelurkan oleh Aisyiyah. Keseharian beliau membantu suaminya, Pak Kardu, bekerja di sebuah bengkel sepeda miliknya. Bengkel tersebut dinamai “Arto Moro”, tapi siapa sangka bahwa dari bengkel Arto Moro kemudian kisah perempuan hebat ini dimulai.

Syauqi Khaikal Z.

Bu Cholisun (58 tahun), begitulah beliau sering dipanggil. Bu Cholisun merupakan satu di antara banyaknya perempuan-perempuan hebat yang ditelurkan oleh Aisyiyah. Keseharian beliau membantu suaminya, Pak Kardu, bekerja di sebuah bengkel sepeda miliknya. Bengkel tersebut dinamai “Arto Moro”, tapi siapa sangka bahwa dari bengkel Arto Moro kemudian kisah perempuan hebat ini dimulai.

Bengkel Arto Moro terletak di Desa Kaliampoh RT. 18 RW. 04, Kecamatan Candi, Sidoarjo. Bengkel tersebut nampak sibuk karena jadi satu-satunya bengkel di jalan utama Candi-Kedungpeluk. Terlebih lagi bengkel Arto Moro terletak di lokasi strategis tepat di timur Balai Desa Kalicabean. Bengkel yang ramai pengunjung itulah yang kemudian menjadi awal cerita kedermawanan Bu Cholisun, seorang anggota ‘Aisyiyah di Kalipecabean, Kecamatan Candi, nun jauh di Sidoarjo sana.

Selain usaha bengkel, Bu Cholisun dan Pak Kardu membudidayakan lele untuk mencukupi kebutuhan hariannya. Pasangan suami istri tersebut berbagi peran, Bu Cholisun menjaga bengkel dan Pak Kardu mengurus ternak lele di belakang rumah kediaman mereka. Dari usaha bengkel sepeda dan ternak lele tersebut mereka menerjemahkan ungkapan Kiai Dahlan dengan sebenar-benarnya.

“Carilah sekuat tenaga harta yang halal, jangan malas. Setelah mendapat pakailah untuk kepentingan dirimu sendiri dan anak istrimu secukupnya, jangan terlalu mewah. Kelebihannya didermakan di jalan Allah” adalah nasihat yang pernah disampaikan oleh Kiai Dahlan, ungkapan tersebut akan terus relevan untuk setiap kader dan anggota Muhammadiyah. Ungkapan Pendiri Muhammadiyah itulah yang barangkali menjadi pemantik kehidupan sederhana Bu Cholisun dan Pak Kardu. Uang hasil usaha bengkel mereka tabung selama bertahun-tahun demi sebuah cita-cita, yakni Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah Kalipecabean memiliki masjid sendiri.

Cita-cita Bu Cholisun bukan hanya mimpi di siang bolong. Bu Cholisun menitip amanah untuk kemudian membelanjakan uang tabungannya dari usaha bengkel sepeda guna membeli tanah seluas 887 m2 di Komplek Griya Amarta Permai, Kalipecabean, Kecamatan Candi. Tanah tersebut kemudian diwakafkan untuk kepentingan Persyarikatan, yakni untuk membangun masjid, TPQ, dan TK ‘Aisyiyah.

Keinginan Bu Cholisun agar Ranting Kalipecabean memiliki masjid karena hingga kini Ranting tersebut belum memiliki masjid sendiri. Terdapat sebuah masjid milik desa yang dikelola oleh kader-kader Muhammadiyah namun sering terjadi “gesekan” dengan golongan lain. Sebab itulah kemudian Bu Cholisun merasa penting jika Ranting Kalipecabean memiliki masjid sendiri guna meminimalisir gesekan dan meredam konflik agar tak melebar.

Kisah tentang tanah milik Bu Cholisun yang diwakafkan pun tak benar-benar mulus. Pernah suatu waktu sertifikat tanah tersebut dijaminkan untuk modal usaha, dan nasib benar-benar menentukan jalan cerita. Pak Kardu kecelakaan dan sakit dalam waktu yang cukup lama. Di tengah kebingungan tersebut terbersit keinginan di kepala Bu Cholisun untuk melelang sertifikat tanah miliknya guna membiayai pengobatan Pak Kardu. Namun saudara beliau membantu untuk menebus sertifikat tanah dari bank.

Setelah sembuh dari sakitnya, Pak Kardu dan Bu Cholisun menjalani hidup seperti biasa, membuka bengkel, beternak lele, dan rutin mengikuti pengajian di ranting serta cabang ‘Aisyiyah di daerahnya. Beliau pelan-pelan menyicil dan melunasi sertifikat yang sebelumnya ditebus oleh saudara mereka. Puncaknya karena takut sertifikat tersebut terpaksa dijaminkan lagi karena kebutuhan mendadak maka Bu Cholisun segera mewakafkan tanah tersebut kepada Persyarikatan Muhammadiyah.

Saat ini, Bu Yekti Pitoyo selaku Ketua ‘Aisyiyah Cabang Candi ketika dihubungi melalui WhatsApp menyebutkan bahwa tengah membantu menyelesaikan proses balik nama sertifikat tanah yang diwakafkan oleh Bu Cholisun menjadi atas nama PP Muhammadiyah. “Saya sangat terharu dan merasa bangga dengan Bu Cholisun, pekerja keras dan dalam kesederhanaan hidupnya memiliki cita-cita yang luhur. Mengupayakan Persyarikatan memiliki masjid Muhammadiyah dan AUM agar bisa beribadah sesuai tuntunan. Mewakafkan tanah sebagai hartanya yang berharga, bukan karena kondisi ekonomi yang berlebih tapi karena ingin beramal” tutur Yekti Pitoyo. (syauqi)

Exit mobile version