Muhammadiah Syah Kuala Kembali Adakan Kajian Rutin Ilmiah
BANDA ACEH, Suara Muhammadiyah – Keluarga Besar Muhammadiyah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) kecamatan Syah Kuala kota Banda Aceh kembali mengadakan pengajian rutin pada hari Ahad (8/1) pukul 9.30-11.30 di rumah ketua Aisyiah PC Syah Kuala Hj. Musfidar S.Ag. di Kopelma Darussalam Banda Aceh. Pengajian ini dihadiri para pengurus dan keluarga besar PCM Syah kuala.
Menurut penanggung jawab bidang pengajian PCM Syah Kuala Habib Syukri, ST., MT., pengajian rutin ini bertujuan untuk belajar dan menambah ilmu agama serta silaturrahmi keluarga besar PCM Syah Kuala.
“Pengajian ini bertujuan untuk belajar dan menambah ilmu agama dari para ulama dengan menghadirkan narasumber dari tokoh-tokoh Muhammadiyah. Di akhir pengajian ada sesi tanya jawab persoalan agama oleh peserta kajian kepada narasumber.”
“Selain itu, pengajian ini juga bertujuan untuk menjalin silaturrahmi dan ukhuwah internal keluarga besar PCM Syah Kuala.” ujar Habib.
Selanjutnya, Habib menjelaskan bahwa pengajian rutin setiap bulan sekali ini sudah diadakan oleh PCM Syah Kuala sejak tahun 2015.
“Pengajian rutin sebulan sekali ini sudah lama kami adakan sejak 7 tahun yang lalu yaitu 2015. Namun karena pandemi covid-19, maka pengajian ditiadakan untuk sementara selama 2 tahun terakhir ini.”
“Alhamdulillah, hari ini kami memulai kembali pengajian rutin. Ini pengajian perdana sejak berhenti selama 2 tahun terakhir ini. Bahkan mulai awal tahun 2022 ini, kami agendakan 2 kali pengajian dalam sebulan, mengingat antusiasnya para pengurus dan keluarga besar Muhammadiyah Syahkuala mengadakan kegiatan kajian ilmiah ini.” ungkap Habib yang juga staf biro rektor Unmuha.
Pengajian perdana PC Muhammadiyah Syah Kuala yang bertepatan dengan awal tahun 2022 ini menghadirkan narasumber ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA. dengan topik kajian “Urgensi Mempelajari Ilmu Syar’i”.
Menurut Yusran, yang juga anggota Ikatan dan Da’i Asia Tenggara, ilmu syar’i adalah ilmu berupa keterangan dan petunjuk untuk memahami syariat Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang termasuk ilmu syar’i yaitu Tauhid, Aqidah, Akhlak, Tajwid, Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, Ushul Fiqh, Fiqh, Maqashid syariah, Bahasa Arab, dan lainnya. Ilmu-ilmu inilah yang mendapat pujian dan sanjungan dari Allah swt dan Rasul-Nya saw bagi orang yang mempelajarinya.”
Yusran yang juga sebagai Ketua Majelis lntelektual dan Ulama Muda (MIUMI) Provinsi Aceh menjelaskan hukum mempelajari ilmu Syar’i.
“Mempelajari ilmu syar’i itu hukumnya wajib, berdasarkan Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 122 dan hadits Nabi saw, “Menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
“Mengenai kewajiban ini, para ulama membagi ilmu syar’i itu kepada dua bagian. Pertama; wajib ‘ain yaitu ilmu Tauhid, Aqidah, Fiqh Ibadah, Tajwid, dan Akhlak. Maknanya, setiap muslim wajib belajar ilmu-ilmu ini. Jika tidak belajar, maka seseorang berdosa. Kedua: wajib kifayah yaitu ilmu syar’i selain ilmu-ilmu fardhu ‘ain. Maknanya harus ada beberapa orang di suatu kampung yang belajar ilmu-ilmu ini. Jika tidak, maka berdosa semua penduduk kampung tersebut”, ujar dosen Fiqh dan Ushul Pascasarjana UIN Ar-Raniry ini.
Selanjutnya, doktor Fiqh dan Ushul Fiqh jebolan International Islamic University Malaysia (IIUM) menjelaskan pentingnya ilmu syar’i dalam kehidupan.
“Dengan ilmu syar’i, seseorang akan mengetahui kewajiban kepada Allah swt berupa mentauhidkan Allah swt, beribadah kepada-Nya, mematuhi-Nya, mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, takut kepada-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, berharap kepada-Nya, dan sebagainya. Begitu pula, mengetahui hal-hal yang diharamkan terhadap Allah swt berupa kufur, syirik, nifak, khurafat, tahayul, bid’ah, mendurhakainya, berbuat maksiat, dan sebagainya.
“Dengan ilmu syar’i, seseorang mengetahui kewajiban kepada Rasul saw berupa mematuhinya, mencintainya, memuliakannya, membelanya, bershalawat kepada-nya dan sebagainya. Begitu pula mengetahui hal-hal diharamkan terhadap Rasulullah berupa meleceh Rasul, ahlul bait dan sahabatnya, membuat dan mengamalkan hadits palsu, mengamalkan dan meyebarkan bid’ah, mendurhakainnya, dan sebagainya.”
“Dengan ilmu syar’i, seseorang seseorang akan mengetahui mana yang benar dan mana salah, mana yang petunjuk dan mana yang sesat, mana yang wajib dilakukan dan mana yang haram, serta mana yang halal dikonsumsi dan mana yang haram.”
“Dengan ilmu tauhid, seseorang akan mengetahui kewajiban bertauhid yang benar yaitu sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang wajib dilakukan dan mengetahui hal-hal yang dapat merusak dan membatalkan tauhid yaitu kufur, syirik, nifak, dan sebagainya agar dia menjauhinya.” ungkap anggota dewan Pakar Parmusi Provinsi Aceh.
“Dengan ilmu Aqidah, maka seseorang akan mengetahui aqidah yang benar yaitu aqidah yang berdasarkan Al-Qur’an As-Sunnah yang dinamakan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Begitu pula mengetahui aqidah yang sesat yaitu aqidah yang bertentangan dengan aqidah Alquran dan As-Sunnah (Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah) seperti paham sesat Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah, Jabariah, Qadariah, Jahmiah, Wihdatul Wujud (Al-Hulul/Al-Itihad), Batiniah, Sekulrisme, Pluralisme, Liberalisme, Feminisme/Genderisme, dan lainnya.”
“Dengan ilmu Fiqh Ibadah, seseorang dapat mengetahui cara beribadah yang benar yaitu sesuai dengan petunjuk Nabi saw dan mengetahui rukun dan syarat dalam ibadah yang wajib dilakukan agar ibadahnya diterima Allah swt. Begitu pula mengetahui hal-hal yg dilarang dalam ibadah seperti bid’ah dan hal-hal membatalkan ibadah sehingga harus ditinggalkan dan dijauhi.”
“Dengan ilmu akhlak, maka seseorang mengetahui akhlak yang baik/terpuji yang wajib dilakukan agar dia bisa masuk surga, karena akhlak baik/terpuji penyebab masuk surga sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,. Begitu pula mengetahui akhlak buruk/tercela yang wajib ditinggalkan agar dia tidak masuk neraka. Karena, penyebab masuk neraka adalah akhlak buru/tercela sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
“Dengan ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharaf dan lainnya, maka seseorang dapat memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup seorang muslim yang wajib diamallkan. Selain itu juga mengetahui dan memahami ilmu-ilmu syar’i yang ditulis oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka dengan bahasa Arab. Al-Qur’an dan As-Sunnah serta kitab-kitab para ulama yang menjelaskan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan sumber ilmu Islam yang berbahasa Arab. Nabi kita dan para sahabatnya juga orang Arab yang berbicara dan menyampaikan ajaran Islam dengan bahasa Arab. Maka kita wajib mencintai bahasa Arab dan memprioritaskannya dari bahasa lainnya. Membenci orang Arab dan bahasa Arab sama saja membenci Al-Quran, As-Sunnah dan para ulama salaf”, jelas ustaz Yusran.
Selanjutnya, ustaz yusran menjelaskan dan memperingatkan bahaya kebodohan umat akibat tidak menuntut dan belajar ilmu syar’i.
“Jika umat tidak paham agama atau tidak berilmu agama, maka akan terjadi berbagai kemaksiatan dan kemungkaran seperti paham sesat, syirik, khurafat, tahayul, bid’ah, pembunuhan, pemerkosaan, perzinaan, pencurian, praktek dukun/paranormal, mendatangi dan percaya dukun/paranormal, mabuk-mabukkan, pelecehan agama, manipulasi, korupsi, menghina, mencaci, mengfitnah, ghibah, membenci, dengki, dan perbuatan atau perkataan lainnya yang diharamkan dalam agama”.
“Seseorang da’i yang berdakwah tanpa ilmu syar’i, sama saja mengajak orang lain kepada kesesatan dan menyebarkannya dalam masyarakat. Begitu pula seseorang yang berbicara mengenai agama atau berfatwa (menjawab persoalan agama) dengan tanpa ilmu maka ia sesat dan menyesatkan orang lain. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu begitu saja, namun mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Maka jika tidak ada seorangpun orang yang ‘alim (orang berilmu) tinggal, maka orang-orangpun menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin (atau rujukan), maka ia telah tersesat dan menyesatkan (orang lain).” (HR. Muslim)”, jelas ustaz Yusran.
Sebagai penutup ceramahnya, ustaz Yusran mengajak umat Islam khususnya para peserta pengajian agar semangat dalam menuntut ilmu syar’i dan lebih memprioritaskannya.
“Mari kita semangat menuntut ilmu syar’i dan lebih memprioritaskannya dari ilmu dunia. Berbagai keutamaan menuntut ilmu syar’i sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah seharusnya menjadi motivasi bagi kita semua untuk semangat menuntut ilmu syar’i dan memprioritasnya. Semoga kita diberi taufik dan dimudahkan oleh Allah swt dalam menuntut ilmu dan semoga kita mendapatkan berbagai keutamaan ilmu syar’i,” pungkas ustaz Yusran mengakhiri ceramahnya.
Di akhir kajian ilmiah ini, ada sesi khusus diskusi dan tanya jawab tentang persoalan agama dari peserta kepada narasumber.
“Para peserta kajian sangat senang dan antusias mengikuti kajian dengan ditandai seriusnya mereka mengikuti kajian dari awal sampai akhir dan banyaknya pertanyaan kepada ustaz yusran.”
“Tanpa terasa diskusi dan tanya jawab sudah memakan waktu 1 jam. Mengingat waktu yang lewat dari jadwal yang direncanakan pukul 11.00, dan sekarang sudah jam 11.30, maka pengajian kita akhiri. Meskipun demikian, masih ada peserta yang ingin tanya. Namun kami mohon maaf, insya Allah akan disambung pada pengajian berikutnya,” ujar Habib sebagai moderator menutup acara kajian.