Hukum Memakan Binatang Bertaring dan Memakai Kalung Pengobatan
Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr. Wb.
- Apakan binatang yang bertaring haram untuk dimakan? Apa dalilnya?
- Apakah boleh memakai kalung untuk pengobatan seperti yang sekarang sedang musim?
(disidangkan pada Jum’at, 27 Syawal 1430 H / 16 Oktober 2009)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan. Berikut ini jawaban dari kami:
- Binatang yang bertaring dalam syariat Islam haram untuk dimakan. Dalilnya adalah:
- Dalil yang spesifik adalah hadis Rasulullah saw:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ. [رواه مسلم حديث رقم 3574 ، 3573 ، 3572 ، 3571 ، 3570 والبخاري بلفظ آخر حديث رقم 5101]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah saw melarang (memakan) semua binatang buas yang bertaring, dan burung yang bercakar.” [HR. Muslim No. 3574, 3573, 3572, 3571, 3570 dan HR. al-Bukhari dengan lafal yang berbeda no 5101]
Oleh ulama dijelaskan bahwa yang dimaksud hewan bertaring dalam hadis itu adalah hewan yang berbahaya bagi manusia ( مَا يَعْدُو بِنَابِهِ عَلَى النَاسِ ) seperti singa, macan, macan tutul dan serigala. Atau juga yang memakan daging (مَا يَأْكُلُ اللَحْمَ ) seperti gajah dan kucing. Sebagian ulama ada juga yang mengharamkan keledai dan kera melalui hadis di atas karena keduanya memiliki taring.
- Dalil implisit berupa ayat al-Quran yang mengharamkan memakan binatang yang mati terbunuh karena dimakan binatang buas.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ. [المائدة، 5: 3]
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” [QS. al-Maidah (5): 3]
Binatang bertaring termasuk ke dalam binatang buas, sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas. Keharaman binatang bertaring bisa pula diambil dari keterangan al-Quran tentang haramnya binatang yang mati karena diterkam binatang buas, sekalipun pada dasarnya hewan tersebut halal, seperti kambing atau sapi. Di dalam binatang buas terdapat sifat yang ganas di mana mereka suka membunuh sesama. Dengan mengharamkan binatang buas, berarti Islam telah memberikan penghormatan pada manusia agar tidak memiliki sifat seperti binatang itu. Di samping itu pula, binatang buas dianggap kotor dan menjijikkan sehingga makanannya pun ikut diharamkan dalam syariat Islam. Dalam ayat al-Quran diterangkan bahwa yang diharamkan dalam Islam adalah barang-barang yang memang pada dasarnya kotor, jorok dan menjijikkan. Allah berfirman:
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ. [الأعراف، 7: 157]
Artinya: “(Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” [QS. al-A’raf (7): 157]
Hanya saja, dari sekian jumlah hewan bertaring yang ada, Rasulullah saw mengkhususkan satu jenis hewan bertaring yang halal untuk dimakan, yaitu hyena. Hyena adalah binatang yang bentuknya menyerupai anjing atau serigala, yang banyak terdapat di benua Afrika dan kawasan Arabia. Kekhususan tersebut berdasarkan pada hadis Rasulullah saw:
عَنْ ابْنِ أَبِي عَمَّارٍ قَالَ سَأَلْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ عَنْ الضَّبُعِ فَأَمَرَنِي بِأَكْلِهَا قُلْتُ أَصَيْدٌ هِيَ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ أَسَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ. [رواه النسائي حديث رقم 2787، 4249 ورواه وابن ماجه والترمذي والدارقطني وابن حبان وابن خزيمة واحمد بلفظ آخر]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abi Ammar, ia berkata: Aku telah bertanya pada Jabir bin Abdullah tentang hyena. Ia menyuruhku untuk memakannya. Aku bertanya padanya: Apakah hyena termasuk hewan buruan, ia berkata: Ya. Aku bertanya padanya: Apakah kau mendengarnya dari Rasulullah saw? Ia menjawab: Ya. [HR. an-Nasai no 2787, 4249 dan Ibnu Majah, at-Tirmidzi ad-Daruquthni, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dengan lafal yang berbeda]
Mengapa hyena dikhususkan dari hewan lainnya, adalah karena hyena termasuk ke dalam kategori hewan buruan (shaid). Disamping itu juga, oleh ulama dijelaskan bahwa kekhususan itu dikarenakan keseluruhan geraham hyena hanya satu tangkai, yang jika diumpakan seperti kaki kuda yang tidak berjeriji, sehingga ia tidak termasuk golongan hewan bertaring (Ibnu Taimiyah, Jilid 1, 484). Oleh sebab itu hyena bukan termasuk hewan bertaring yang haram dimakan.
- Pertanyaan kedua, tentang memakai kalung untuk pengobatan. Sebenarnya masalah ini pernah dimuat dalam majalah SM No. 16 Tahun ke-94/ 16-31 Agustus 2009 dan SM No. SM No. 17 Tahun ke-94/ 1-15 September 2009. Silahkan anda rujuk ulang untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan anda. Namun demikian, sebagai tambahan dan penguat atas jawaban tersebut, kami sampaikan beberapa hal berikut.
Memakai kalung, apapun kepentingannya dan jenis kalungnya, pada dasarnya hanya boleh untuk kaum wanita sebagai perhiasan, baik yang terbuat dari emas, perak, plastik atau yang lainnya. Jika laki-laki memakai kalung, maka ia termasuk yang dicela oleh Allah karena berpenampilan menyerupai wanita. Dalam hadis disebutkan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ [رواه البخاري 5435]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki.” [HR. al-Bukhari No. 5435]
Disamping itu juga, memakai kalung bagi laki-laki bertentangan dengan fitrah kelelakiannya (ar-rujulah) dan mengandung unsur berlebih-lebihan (israf) dalam berpakaian. Allah berfirman:
وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ. [الأنعام، 6: 141]
Artinya: “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan karena Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [QS. al-An‘am (6): 141]
Adapun menggunakan kalung bagi laki-laki untuk kepentingan pengobatan, maka hukumnya boleh karena termasuk dari kondisi darurat yang pada dasarnya tidak diinginkan terjadi. Sedangkan bagi wanita boleh sesuai dengan hukum asalnya. Dalam kaedah fikih disebutkan:
الضَرُوْرَاتُ تُبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ
Artinya: “Keadaan darurat membolehkan perbuatan yang terlarang.”
Dalil dari kaedah ini adalah firman Allah swt:
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ. [البقرة، 2: 173]
Artinya: “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Baqarah (2): 173]
Dalam ayat lain disebutkan:
يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ. [البقرة، 2: 185]
Artinya: “Allah menginginkan padamu kemudahan dan tidak menginginkan padamu kesulitan.” [QS. al-Baqarah (2): 185]
Berdasarkan penjelasan di atas, dibolehkan memakai kalung untuk pengobatan dengan syarat disertai adanya keyakinan bahwa yang menyembuhkan penyakit bukanlah kalung tersebut, melainkan Allah swt. Disamping itu, tidak boleh memakai kalung lalu menganggapnya sebagai jimat, karena hal tersebut merupakan perbuatan syirik yang dilarang tegas oleh agama Islam.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 22 Tahun 2009