Karena Kasman, Negara Ini Tidak Jadi Bubar
Saat ini bangsa Indonesia mengenal Soekarno-Hatta sebagai proklamator kemerdekaan RI. Dwi tunggal, yang kemudian menjadi Presiden dan Wakil Presiden pertama Negara Indonesia, inilah yang tercatat di naskah teks proklamasi yang dibacakan Soekarno pada tangal 17 Agustus 1945. Namun, dibalik dua nama itu, ada satu nama yang berperan dan bertindak luar biasa, menyelamatkan pondasi Negara, sehingga proklamasi kemerdekaan itu tidak menjadi sesuatu yang sia-sia. Dialah Kasman Singodimedjo.
Kasman Singodimedjo dapat disebut sebagai pemersatu bangsa yang terlihat dalam proses pengesahan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Pada saat ada protes terhadap rumusan Piagam Jakarta, sempat timbul perbincangan yang tegang dan sengit. Negara yang baru diploklamirkan itu terancam kembali bubar. Saat ketegangan di forum lobby itu terjadi, Soekarno tidak muncul, padahal Sukarno adalah ketua Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta itu. Bersandar pada argumen masing-masing, kubu yang mengakomodir keberatan rumusan piagam Jakarta sama kukuhnya dengan kubu yang ingin mempertahankan rumusan yang telah disepakati.
Dalam stiuasi yang serba salah itulah, Kasman Singodimedjo muncul menengahi kekakuan yang ada. Kader Muhammadiyah ini berhasil meyakinkan Ki Bagus Hadikusuma, yang dianggap sebagai tokoh penentu di kubu yang ingin mempertahankan rumusan asli piagam Jakarta, untuk mengakomodir usul perubahan rumusan piagam Jakarta, bahkan Ki Bagus sendiri malah yang kemudian mengusulkan rumusan yang dipermasalahkan itu menjadi menjadi Ketuhaan Yang Mahaesa. Rumusan yang kemudiaan dapat diterima oleh semua pihak hingga hari ini.
Sudah barang tentu, Ki Bagus bisa menerima argumen Kasman Singodimedjo tidak bisa dilepaskan dengan pribadi Kasman sendiri yang sudah dikenal sebagai manusia yang penuh integritas yang tidak pernah ragu untuk mengoreksi setiap penyimpangan. Saat menjadi bendahara Jong Islamieten Bond, misalnya Kasman dikenal sangat rigid dan disiplin dalam soal penggunaan uang. Oleh karena itu, saat Kasman melihat penyimpangan rezim Soekarno yang harus dikoreksi, dia tidak ragu untuk bersuara. Koreksi itu juga yang mengantarkan Kasman ke pintu penjara era Soekarno.
Pidato yang disampiakan Kasman di bioskop Roxy, Magelang, Jawa Tengah pada tanggal 31 Agustus 1958 itu oleh Kasman dianggap sebagai wejangan yang biasa saja, yang berisi nasehat yang wajar. Namun, penguasa yang tipis telinga mengangap pidato itu sebagai dukungan Kasman pada pergerakan PRRI. Menurut sejarawan Universitas Negeri Yogyakarta, Prof A Syafii Maarif, saat itu ketua PB HMI (Sulastomo) berada di kubu penguasa dan mengusulkan agar Kasman dihukum seberat-beratnya Sedangkan diplomat handal yang pernah mewakili Indonesia bernegosiasi dengan Belanda, Mister Muhammad Roem tampil membela Kasman dan menjadi pengacara Kasman, didampingi enam pengacara yang lain. Sejarah akhirnya mencatat, Kasman dianggap bersalah dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara.
Kendati pernah didzalimi Sukarno, dirinya dipenjarakan dan partainya (Masyumi) dipaksa membubarkan diri, Kasman tidak mendendam. Saat Sukarno wafat. Kasman mengantar jenazah sahabatnya itu sampai ke pemakaman di Blitar. Di era orde baru. Kasman juga tercatat sebagai penandatangan petisi 50 yang mengoreksi kebijakan Sohearto yang mulai terlihat sembrono.
Pada dasarnya, Kasman memang berhak untuk bersuara lantang mengoreksi rezim, karena Kasman pionir banyak lembaga baru pada saat republik ini saat baru berdiri. Kasman adalah ketua KNIP (parlemen) pertama, Jaksa Agung Kedua yang memelopori pembenahan organisasi Kejaksaan Agung, pemimpin Badan Keamanan Rakyat, dan selanjutnya memelopori pembentukan Tentara Keamanan Rakyat sebagai cikal-bakal TNI.
Oleh karena itu, memang sudah seharusnya kalau Kasman Singodiedjo dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Karena atas jasa Kasman lah, bangsa ini dapat diselamatkan dari ancaman bubar di minggu pertama kelahirannya. [isma]
Suara Muhammadiyah nomor 1 tahun 2019