YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan RadioMu menggelar Bedah Karya Sejarawan Muhammadiyah pada Jumat (22/10/2021) melalui Zoom Meeting. Bedah karya kali ini menganggkat topik mengenai “Heuristik Sejarah Muhammadiyah: Pengalaman Tim Penyusun Biografi Djazman Al-Kindi”, narasumber yang didatangkan ialah Budi Hastono selaku Tim Penulis Biografi Pemikiran Djazman Al-Kindi. Selain dimaksudkan untuk mengetahui sejarah Muhammadiyah melalui tokoh-tokohnya, pertemuan kali ini juga dimaksudkan sebagai rangkaian acara menuju Kongres Sejarawan Muhammadiyah 2021.
Drs. H. Djazman Al-Kindi merupakan putra dari pasangan Kyai Penghulu Wardan Diponingrat dengan Siti Juwariyah (cucu Kiai Dahlan). Beliau lahir pada tanggal 6 September 1938 di Kauman. Selain dikenal sebagai pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), beliau juga merupakan bagian dari orang-orang dari Persyarikatan yang turut mengupayakan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan turunnya SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0330/O/1981 dan menjabat sebagai rektor pertama UMS (1981-1992).
“Keresahan pertama muncul ketika kami berproses di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tapi sama sekali tidak pernah membaca satu teks tulisan dan pemikiran Pak Djazman. Padahal kita semua paham dan mengetahui bahwa Djazman Al-Kindi merupakan pendiri IMM. Berdasarkan keresahan itulah kemudian kami membentuk tim untuk melakukan pembukuan tulisan-tulisan Pak Djazman. Pada awalnya kita menghimpun tulisan beliau yang tersebar di Suara Muhammadiyah dan surat kabar lain di sekitar Yogyakarta-Surakarta,” tutur Budi Hastono.
“Kemudian kami menyadari betul bahwa sumber-sumber yang kita kumpulkan dari dua kota ini dirasa belum cukup, sehingga kami mencari tulisan beliau dalam cakupan yang lebih luas. Kami ke Malang dan Jakarta dengan harapan dapat menemukan tulisan dan pemikiran-pemikiran beliau. Selain itu tim kami juga mencari dan bertemu dengan orang-orang yang pernah bersinggungan dengan Pak Djazman. Terlebih lagi masih banyak rekan sejawat Pak Djazman yang masih hidup, misalnya: Rosyad Sholeh, Amien Rais, Sudibyo Markus, dll,” tambah Budi Hastono.
Catatan mengenai pemikiran Djazman Al-Kindi ini merupakan semangat dari para aktivis muda Muhammadiyah yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Kader-kader IMM di tengah keterbatasan berupaya mengumpulkan tulisan dan pemikiran pendiri organisasi di mana dirinya berproses. Salah seorang peserta diskusi yang juga merupakan kader IMM Yogyakarta menyampaikan refleksinya mengenai gerakan IMM saat ini, “Saya merasa ditampar mendengar kesaksian tim penyusun buku pemikiran Pak Djazman yang merupakan aktivis IMM. Sedangkan realita saat ini, di mana sudah banyak pemikiran-pemikiran Pak Djazman yang dibukukan tapi kemudian tidak dijadikan sebagai salah satu rujukan penting dalam pola gerakan aktivis IMM. Jangankan menjadi rujukan penting, bahkan kader yang membaca buku Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah saja masih jarang ditemukan”.
Jamaluddin Nasution, salah satu peserta diskusi juga menambahkan komentarnya, “Disamping Rektor UMS, Pendiri IMM, dan sebagai Tokoh Perkaderan, Pak Djazman juga pernah menjabat sebagai Sekretaris PP Muhammadiyah yang sama sekali tidak disebut-sebut dalam acara semacam ini”. Harapannya setelah diskusi ini nilai-nilai, kiprah, dan pemikiran Pak Djazman Al-Kindi dapat dipertimbangkan dan dijadikan rujukan penting, khususnya dalam pola gerakan serta proses kaderisasi IMM dan umumnya bagi setiap aktivis dan kader Persyarikatan Muhammadiyah. (syauqi)