YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Saya atas nama lembaga Sigap dan difabel menyampaikan rasa terimakasih yang sangat luar biasa kepada ‘Aisyiyah yang sampai saat ini masih senantiasa setia dan melakukan upaya reformasi hukum dan penanganan bagi kawan-kawan difabel yang berhadapan dengan hukum. Semoga apa yang kita lakukan ini akan menjadi pupuk semangat bagi perjuangan kita untuk mengabdi kepada negara terutama untuk memberikan keadilan bagi masyarakat rentan.” Hal tersebut disampaikan oleh Purwanti dari Sigap Indonesia saat menghadiri ‘Seminar Peradilan Inklusi dan Launching Buku ‘Alur Penanganan dan Bantuan Hukum Berdasarkan Akomodasi yang Layak Bagi Penyandang Difabel dalam Proses Peradilan’” yang dilaksanakan Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Tengah, pada Jum’at (26/11).
Dalam acara yang disiarkan secara langsung dari Auditorium Moh Djasman, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini Purwanti menyebut bahwa terbitnya buku panduan ini adalah sangat luar biasa karena ini berarti ‘Aisyiyah sudah memiliki tools dalam penanganan kasus difabel yang berhadapan dengan hukum yang pemerintahpun belum memiliki. “Ini sungguh sangat luar biasa dan ini adalah tools yang sampai sekarang negara kita masih mencari-cari toolsnya seperti apa tetapi ‘Aisyiyah sudah memiliki tools dan mengimplementasikannya di lapangan.“
Purwanti melanjutkan, walaupun sudah ada KUHP dan juga Undang-Undang, tetapi kehadiran buku ini diperlukan sebagai penuntun bagaimana petunjuk langsung melakaksanakan UU tersebut, yang merupakan tturunan dari PP 39 tahun 2020 tentang akodomasi yang layak bagi penyadang difabel dalam proses peradilan.
Purwanti menyebut bahwa Sigap bersama ‘Aisyiyah kerap bekerjasama dalam isu difabel berhadapan dengan hukum termasuk melakukan berbagai upaya advokasi dalam menyediakan akomodasi yang layak bagi difabel dalam proses hukum. “Berbahagia sekali dan sangat bangga sekali di mana penyandang difabel terutama yang berhadapan dengan hukum menjadi salah satu target sasaran dalam advokasi kebijakan dan keadilan hukum di ‘Aisyiyah dan ini sangat luar biasa,” ujarnya.
Abdullah Tri Wahyudi, tim penyusun buku ‘Alur Penanganan dan Bantuan Hukum Berdasarkan Akomodasi yang Layak Bagi Penyandang Disabiitas dalam Proses Peradilan’” menyebutkan bahwa penyandang difabel yang berhadapan dengan hukum sangat sulit mendapatkan keadilan juga sangat sulit untuk mengakses keadilan. “Karena banyak sekali hambatan yang kita hadapi bersama hingga bagaimana agar difabel bisa mendapatkan hak-haknya mendapatkan akses keadilan atau hukum karena pada prinsipnya semua Warga Negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.”
Yuspahruddin, Kakanwil Jawa Tengah menyebutkan bahwa terkait difabel memang beberapa tahun ini baru dibuatkan pedoman dalam rangka mengahadapi difabel di lembaga permasyarakatan atau rumah tahanan yang itu dibuat atas perintah Undang-Undang termasuk untuk pembuatan pedoman layaan. Oleh karena itu pihaknya sangat berterimakasih atas partisipasi ‘Aisyiyah yang juga membuat buku pedoman ini.
Yuspahruddin juga menyebutkan harapannya agar pemenuhan kebutuhan bagi kelompok difabel ini akan terus berkembang. “Kami berusaha memberikan perhatian khusus untuk penyandang difabel supaya kta bisa memenuhi pemenuhan penegakan dan pelindungan HAM terutama kedapa penyandnag difabel .”
Siti Kasiyati, Ketua MHH PWA Jawa Tengah yang juga tim penyusun buku menyampaikan bahwa buku ini terbit atas hasil refleksi dari berbagai penanganan difabel yang dilakukan MHH PWA Jawa Tengah. “Dari berbagai kasus yang kami tangani, kami refleksikan, dengan narasumber kami diskusi tematik hingga menghasilakn ide gagasan menerbitkan buku itu,” terang Kasiyati. Menurutnya ini juga menunjukkan komitmen Aisyiyah dalam penanganan maupun pembelaan hak-hak kaum perempuan, kelompok difabel, dan anak korban kekerasan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PP ‘Aisyiyah), Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan apresiasinya kepada MHH PWA Jawa Tengah atas terbitnya buku ‘Alur Penanganan dan Bantuan Hukum Berdasarkan Akomodasi yang Layak Bagi Penyandang Difabel dalam Proses Peradilan.’ Menurutnya ini merupakan salah satu bentuk dakwah ‘Aisyiyah dan perhatian ‘Aisyiyah kepada kelompok rentan. “Apa yang menjadi dakwah ‘Aisyiyah dan bagaimana perhatian kita kepada kelompok yang rentan atau kelompok mustadh’afin, kelompok orang yang dilemahkan karena perlindungannya belum diberikan secara otpimal.”
Menurut Noordjannah, perhatian ‘Aisyiyah bagi kelompok rentan semua dibuktikan dengan kerja nyata. “Kita bukan akan sedang, akan melakukan, tetapi ‘Aisyiyah Muhammadiyah sudah dan akan terus melakukan upaya-upaya untuk kepentingan pengabdian kita kepada Allah karena menjadi tanggung jawab setiap manusia untuk menghargai, memberikan penghormatan, saling menyayangi, bersikap inklusif pada segala hal yang membuat gerak dakwah ‘Aisyiyah ini mewujudkan Islam rahmatan li alamin.”
Noordjannah melanjutkan bahwa perhatian ‘Aisyiyah pada berbagai kasus kekerasan baik kekerasan terhadap perempuan di rumah tangga, kekerasan terhadap anak, kekerasan seksual, kekekerasan kepada penyandang difabel ,tidak hanya sebatas perhatian tetapi mendasarkan dengan nilai ajaran agama dalam kehidupan Indonesia dengan Pancasila dan UU yang memang kita semua harus memberikan perhatian, penghargaan kepada sesama tanpa diskriminasi.
Dalam kegiatan yang dihadiri peserta pelatihan paralegal ‘Aisyiyah ini, Noordjannah mengajak agar seluruh warga ‘Aisyiyah untuk meneguhkan, meluaskan, membangun proses kesadaran bersama untuk bertindak menjalankan praksis gerakan terkait penyandang difabel agar menjadi warga negara yang tanpa diskriminasi.
Noordjannah juga terus memberikan semangatnya bagi kerja MHH PWA Jawa Tengah dan MHH ‘Aisyiyah di seluruh Indonesia yang sudah bekerja sepenuh hati walaupun disebutnya berada di lorong yang sepi. “Gerakan yang sudah dilakukan MHH ini adalah pekerjaan mulia di lorong yang sepi karena tidak semua bisa terpublish, tidak semua bisa dipidatokan. Ini pekerjaan di lorong yang sepi tetapi jalannya terang untuk mencapai akhirat yang insya Allah mendapat tempat yang sebaiknya.” (Suri)