Nabi Muhammad dan Kesehatan Spiritual Keluarga (1)
Oleh: Wildan dan Nurcholid Umam Kurniawan
“Bahwa mencintai Nabi Muhammad hanya dapat
ditunjukkan dengan mengikuti ajaran-ajarannya, tidak
dengan menyenandungkan pujian kepadanya semata”
(MA Salahi penulis buku “Muhammad Man and Prophet”)
Islam sangat menekankan pentingnya menggunakan daya akal, yakni berpikir. Walau banyak ulama tidak menganggap sahih hadis yang menyatakan ,”Islam adalah akal”, cukuplah kita merujuk kepada Al-Qur’an yang antara lain memerintahkan kita untuk berpikir menyangkut agama. Itu misalnya terbaca dari perintah-Nya, “ Katakanlah (wahai Nabi Muhammad) Aku hanya berpesan kepada kamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu bangkit demi karena Allah, berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu berpikir. Tidak ada pada kawan kamu sedikit kegilaan pun. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum datangnya siksa yang pedih” (QS Saba [34] : 46).
Menurut Shihab (2018), ini berarti ajaran agama pun perlu dipikirkan, tidak hanya mengikuti begitu saja tradisi usang, tidak juga mengabaikan berpikir dalam hal-hal yang berada dalam jangkauan akal pikiran, seperti berupaya mengetahui sebab dan latar belakang satu tuntunan. Memang agama bersumber dari Allah, tetapi yang dituntut melaksanakannya adalah manusia. Karena itu tuntunan-Nya perlu dipahami, baik latar belakang maupun ‘illat’ (sebab yang dapat terukur dari satu ketetapan hukum yang atas dasar wujudnya ketetapan itu berlaku dan ketiadaannya menjadikan ketetapan itu dapat batal atau mengalami perubahan) dan hikmahnya.
Agar ketika dijalankan, ia dilaksanakan dengan hati dan pikiran yang mantap, dan dilakukan dalam bentuk dan caranya yang benar. Sambil memerintahkan berpikir, Al-Qur’an dan Sunnah juga mengecam mereka yang tidak menggunakan pikirannya. Mereka dinilai lebih buruk daripada binatang yang kendati tidak diberi potensi berpikir, mereka tidak menjerumuskan diri ke dalam bahaya.
Petunjuk Tuhan dalam Kitab Suci pada abad ke-7 M, “Dan sekiranya Kami menghendaki, pasti Kami meninggikannya dengannya, tetapi dia mengekal ke dunia dan menurutkan hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika engkau menghalaunya ia menjulurkan lidahnya dan jika engkau membiarkannya ia menjulurkan lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan terhadap diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi. Dan demi sungguh Kami telah ciptakan untuk Jahanam banyak dari jin dan manusia; mereka mempunyai kalbu (otak depan, bukan jantung ataupun hati), tetapi tidak mereka gunakan memahami dan mereka mempunyai mata (otak belakang) (tetapi) tidak mereka gunakan melihat dan mereka mempunyai telinga (otak samping) (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang lalai” (QS Al-A’raf [7] : 176-179).
Merujuk pada ayat-ayat tersebut di atas, agar manusia berperilaku manusiawi tidak hewani, maka manusia diarahkan agar menggunakan anugerah Allah berupa otak depan untuk memahami ayat-ayat Allah. Otak belakang untuk melihat kebesaran Allah. Menggunakan otak samping untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Jika mendustakan ayat-ayat Allah, maka perilakunya akan seperti perilaku anjing. Apabila manusia lalai terhadap ayat-ayat Allah, maka perilakunya akan seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi, sehingga mudah digiring ke Neraka Jahanam tinggal bersama jin yang juga tidak pakai otak! “Otaklah yang membuat manusia menjadi manusia” (Robert Livingstone, 1967 dalam Aswin, 1995).
Bedanya manusia dengan jin adalah, karena manusia terbuat dari materi yang padat yaitu tanah, maka manusia itu kelihatan. Sedangkan jin terbuat dari materi tidak padat nyala api, maka jin tidak kelihatan. Nyala api baru kelihatan apabila ada materi yang dapat dibakar. Bagaimana melihat jin? Gampang, bakar saja jaket dan celana jin (jeans). Nah, kelihatan khan aslinya jin?
Memang, kesehatan bukan segalanya tapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak bermakna, “health is not everything but without it everything is nothing” (Arthur Schopenhauer, 1788-1860). Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik (jasmani), mental (nafsani), spiritual (ruhani), maupun sosial (mujtama’i) yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Belum ada definisi konkrit tentang otak sehat. Karena itu mengacu pada Undang-Undang Kesehatan di atas, maka secara sederhana otak sehat dapat diartikan sebagai otak yang keberadaannya juga sehat secara fisik, mental, spiritual, dan sosial (Machfoed, 2016).
Otak sehat (healthy brain) amat penting bagi seorang manusia, lebih-lebih untuk seorang pemimpin yang berotak sehat ibarat matahari yang menyinari semesta alam. Sinarnya membuat hidup bergairah. Otak sehat berbeda dengan otak normal (normal brain). Di sebut normal, apabila otak memiliki struktur dan fungsi apa adanya (anatomical and physiological normally). Otak sehat bukan sekedar otak normal. Otak sehat tidak saja karena ia dapat berfungsi secara baik, tetapi juga memiliki nilai-nilai (values) tertentu terhadap setiap fungsi yang dimilikinya. Bahwa otak bukan semata-mata daging biasa seperti dipahami selama ini oleh masyarakat, tetapi memiliki nilai-nilai (values) membangun peradaban hingga bisa bertahan (Machfoed, 2016). Menurut Aswin (1995) otak yang difungsikan secara maksimal akan membawa pencerahan pada manusia.
Manusia berasal dari kata manu (bahasa Sanskerta) dan mens (bahasa Latin) yang berarti ‘makhluk berakal budi’. Menurut Pasiak (2012), Prefrontal Cortex adalah otak yang terdapat tepat di belakang dahi manusia (tulang dahi merupakan tulang tengkorak yang paling tebal untuk melindungi ibaratnya CPU pada komputer), merupakan otak (budi) yang hanya dianugerahkan Tuhan kepada manusia, hewan tidak. Adapun fungsinya :
1) Pengendali nilai (value);
2) Perencanaan masa depan (future planning). Adapun perencanaan masa depan yang bernilai apabila berdasarkan pertimbangan keimanan dan Hari Akhir, agar menjadi manusia yang visioner; dan
3) Pengambilan keputusan (decision making). Manusia adalah makhluk yang dianugerahi Tuhan kebebasan. Bebas membuat pilihan (free choice), bebas berkehendak (free will) dan bebas bertindak (free act).
Maka, keputusan manusia akan punya nilai, jika keputusan itu benar (sesuai dengan ilmu pengetahuan), baik (sesuai dengan ajaran agama) dan adil (sesuai dengan proporsinya). Para nabi adalah utusan Tuhan untuk memberi contoh pada umat manusia agar memaksimalkan fungsi prefrontal cortex-nya. Para nabi adalah contoh manusia yang sukses menggunakan prefrontal cortex-nya. Maka para nabi adalah manusia yang perilakunya manusiawi, tidak hewani. Perilakunya bernilai di hadapan Tuhan maupun umat manusia.
Hingga saat ini belum ada definisi konkrit kesehatan spiritual (kesehatan ruhani). Spiritualitas dari bahasa Yunani, dari kata spiritus yang berarti menyalakan, membuat terang. Bahwa perkembangan kepribadian seseorang adalah proses spiritual (Maslow, 1997). Dalam kehidupan, spiritualitas mewujudkan dari dalam upaya mencari makna hidup (the meaning of life). Orang yang beragama Islam, apapun kehidupan maupun strata sosial-ekonominya, hidupnya akan penuh makna (meaningful) jika berusaha dengan sungguh-sungguh mengejawantahkan nilai-nilai (values) yang diajarkan Tuhan lewat Kitab Suci Al-Qur’an dan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. implementasinya. Jadi perilaku Nabi Saw. merupakan “gold standard” bagi kaum muslimin sebagai pembanding. Maka perilaku Nabi Saw. merupakan contoh konkrit perilaku hidup sehat spiritual bagi kaum muslimin, karena perilaku Nabi Saw.bernilai di hadapan Tuhan maupun umat manusia.
Keluarga adalah unit terkecll dalam masyarakat. Jika keluarga-keluarga Indonesia mengejawantahkan perilaku hidup sehat spiritual, maka dapat diharapkan akan terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat spiritual. Demikian selanjutnya akan terwujudnya bangsa Indonesia yang sehat spiritual, bangsa yang perilakunya manusiawi, tidak hewani, bangsa atau manusia-manusia Indonesia yang tidak homo homini lupus, bangsa atau manusia-manusia Indonesia yang bukan merupakan serigala bagi manusia lainnya!
Menurut Syaikh Mustafa Al-Maraghi, Rektor Magnificus Universitas Al-Azhar (dalam Haekal, 2000), kenabian adalah anugerah Tuhan, tak dapat dicapai dengan usaha. Akan tetapi ilmu dan kebijaksanaan Allah yang berlaku, diberikan kepada orang yang bersedia menerimanya, yang sanggup memikul segala bebannya. Allah lebih mengetahui di mana risalah-Nya itu akan ditempatkan. Muhammad Saw. sudah disiapkan membawa risalah (misi) itu ke seluruh dunia, bagi si putih dan si hitam, bagi si lemah dan si kuat. Ia disiapkan membawa risalah agama yang sempurna, dan dengan itu menjadi penutup para nabi dan rasul, yang hanya satu-satunya menjadi sinar petunjuk, sekali pun nanti langit akan terbelah, bintang-bintang akan runtuh dan bumi ini pun akan berganti dengan bumi dan angkasa lain.
Kesucian para nabi dalam membawa risalah dan meneruskan amanat wahyu itu, adalah masalah yang tak dapat dimasuki oleh kaum cendekiawan. Bagi para nabi, sudah tak ada pilihan lain. Mereka menerima risalah dan amanat, dan itu harus disampaikan, sesudah mereka diberi cap dengan stempel kenabian. Tugas menyampaikan amanat demikian itu sudah menjadi konsekwensi wajar bagi seorang nabi, yang tak dapat dielakkan. Akan tetapi, tidak selamanya wahyu itu menyertai para nabi dalam tiap perbuatan dan kata-kata mereka. Mereka juga tidak bebas dari kesalahan. Bedanya dengan manusia biasa, Allah tidak membiarkan mereka hanyut dalam kesalahan itu sesudah sekali terjadi, dan kadang mereka segera mendapat teguran.
Muhammad Saw. telah mendapat perintah Tuhan guna menyampaikan amanat itu, dengan tidak dijelaskan jalan yang harus ditempuhnya, baik dalam cara menyampaikan risalah atau dalam cara mempertahankannya. Pelaksanaannya diserahkan kepadanya, menurut kemampuan akalnya, pengetahuannya dan kecerdasaannya, sebagaimana biasa dilakukan oleh kaum cerdik-pandai lainnya. Kemudian datang wahyu memberikan penjelasan secara tegas tentang segala sesuatu yang mengenai Zat Tuhan, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya serta cara-cara beribadat. Tetapi tidak demikian tata-cara kemasyarakatan, dalam keluarga, tentang desa dan kota, tentang negara, baik yang berdiri sendiri atau yang terikat oleh negara-negara lain.
Di samping itu masih banyak sekali bidang lain yang harus diselidiki sehubungan dengan kebesaran Nabi Saw. sebelum datangnya wahyu. Juga tidak kurang kebesaran itu yang harus diselidiki sesudah datangnya wahyu. Ia menjadi utusan Tuhan dan mengajak orang kepada-Nya. Ia melindungi ajakannya (dakwah) itu serta membela kebebasan para penganjurnya. Ia menjadi pemimpin umat Islam, menjadi panglima perangnya, ia menjadi mufti, menjadi hakim dan organisator seluruh jaringan komunikasi dalam hubungan sesamanya dan antarbangsa. Dalam segala hal ia dapat menegakkan keadilan. Ia mempersatukan bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok itu, sesuai dengan yang dapat diterima akal sehat.
Ia telah memperlihatkan kemampuannya berpikir, ketenangannya serta pandangannya yang jauh. Ia dapat memperlihatkan kecerdasannya serta kemampuannya berpikir cepat dan tepat dengan keteguhan hati terhadap setiap kata dan perbuatan. Ia telah menjadi sumber ilmu dan pengetahuan. Ia menjadi lambang kefasihan, yang menyebabkan para ahli dalam bidang itu harus takluk dan menundukkan kepala, mengakui kebesaran dan kedahsyatannya. Akhirnya ia melepaskan dunia fana ini dengan rela hati atas pekerjaaanya, yang juga sudah mendapat kerelaan Allah dan kaum muslimin pula.
Ada ungkapan yang cukup populer yang berbunyi, “Di balik pria sukses terdapat perempuan hebat di belakangnya”. Ungkapan ini terutama cocok untuk pria yang “istikomah”, ikatan suami takut isteri kalo di rumah. Jelas ini tidak berlaku buat Nabi Saw. Lalu, siapakah para perempuan itu?
Empat Perempuan Mulia
Perempuan diciptakan Allah untuk mendampingi lelaki, demikian pula sebaliknya. Ciptaan Allah itu pastilah yang paling baik dan sesuai buat masing-masing. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana lelaki pasti pula yang terbaik untuk mendampingi perempuan, karena tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak sempurna dalam potensinya saat mengemban tugas serta fungsi yang diharapkan dari ciptaan itu. Sang Pencipta pasti Maha Mengetahui kebutuhan lelaki dan perempuan serta apa yang terbaik lagi sesuai bagi masing-masing. Dia pula yang memberi petunjuk untuk tercapainya dambaan kedua jenis kelamin itu, antara lain ketenangan dan ketenteraman hidup (Shihab, 2018)
Yang dimaksud dengan empat perempuan mulia di sisi Nabi Muhammad Saw. adalah :
- Aminah
Menurut Abdul Salam Al-Asyri (2019) dalam bukunya “Aminah Permata Padang Pasir”. Demikian julukan yang diberikan masyarakat Mekkah pada sosok Aminah binti Wahab, ibunda Nabi Muhammad Saw. Julukan itu disematkan karena kecantikan, keangggunan, dan budi pekerti Aminah yang sangat luar biasa. Tak heran, karena sikap dan akhlaknya yang baik itu, maka banyak pemuda Quraisy yang ingin menjadikannya sebagai isteri.
Dari sekian banyak pelamar, tak seorang pun pemuda yang diterimanya. Ia berharap orangtuanya menikahkan dirinya dengan pemuda yang juga memiliki akhlak mulia. Dan sosok itu ada pada diri Abdullah bin Abdul Muthathalib. Setelah melalui berbagai rintangan, keduanya pun menikah.
Kebahagiaan langsung menyelimuti keduanya. Namun, kebahagiaan yang dirasakan pengantin muda ini, tak berlangsung lama. Tumpuan hidup dan tulang punggung keluarga, harus pergi dan tak pernah kembali. Berbagai ujian dihadapinya dengan penuh kesabaran dan tawakal.
Aminah binti Wahab adalah sosok perempuan mulia dan istimewa. Ia adalah perempuan terbaik di antara yang terbaik. Dan perempuan di seluruh dunia ini tentu iri dengannya. Sebab, dari rahimnya, lahir seorang anak yang menjadi pelita umat, yakni Muhammad bin Abdullah, Nabi Saw.
- Khadijah
Inilah kisah ‘true love’, cinta sejati. Apa itu Cinta ? Cinta adalah Cerita Indah Nan Terasa Abadi. Namun, buat yang sedang ‘broken heart’, maka Cinta hanyalah sekedar Cerita Indah Namun Tiada Arti. Menurut Abdul Mun’im Muhammad Umar (2020) dalam bukunya “Khadijah Cinta Sejati Rasulullah”, kisah Ummul Mukminin Khadijah, selalu meninggalkan kesan yang mendalam bagi seluruh umat Islam. Dia adalah isteri Nabi Saw., Khadijah merupakan sosok yang fenomenal. Bukan saja memiliki perilaku yang mulia, Khadijah juga merupakan sosok yang cerdas dan tabah.
Ia rela mengorbankan seluruh harta dan nyawanya untuk dakwah Nabi Saw. Dengan kecerdasan, kebijaksanaan, dan integritas dirinya, Khadijah menjadi penyokong tekad, dan pengobar semangat dakwah Nabi saw. demi tegaknya agama Islam.
Nabi Saw. tidak pernah menikah dengan perempuan lain di masa hidup Khadijah. Beliau menghormati isterinya ini dan tidak pernah mendua dalam cintanya. Begitu berartinya Khadijah bagi beliau, hingga tidak seorang pun yang bisa menggantikan posisinya. Khadijah adalah cinta sejati Nabi Saw.
Khadijah menjadi perempuan istimewa bagi Nabi Saw. Beliau selalu menyebut namanya, kendati Khadijah sudah wafat. Aisyah pun mencemburuinya. “Aku tak pernah merasa cemburu kepada seseorang perempuan, sebesar cemburuku kepada Khadijah. Aku tak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah sering menyebutnya. Ketika menyembelih seekor kambing, beliau selalu memotong sebagian dagingnya dan menghadiahkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah. Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘Seperti tak ada perempuan lain di dunia ini selain Khadijah’. Rasulullah menjawab, ‘Khadijah itu begini dan begitu, dan dari dialah aku memperoleh anak”.
Khadijah memang istimewa. Bahkan, Allah pun memberikan salam untuknya. Peristiwa itu terjadi saat Jibril mendatangi Nabi. Allah juga menjaga diri Khadijah dari segala cela, sehingga penduduk Mekkah menjulukinya ‘perempuan suci’ (thahirah).
- Aisyah
Menurut Sulaiman an-Nadawi (2018) dalam bukunya “Aisyah Kekasih yang Terindah”, Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu anha, adalah perempuan mulia yang berparas cantik dan berkulit putih. Dalam beberapa riwayat, ia sering dipanggil dengan “Humaira” (yang merah merona). Aisyah adalah isteri Nabi Saw. yang paling muda usianya.
Selain cantik, Aisyah juga dikenal sebagai perempuan cerdas yang telah dipersiapkan oleh Allah Swt. untuk menjadi pendamping Nabi Saw. dalam mengemban amanah risalah, menjadi penyejuk mata dan pelipur lara Nabi Saw. Suatu hari Jibril memperlihatkan kepada Nabi gambar Aisyah pada secarik kain sutera berwarna hijau sembari mengatakan, “Ia adalah calon isterimu kelak, di dunia dan di akhirat” (HR At-Tirmidzi)
Aisyah memiliki kedudukan istimewa di sisi Nabi Saw. Bahkan, Aisyah dikenal sebagai perempuan yang memiliki kedalaman ilmu yang luar biasa. Ia menguasai berbagai cabang ilmu, di antaranya ilmu fikih, kesehatan, dan syair Arab. Ada 1.210 hadis yang diriwayatkan darinya dan telah disepakati oleh Iman Bukhari dan Muslim. Keutamaannya, para sahabat menjadikannya rujukan untuk mengetahui hadis-hadis dari Nabi Saw.
- Fatimah
Menurut Fuad Abdurahman (2020) dalam bukunya “Fatimah Pemimpin Perempuan di Surga”, adalah puteri bungsu Nabi Saw. Ia adalah satu-satunya puteri Nabi Saw. yang memiliki anak keturunan. Tiga kakak perempuannya, Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum, tidak mempunyai anak. Dari rahim Fatimah, lahir Hasan dan Husain, cucu tersayang Nabi Saw. Karena itu pula, Fatimah sangat dicintai dan amat disayangi Nabi Saw., sebab ia menjadi penerus garis keturunan Nabi Saw. hingga akhir zaman.
Namanya begitu harum dan mulia. Jika merindukan wangi semerbak surga, Nabi Saw. akan mendatangi dan mencium puteri tercintanya ini. Tak jarang para isteri Nabi Saw. sangat mencemburuinya.
Fatimah Al-Zahra, isteri dari Ali bin Abi Thalib ini memilki berbagai keistimewaan dibandingkan perempuan lainnya, bahkan para isteri Nabi sekali pun. Nabi Saw. menegaskan bahwa Fatimah adalah pemimpin para perempuan di surga kelak. “Kabar gembira buat engkau, wahai puteriku! Kelak engkau akan menjadi pemimpin perempuan di surga”. Fatimah bertanya kepada Nabi Saw. bagaimana dengan para perempuan utama seperti ibunya (Sayyidah Khadijah), Mariam binti Imran, dan Asiyah isteri Fir’aun. Nabi menjawab, “Mereka adalah pemimpin ahli surga di zamannya, sedangkan engkau pemimpin perempuan di dunia dan akhirat”. Bersambung
Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul
Nurcholid Umam Kurniawan, Dokter Anak dan Direktur Pelayanan Medik RS PKU Muhammadiyah Bantul serta Dosen FK-UAD