Tak Boleh Shalat Jum’at Bukan Diskriminatif

Tak Boleh Shalat Jumat Bukan Diskriminatif

Sudah hampir empat bulan umat Islam khususnya di Negara Bagian New South Wales, Australia, tidak dapat melaksanakan shalat berjamaah di masjid dan tidak pula mengikuti salat Jumat. Ini terkait dengan kebijakan lockdown atau pembatasan pergerakan warga secara ketat yang diterapkan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus-19. Pembatasan sudah dilonggarkan sejak tanggal 11 Oktober 2021 yang lalu, ini seiring dengan tercapainya 80 % warga yang sudah divaksin.

Pada hari ini adalah pelaksanaan shalat Jumat pertama setelah pelonggaran. Tentu disambut dengan suka cita dan penuh rasa haru oleh umat Islam. Selama kurang lebih dua tahun keadaan yang tidak menentu karena pengaruh penyebaran virus dimaksud, sudah beberapa kali diadakan pembatasan warga. Saat ini adalah waktu terlama umat Islam tidak dapat masuk ke masjid, termasuk untuk melaksanakan salat Jumat.

Meskipun demikian, pembatasan warga belum dibuka secara menyeluruh. Masih terdapat peraturan yang mesti dilaksanakan secara ketat. Sehingga tidak semua umat Islam dapat leluasa melaksanakan shalat Jumat. Sebab pelonggaran dikhususkan bagi warga dewasa yang sudah mengikuti vaksinasi sebanyak dua kali.

Bagi warga yang belum pernah mendapatkan vaksin ataupun yang baru satu kali, masih berlaku peraturan lama. Tidak boleh melaksanakan aktivitas yang berlebihan di luar rumah. Kepada mereka masih dilarang untuk bepergian jauh, mendatangi tempat-tempat hiburan, restoran dan lain-lain. Termasuk yang tidak boleh didatangi adalah rumah ibadah.

Tadi siang di Masjid Omar Wollongong, sudah diadakan shalat Jumat. Karena harus menjaga jarak dua meter, maka kapasitas ruangan hanya bisa diisi sebanyak empat puluh orang jamaah. Sehingga panitia melaksanakan salat Jumat secara berjamaah sebanyak tiga gelombang. Masing-masing tetap mendengarkan khutbah Jumat dari khatib yang berbeda.

Beberapa hari sebelumnya, melalui media sosial, pengurus masjid sudah menyampaikan pengumuman tentang prosedur pelaksanan salat Jumat. Diantaranya adalah keharusan memakai masker, menjaga jarak, anak-anak di bawah delapan tahun tidak boleh dibawa ke masjid, dan salat Jumat hanya dikhususkan bagi orang dewasa sudah sudah vaksin penuh. Satu lagi, dimohon pula untuk membawa surat vaksin penuh, jika sewaktu-waktu ada pemeriksaan dari pihak terkait.

Bagi saya, keadaan seperti ini sungguh tidak menyenangkan. Bagaimana tidak, sudah empat hari orang berjamaah di masjid, saya belum boleh ikut. Demikian pula, hari ini, saya dan putraku tidak bisa ikut salat Jumat. Sebabnya adalah karena saya baru satu kali vaksin. Sedangkan jadwal vaksin kedua akan dilaksanakan awal bulan Nopember nanti. Jadi masih harus tetap menunggu dengan sabar dan tawakkal.

Sempat juga terpikir untuk pergi saja ke masjid ikut salat Jumat. Boleh saja saya bisa minta dispensasi kepada pengurus. Misalnya duduk paling belakang atau di luar beranda, di dapur ataukah di kantor sekretariat. Baik pengurus Masjid Omar maupun Masjid MAWU UoW, adalah teman-teman saya. Sebagian diantaranya adalah saya kenal dengan baik, dan merekapun mengenal saya.

Namun setelah berdiskusi dengan keluarga, saya harus lebih bersabar. Tentu larangan ini adalah untuk kemaslahatan bersama. Ini bukan karena diskriminasi. Kita harus patuh kepada anjuran pemerintah setempat. Dalam konteks ini, berlaku qaidah, taatlah kepada pemimpin-pemimpin kamu. Ketika pemerintah melarang orang yang belum tuntas vaksinnya masuk ke masjid, harus diikuti. Sebab hal itu sudah dipertimbangkan dengan matang. Peraturan ini berlaku bukan hanya ke masjid saja, tetapi juga ke tempat-tempat yang tidak esensial lainnya. Termasuk ke restoran dan cafe. Hanya mereka yang sudah vaksin penuh yang boleh duduk makan minum di dalam.

Selain pertimbangan tersebut, satu juga yang harus diperhatikan adalah untuk menjaga citra umat Islam di tengah masyarakat minoritas Musim. Memang selama di sini, belum terdengar ada masalah besar yang dilakukan oleh umat Islam yang mengganggu atau melanggar aturan pemerintah khususnya di kasawan Kota Wollongong dan sekitarnya. Kita harus mengantisipasi jika ketahuan ada pelanggaran terhadap protokol kesehatan, maka yang kena imbasnya akan besar.

Bukan hanya kepada si pelanggar, termasuk juga kepada pengurus masjid dan kepada masjid itu sendiri. Dapat disampaikan bahwa pelanggaran protokol kesehatan akan mendapat denda yang cukup besar. Seorang yang melanggar bisa dikenai denda sekitar sepuluh juta Rupiah. Bukan hanya itu, masjid sebagai tempat pelanggaran, juga akan dikenai denda lebih besar, kira-kira lima puluh juta Rupiah. Seorang pejabat setingkat menteri pernah disuruh mundur dari jabtannya karena melanggar aturan bepergian lebih dari lima kilometer.

Kalau pelanggaran terjadi di masjid, bahkan boleh jadi pemerintah menutup masjid tersebut. Beberapa bulan yang lalu, ada satu masjid di Kota Liverpol, masih di kawasan New South Wales, terpaksa ditutup khusus salat Jumat. Alasannya karena beberapa kali jamaah kedapatan melanggar aturan perparkiran. Lebih dari itu adalah untuk menjaga citra kita sebagai umat Islam. Umat yang menaati aturan. Wallahu’alam.

Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar/Ketua PRIM NSW Australia

Exit mobile version