YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kesehatan fisik harus diimbangi dengan kesehatan jiwa yang bagus, agar hidup menjadi lebih damai dan tenang. Masalah kesehatan jiwa atau mental ini adalah salah satu permasalahan yang serius yang harus menjadi atensi bersama. Dr. dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc., Sp.Kj. (K), dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) yang juga merupakan praktisi ahli dalam bidang kesehatan jiwa dan mental, mengingatkan hal tersebut bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 10 Oktober 2021.
Menurut Warih kesadaran kesehatan mental di Indoneia cukup baik, namun penangannya belum merata. Jika dibandingan dengan masalah kesehatan fisik, permasalahan kesehatan jiwa dan mental di Indonesia sangat terlihat jauh kesenjangannya.
“Kesadaran masyarakat Indonesia terkait kesehatan mental di Indonesia saat ini cukup baik, dibuktikan dengan banyaknya platform digital, organisasi dan LSM yang bergerak di bidang kesehatan mental yang mengkampanyekan tentang mental awareness. Kesehatan mental perlu ditangani secara serius. Dan jika dibandingkan antara mental awareness dengan kesehatan fisik itu masih sangat senjang, ” ungkapnya saat dihubungi pada Sabtu (9/10).
“Dan perlu diakui bahwa layanan kesehatan jiwa atau masalah mental di Indonesia ini belum merata, data menunjukan 90% orang di Indonesia belum mendapatkan penanganan yang tepat untuk masalah mentalnya di enam bulan pertama. Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa kita perlu meningkatkan layanan kesehatan mental yang merata dan setara di Indonesia,” imbuhnya.
Di Indonesia sendiri undang-undang mengenai kesehatan mental sudah ada sejak tahun 2014. Hal ini merupakan buah manis para pegiat mental awareness untuk menyuarakan agar Indonesia menjadi salah satu tempat yang ramah dengan mental issues. Warih juga mengatakan untuk Jogja sendiri saat ini sedang meyusun perraturan daerah mengenai masalah mental issues. “Dan untuk wilayah Jogja saat ini sedang dalam proses memiliki perda kesehatan jiwa, mudah-mudahan tahun depan sudah masuk tahapan penyusunan naskah akademik untuk perda kesehatan jiwa di DIY,” tambahnya.
Berdasarkan data dari WHO, seseorang yang memiliki mental yang sehat diantaranya mempunyai ciri-ciri seperti mampu menerima tantangan hidup, mampu memanajmen konflik dengan efektif, bahagia dengan usaha yang dilakukan, memiliki kasih sayang yang besar, dan bisa mengelola stres dengan baik. Ketika ciri-ciri mental yang sehat/stabil ini tidak ada pada seseorang belum tentu orang tersebut mengalami sebuah gangguan mental, tetapi kita perlu aware terhadap diri sendiri.
“Dalam ilmu kesehatan mental, ada istilah PFA (Physiologies First Aid) atau yang bisa juga disebut dengan pertolongan pertama untuk penanganan jiwa atau mental issues. PFA ini sudah seharusnya dimiliki dan dimengerti oleh masyarakat luas,” terang Warih.
Adapun PFA itu terdiri dari Look, Listen, Link. Jika kita melihat di sekitar kita ada yang mengalami mental issues, kita harus melihat mereka, kita peduli tidak hanya melihat dengan mata namun juga hati. “Bagaimana kondisinya, bagaimana lingkungannya. Setelah itu kita Listen, dengarkan dengan empati, tanpa menjudge dan memotong pembicaraan mereka. Dan tahapan terakhir adalah link, apakah kita bisa dampingi sendiri atau haruskah kita bawa mereka ke tenaga professional ataupun pendampingan pribadi ataupun tokoh agama,” jelas Warih.
Karena kurangnya pemahaman mental yang kurang baik di Indonesia, sehingga sering kali masalah mental di Indonesia dikait-kaitkan dengan kurangnya ibadah. Padahal masalah mental ini datang dari banyak faktor, namun ibadah/spritual memang salah satu proteksi untuk mendapat mental yang stabil. Ia mengungkapkan pernah mendapatkan pasien yang mempunyai spiritual yang bagus, tetapi mental orang tersebut kurang stabil karena faktor lingkungannya.
Menurut Warih, masalah kesehatan mental adalah masalah yang tidak pandang bulu, setiap orang bisa mengalami ini baik anak-anak maupun dewasa. Sehingga jika ada yang beranggapan anak-anak tidak mungkin tidak mengalami masalah mental, itu adalah sesuatu yang tidak tepat.
“Karena anak anak juga bisa stres, bisa cemas dan lain-lain tetapi memang manifestasinya akan berbeda dengan seseorang di usia remaja atau dewasa. Sehingga awareness kita terhadap masalah mental anak-anak itu juga sama pentingnya,” tandas Warih.
Kesehatan mental ini adalah masalah kita bersama, hal ini menjadikan mental issues adalah sesuatu yang sangat penting untuk dipahami oleh masyarakat. “Yang bisa kita lakukan adalah memberikan edukasi kepada orang-orang di sekitar kita yang belum mengerti, sehingga mari kita retas stigma buruk tentang masalah kesehatan mental dan jiwa, mari kita tolong mereka, mereka membutuhkan kita,” ajak Warih.
Di akhir wawancara Warih juga mengingatkan agar tidak mendiagnosa diri sendiri. “Dan yang paling penting kita jangan self diagnose, karena yang boleh mendiagnosa kita hanya tenaga ahli seperti Psikolog atau Psikiater, yang bisa kita lakukan hanya PFA tadi,” pungkasnya di akhir wawancara. (Riz)