Learning Loss: Pendidikan dan Pandemi
Oleh: Dyah Wari Sukesi
Massifnya sebaran covid 19 membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait pencegahan covid 19. Pendidikan adalah sektor yang belum pernah mengalami pengendoran selama masa pandemi covid 19.
Pelaksanaan sistem pembelajaran pada satuan pendidikan mengalami perubahan operasional. Kebijakan ini diambil sebagai langkah preventif penyebaran covid 19. Ada batasan ruang dan waktu terhadap kegiatan rutin dalam sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Dari Pendidikan Anak Usia Dini hingga jenjang Perguruan Tinggi. Pembelajaran lazimnya berlangsung di ruang kelas dengan jadwal tertentu. Berubah menjadi pembelajaran di ruang masing-masing dengan waktu yang tidak praktis sesuai jadwal pembelajaran.
Fenomena inilah yang lahir sebagai dampak dari himbauan pembatasan sosial. Kemudian menciptakan pembatasan operasional pendidikan. Kondisi ini lebih populer dengan istilah pembelajaran daring (pembelajaran dalam jaringan). Pembelajaran daring sebagai pilihan satu satunya pencegahan covid 19. Pembelajaran daring masih dianggap metode pembelajaran paling sesuai dalam menyikapi merebaknya pandemi covid 19 di sektor pendidikan.
Kendati demikian, dengan pembelajaran daring yang dilakukan hingga saat ini, tentu saja tidak bisa menyamai keunggulan pembelajaran tatap muka yang secara kultural sudah melekat pada pendidikan kita. Bukan tanpa alasan, rilis survei Berdasar data Analisis Survei Cepat Pembelajaran Dari Rumah dalam Masa Pencegahan Covid 19, yang dirilis Kemdikbud, menempatkan 14,47 % faktor dukungan internal siswa (komitmen, motivasi, kedisiplinan, dan lain lain) dan 9,72% faktor dukungan lingkungan siswa (orang tua, anggota keluarga lainnya, dan lain lain) menjadi hambatan belajar dari rumah. Meskipun masih banyak faktor lain, seperti ketersediaan sarana-prasarana yang dimiliki siswa (perangkat digital, akses internet, dan lain lain). Bisa diartikan bahwa pembelajaran daring belum sepenuhnya melibatkan siswa.
The education and development forum (2020) mengartikan bahwa learning lost adalah situasi di mana siswa kehilangan pengetahuan dan keterampilan baik umum atau khusus atau kemunduran secara akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidak berlangsungnya proses pendidikan. Hal ini sebagian besar muncul karena terganggunya proses pendidikan formal. Terdapat beberapa masalah pokok akibat dari sekolah tidak melakukan tatap muka, antara lain :
Pertama, terjadinya penurunan tingkat keinginan belajar. Bagi siswa, selama pembelajaran jarak jauh, tidak sedikit yang beranggapan belajar dari rumah itu libur sekolah. Sehingga kebanyakan siswa merasa seperti tidak memiliki alasan dan motivasi yang cukup kuat untuk belajar. Ketika biasanya guru memperhatikan mereka secara langsung di kelas, tingkat keinginan belajar tentunya relatif lebih terjaga. Tetapi saat tidak ada guru biasanya kesadaran belajar akan menurun. Tinggal orang tua di rumah berjuang lebih keras dalam mendampingi putra-putrinya untuk tetap semangat belajar disamping meyakinkan mereka dalam kondisi aman dan sehat.
Kedua, meningkatnya kesenjangan. Pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh mengakibatkan adanya disparitas atau kesenjangan belajar siswa. Siswa dengan fasilitas belajar yang baik, dukungan keluarga yang utuh, hampir pasti memiliki tingkat keberhasilan dan keterlibatan yang baik dalam belajar.
Tidak dipungkiri, banyak siswa yang mengalami keterbatasan, minimnya fasilitas, dukungan keluarga yang kurang, meski tetap ada semangat dalam belajar namun tentu ini sesuatu yang anomali. Dengan tidak adanya evaluasi, kurang efektifnya tes formatif, cukup membuat siswa dan guru kehilangan acuan, seberapa jauh tingkat keberhasilan pembelajaran.
Ketiga, kemungkinan putus sekolah (Drop Out). Ketidakpastian kapan sekolah akan kembali normal, berakibat munculnya kebosanan yang mendorong beberapa siswa ingin berhenti sekolah. Alasan ketiadaan fasilitas, kebingungan menghadapi tugas yang dianggap terus-menerus dan memberatkan.
Hal ini membuka jalan untuk para siswa yang hidup ditengah keterbatasan untuk memilih bekerja, sehingga dapat meringankan beban keluarga dan bisa menghidupi dirinya sendiri. Tentunya harus di hadapi dengan penuh empati, terutama mereka yang sudah duduk di tingkat akhir sekolahnya. Waktu, tenaga dan pikiran yang sudah mereka berikan selama ini terbuang percuma.
Banyak ahli menyarankan beberapa strategi yang bisa ditempuh guna meminimalisir learning lost. Walaupun semua perlu penyesuaian sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Tantangan yang timbul adalah bagaimana sekolah mengoptimalkan segala daya upaya guna mendukung berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, serta dukungan keberagaman sumber belajar selama sekolah tidak melakukan tatap muka.
Dengan tidak diadakannya pembelajaran tatap muka seyogyanya tidak mengurangi esensi pembelajaran, termasuk sejauh mana guru dan sekolah tetap memantau sikap dan karakter siswa. Kemudian yang menjadi yang paling utama saat ini, bagaimana membuka kembali sekolah tatap muka. Rentang waktu yang lama tanpa pembelajaran tatap muka banyak menimbulkan permasalahan, terutama terkait pencapaian pengetahuan dan keterampilan siswa.
Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama 4 Menteri Nomor 03/KB/2021, Nomor 384 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, dan Nomor 440-717 Tahun 2021, merespon dan mencermati permasalahan dunia pendidikan kita di saat pandemi covid 19 ini, tentunya bagaimana meminimalisir learning lost/gab. Semoga ini menjadi angin segar bagi kita semua. Menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di sekolah meski masih terbatas, dan dengan prinsip kehati-hatian sehingga tidak memunculkan cluster baru covid 19 di sekolah.
Dyah Wari Sukesi, PDNA Kota Magelang