Mengenang Abdul Hakim Siagian

Mengenang Abdul Hakim Siagian

Oleh: Shohibul Anshor Siregar

Puccaha Langit Siagian, sepupu almarhum Dr H Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum, Rabu, 15 Desember 2021, pukul 10.25 WIB, mengirim teks kepada saya: “Mari kita do’akan saudara kita Abdul Hakim Siagian lekas sembuh, saat ini sedang dirawat di rumah sakit.”

Segera disusulnya dengan teks lebih ringkas: “info terakhir dirawat di ruang ICU”. Saat itulah saya ketahui mengapa pesan saya melalui WhatsApp beberapa hari sebelumnya tak berbalas.

Malam hari pukul 21.07 WIB saya tanya Puccaha Langit Siagian: “bagaimana perkembangan terbaru?” Segera dijawab: “belum sadar, cuma sudah enggak sesak lagi”.

Takdir berbicara lain. Sabtu sore, 18 Desember 2021, Dr H Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum telah berpulang ke rahmatullah. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun.

Kegembiraan dan Duka

Sabtu pagi hingga siang, dengan penuh kegembiraan kami menyelenggarakan acara pengukuhan Guru Besar Ilmu Social Work FISIP UMSU (Prof.Dr H Agussani, M.AP; Rektor UMSU). Mestinya Dr H Abdul Hakim Siagian,SH., M.Hum, dalam kondisi sehat, pun ada di antara hadirin.

Di antara rombongan PP Muhammadiyah, PW Muhammadiyah Sumut, PD Muhammadiyah dari seluruh Kabupaten dan Kota di Sumut, dan para rektor beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah dari berbagai kota di Indonesia.

Saya bayangkan kepiawaiannya beradaptasi. Misalnya menemukan momentum untuk bersalaman dan mengatakan sesuatu kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, kepada Wakapolda Sumut, kepada pejabat militer yang mewakili Kodam I/BB, kepada pejabat yang mewakili MUI, kepada Ibnu Hajar Damanik, Kepala LLDIKTI Sumut, dan para pejabat lain yang hadir.

Tentulah latar sebagai politisi dan praktisi hukum kondang membiasakannya dengan kemahiran yang rasanya patut saya cemburui itu.

Ketatanegaraan Indonesia

Awal Desember saya rencanakan webinar “Ketatanegaraan Indonesia”, dilaksanakan Rabu tanggal 15 Desember 2021 pada Al-Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara Channel.

Segera saya berkoordinasi dan beroleh kesediaan dari para calon narasumber (Sri-Bintang Pamungkas, Hasim Purba, Faisal Akbar Nasution, Surya Darma Hamonangan Dalimunte, Muhammad Uhaib As’ad dan Andrian.

Tadinya saya sangat berharap Abdul Hakim Siagian terlibat dalam forum. Teks yang saya kirim sebelumnya melalui WhatsApp saya harap akan cukup membantunya untuk menentukan sudut pandang dalam webinar.

Saya jelaskan latar belakang webinar bermula dari pidato pengukuhan Sri-Bintang Pamungkas sebagai Guru Besar dalam Bidang Hukum Administrasi Negara, Universitas Cokroaminoto (Menegakkan Keadilan dan Kebenaran Serta Menyelenggarakan Kesejahteraan dan Kemakmuran Bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

Dalam pidato itu ada beberapa pernyataan penting. Di antaranya, UUD Hasil Sidang MPR 1999-2002 bukan sekedar hasil amandemen, melainkan upaya disengaja dengan tujuan merugikan. Rangkaian tindakan amandemen atas UUD 1945 itu ternyata disponsori Negara-negara Barat seperti yang pernah terjadi di Afghanistan, Irak, Mesir dan Libya. Alasan intervensi yang dinyatakan di permukaan ialah hendak mengubur selamanya kediktatoran (Soeharto dan Orde Baru).

Pamungkas juga menuding proses amandemen itu dibantu para pengkhianat di dalam negeri. Hasilnya pun secara empiris terbukti semakin memastikan keterpurukan Indonesia. Pamungkas yakin jalan satusatunya untuk membawa Indonesia keluar dari masalah besar ini ialah memperbaiki “software” negara (konstitusi). Indonesia harus kembali ke UUD 1945 yang asli.

Jadi saya ingin Dr H Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum ikut menimbang kerangka konstitusi usulan Pamungkas mengacu pada 3 kelompok masalah yang dipecah menjadi 33 sub masalah oleh Pamungkas.

Pertama, tawaran revolusi ketatanegaraan. Pamungkas berpendirian bahwa selama ini banyak praktek ketatanegaraan yang berbeda dari apa yang diterapkan oleh para Rezim penguasa Indonesia. Itu sulit sekali diterima dapat membawa Indonesia lebih baik selama pergantian rezim tidak menyerta-mertakan pergantian sistim.

Tentu antara sistim dan rezim sebagai dua hal berbeda sebetulnya bisa sama-sama menjadi faktor penyumbang ketakberesan secara terpisah mau pun secara bersama-sama. Dengan kecakapan dan political will khas negarawan teruji, seseorang pemimpin puncak di negara mana pun dapat membawa bangsanya ke jalan perubahan aspiratif yang benar meski dengan konstitusi yang dinilai tak sempurna.

Dalam sebuah perbincangan dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva beberapa tahun lalu, saya juga menerima argumen bahwa dengan UUD 1945 Asli Indonesia malah memerlukan sebuah reformasi sebagai keniscayaan dan alasan di balik itu tentu bisa menjadi pembanding atas asumsi Indonesia akan lebih baik jika kembali ke UUD Asli itu.

Tentu masih banyak alasan lain yang dapat diajukan, misalnya bahwa di dalam UUD 1945 hasil 4 kali amandemen tak ada narasi yang mengarah ke pembenaran presidential threshold (ambang batas 20 persen dukungan partai pada pencalonan presiden) namun itulah yang kini menjadi sebuah problem besar bangsa ini karena amat dikhawatirkan akan menjadi jalan pengabadian pasti bagi oligarki.

Kedua, rancangan perubahan besar kelembagaan negara. Pamungkas berasumsi membawa kebangkitan Indonesia dari keterpurukan menuju Negara Besar sebagaimana dicita-citakan, yaitu Negara adil dan makmur, sejahtera abadi, lahir dan batin, sejajar dan terhormat di antara bangsa-bangsa di dunia.

Konstruk ketatanegaraan usulan Pamungkas memberi rasionalisasi baru atas beberapa konsep penting seperti Otonomi Daerah (di tingkat Provinsi), yang penuh dan luas sebagaimana pernah digagas para founding persons. Lembaga-lembaga Negara yang sudah disebutkan di dalam UUD-1945, dan yang umum dibentuk dalam suatu Negara, dengan demikian harus mengikuti pikiran otonomi itu sebagai konsekwensi belaka. Tinggal melihat bagaimana selama ini lembaga-lembaga itu sudah dijalankan, lalu dikoreksi penyimpangannya secara empiris.

Ke tiga, revolusi perekonomian agar bisa menjadi Negara sejahtera. Predikat Indonesia adalah Negara miskin, padahal sesungguhnya kaya-raya. Revolusi ini menitikberatkan arti sesungguhnya Ekonomi Pancasila atau Ekonomi Kerakyatan dengan kekayaan alam Indonesia yang seyogyanya dieksploitasi demi kemakmuran seluruh rakyat, berdasarkan azas kekeluargaan.

Revolusi perekonomian Pamungkas bersamaan dengan revolusi kelembagaan meliputi perihal bagaimana perekonomian Negara dan Industri, penguasaan iptek, serta kebijakan moneter, fiskal dan neraca pembayaran untuk menghasilkan pendapatan nasional yang selalu meningkat seiring pemerataan dan lapangan kerja, untuk menghilangkan kemiskinan serta dengan menjaga stabilitas harga, sukubunga rendah dan nilai tukar rupiah.

Pengembalian Hak-hak Sosial, Ekonomi dan Politik Rakyat yang dapat meliputi bidang-bidang pendidikan, penegakan hukum, hak untuk hidup nyaman dan tenteram, tanpa rasa takut, hak untuk hidup layak serta hak untuk beragama dan menjalankannya dan menyampaikan pendapat dengan merdeka, dan lain-lain.

Sebuah buku karya Sri-Bintang Pamungkas yang seyogyanya saya serahkan kepada almarhum untuk dijadikan acuan wilayah perbincangan webinar dalam beberapa hari ke depan akan saya serahkan kepada keluarga almarhum dengan harapan semoga dapat membantu meringankan duka kehilangan.

Komunikasi-Komunikasi Terakhir

MUI Sumut mengamanahkan jabatan Direktur Lembaga Advokasi Umat Islam (LADUI) kepada Dr Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum setelah meninggalnya pejabat lama almarhum Hamdani Harahap, SH., M.H. Pelantikan ditandai seminar menghadirkan beberapa pembicara, termasuk Hasim Purba dan saya.

Beberapa hari setelahnya saya menonton video youtube acara itu dan merasa ada beberapa pernyataan yang potensil disalahtafsir. Saya mohon dipotong bagian-bagian tertentu dan almarhum pun memenuhinya.

Saat heboh RUU HIP, Dr.H.Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum menyelenggarakan komunike khusus menghadirkan Hasyimsyah Nasution dan beberapa pembicara lain termasuk saya. Saya sedikit berbeda pendapat dengan almarhum yang tampak legowo saja.

Beberapa bulan lalu Putrama Alkhairi mengundang beberapa tokoh dari berbagai organisasi dalam sebuah acara di Kolam Renang Deli Jalan Sutomo. Saya berbicara sebelum almarhum. Pokok pikiran saya tentang keniscayaan perombakan makro ekonomi (konstitusi) dan gagasan Indonesia Tanpa Pengangguran almarhum simak tanpa komentar saat giliran berbicara. Saya tahu alasannya: almarhum memilih mencari waktu lain untuk berdiskusi.

Jurnalis Maestro Sihalolo pernah tegang menyaksikan sahut menyahut komentar dengan bahasa amat simbolik antara saya dengan Dr H Abdul Hakim Siagian, SH., M,Hum pada situs berita Tajdid, saya kira karena perbedaan interpretasi belaka.

Beberapa pekan lalu saya menanyakan sesuatu. “Siap, senior”, jawab almarhum dan masalah selesai beberapa menit saja. Tak lama setelah itu saya arahkan ke almarhum dan Hasim Purba seseorang dari Toba (Sahala Raja Gultom) yang bertanya tentang masalah hukum. Keduanya menyambut sangat baik dan almarhum lagi-lagi menjawab “Siap, Senior”.

Penutup

Sewaktu bertugas menjadi anggota DPRDSU, almarhum selalu berterus terang dan tegas saat memberi pendapat untuk diformulasi menjadi pendapat Fraksi. Ketua Fraksi PAN waktu itu, Ibrahim Sakty Batubara, selalu memuji sikap almarhum. Misalnya, setelah mendengar pemaparan RAPBD dalam rapat paripurna lalu memberi pendapat “tolak”. Almarhum pun tak akan mau terlibat penyusunan naskah pendapat Fraksi yang dinilainya harus ditolak itu. Berbeda jika sependapat dengan Fraksi, almarhum akan ikut andil mengawal pendapat Fraksi.

Selain menjadi dosen UMSU dan Pengurus Muhammadiyah Sumut, setahu saya Dr H Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum juga bergabung dengan berbagai institusi penting (MUI Sumut, USU dan lain-lain). Amat manusiawi jika almarhum punya kekurangan dalam berkiprah. Sebagai sahabatnya sejak menjadi sama-sama mahasiswa, saya mohon kemaafan untuk semua kelemahan, jika ada.

Banyak orang akan kehilangan almarhum, termasuk pembaca setia artikelnya yang ada di Suara Muhammadiyah. Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa’afihi, wa’fuanhu.

Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS)

Exit mobile version