Pengusaha Dermawan dan Baktinya pada Muhammadiyah
Oleh: Erik Tauvani
Nama Yendra Fahmi telah beberapa kali disebutkan dalam catatan-catatan singkat saya beberapa waktu yang lalu. Di antaranya ada dalam buku Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif halaman 21 di bawah judul Bahu-membahu Mewujudkan Impian (Suara Muhammadiyah, 2020), lalu dalam portal IBTimes berjudul Masjid Mu’allimin Bernama Hajah Yuliana (2021), dan satu lagi dalam portal Suara Muhammadiyah dengan tajuk Presiden dan Madrasah Mu’allimin (2021).
Rekaman tertulis tersebut perlu diangkat kembali supaya ada ketersambungan cerita dari satu peristiwa ke peristiwa yang lainnya, termasuk yang akan dibahas dalam catatan ini. Benang merah dari tulisan-tulisan tersebut adalah kedermawanan seorang pengusaha dan baktinya pada orang tua, umat, dan bangsa melalui Muhammadiyah. Ia kurang akrab dengan panggung dan mimbar, namun amalnya nyata. Baginya, berlaku semboyan sedikit bicara banyak bekerja!
Manusianya sederhana, sehingga mungkin orang tak menyangka siapa dia. Keberhasilannya dalam dunia usaha itu dirintisnya dari bawah bersama almarhumah ibu dan almarhum ayahnya. Sebagai seorang yang dilahirkan dalam keluarga taat beragama, spirit al-Ma’un untuk berkiprah dalam urusan kemanusiaan digenggamnya erat-erat. Baginya, adalah sebuah kedustaan dalam beragama jika abai terhadap urusan kemanusiaan.
Peletakan Batu Pertama RS Muhammadiyah Bandung Selatan
Pada Ahad, 23 Januari 2022, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir secara resmi meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Selatan (RSMBS) dan Masjid Nyi Ayu Rina Adjrijanti di Jalan Raya Laswi, Ciheulang, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung Selatan. Acara ini juga dihadiri sejumlah tokoh nasional seperti Menko PMK Muhadjir Effendy, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, jajaran pengurus Muhammadiyah dari Pusat hingga Ranting, dan sejumlah tokoh lainnya.
Yendra Fahmi bersama istri tentu juga ada dalam acara. Ia merupakan donatur tunggal pembangunan RSMBS dan masjid ini. Apresiasi dari berbagai kalangan mengalir kepadanya. Kata Buya Syafii dalam pidato singkatnya, “Fahmi ini orangnya aneh, jika rezeki didapat, dilemparnya lagi hingga jadi rumah sakit dan masjid seperti ini. Andai kata pengusaha di negeri ini mengikuti jejak Fahmi, jumlahnya 20 saja, Indonesia ini jadi!”
Di samping peran pengusaha, peran pemerintah tentu juga menjadi bagian pokok dari pembangunan masyarakat. Buya pun berharap agar pemerintah turut membantu gerak juang Muhammadiyah. Kata Buya kemudian, jika pemerintah atau negara membantu Muhammadiyah, itu sama artinya negara membantu dirinya sendiri berdasarkan konstitusi. Sebelumnya, Ridwan Kamil menyampaikan bahwa negara belum mampu mengurus pendidikan dan kesehatan secara keseluruhan di negeri ini, dan kehadiran Muhammadiyah menjadi solusi.
Gubernur Jawa Barat itu mengungkapkan rasa bahagia dan bangganya sebagai alumni TK Aisyiyah Bandung. “Saya merasa bahagia sekaligus bangga sebagai alumni TK Aisyiyah Bandung,” ungkapnya. Munurut Ridwan, gotong royong dan kebersamaan sebagai kearifan lokal dalam mengurai berbagai masalah, menjadikan Muhammadiyah terus menebar kebermanfaatan.
Senada dengan Ridwan Kamil, Kapolri Listyo Sigit Prabowo juga menyampaikan terima kasihnya kepada Muhammadiyah yang selalu terdepan dalam peran kemanusiaan, khususnya saat masa pandemi. Muhammadiyah telah mengerahkan berbagai rumah sakitnya untuk membantu sesama. Pembangunan RSMBS ini, kata Kapolri, merupakan roadmap di bidang kesehatan dan kemaslahatan umat dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Keharuan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir nampak sangat terharu nan bahagia. Sebuah rumah sakit dan masjid akan berdiri megah di Tanah Sunda, di Bandung Selatan. Tentu peristiwa peletakan batu pertama ini menjadi satu tonggak bagi perjuangan yang sebelumnya telah ditempuh. Kemudian perjuangan itu tinggal lagi melangkah pada tahap berikutnya, proses pembangunan.
Pelayanan kesehatan di daerah Bandung Selatan sangat diperlukan masyarakat. Dengan hadirnya RSMBS ini, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan umum. Di manapun dan kapanpun, Muhammadiyah selalu hadir dengan amal nyata untuk kemaslahatan umum.
Bandung Selatan, kenang Haedar Nashir, merupakan kawasan yang memiliki nilai sejarah yang kuat bagi upaya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang baru seumur jagung itu. Barisan pegunungan di kawasan selatan Bandung menjadi tempat berkumpulnya rakyat pasca Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946. Bandung Selatan merupakan salah satu ikon yang berjasa terhadap kemerdekaan Indonesia.
Pengusaha itu Sampai Menyewakan Jet Pribadi
Pada mulanya Buya Syafii Maarif beberapa kali enggan berangkat ke Bandung karena berbagai pertimbangan, khususnya karena faktor usia dan wabah. Namun pengusaha Fahmi tetap berharap Buya dapat hadir dalam acara penting itu. Dari waktu ke waktu komunikasi terjalin. Melihat kesungguhan pengusaha dermawan ini, hati siapa yang tak melunak. Buya pun tak sampai hati menolaknya. Akhirnya, Buya bersedia berangkat.
Fahmi tampaknya telah menganggap Buya sebagai ayahnya sendiri. Semua keperluan perjalanan disediakannya. Bahkan demi keamanan dan kenyamanan Buya, Fahmi sampai menyediakan fasilitas transportasi super mewah, jet pribadi. Selain supaya tempo perjalanan lebih singkat, dari sisi protokol kesehatan pun lebih terjamin.
Sementara itu, tak mungkin Buya berangkat ke Bandung seorang diri via jet bertipe Embraer Legacy 600 itu. Lantas Buya mengajak rombongan dari Suara Muhammadiyah, di antaranya: Direktur Deni Asy’ari, Isngadi, Ridha Basri, dan saya. Tentu karena saya yang paling ndeso, saya pulalah yang paling kegirangan. Malam sebelum keberangkatan, tidurpun susahnya bukan main karena terus membayangkan bentuk rupa pesawat jenis ini seperti apa dan bagaimana rasanya. Mohon maklum.
Saat rombongan telah berkumpul di Bandara Adi Sutjipto, rupanya Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti juga datang dari Solo untuk berangkat bersama ke Bandung. Maka kami berangkat berenam dari Yogyakarta, kemudian kembali ke Yogyakarta lagi hanya berempat karena dua lainnya masih ada tugas Persyarikatan di Tanah Sunda.
Perjalanan udara Yogya-Bandung hanya 30 menit saja, begitu pula sebaliknya, sangat cepat. Sementara perjalanan darat dari Bandara Husein Sastranegara ke lokasi peletakan batu pertama lebih lama, sekitar satu jam, dengan bantuan Patwal. Penjemputnya adalah sopir PP Muhammadiyah Menteng, Pak Sala. Sementara saya sendiri memilih naik mobil Patwal, lebih seru. Ndeso sekali, bukan?
Sedikit cerita tentang isi dalam pesawat. Karena pengalaman baru, naluri foto-fotopun menyeruak. Ternyata yang ndeso tidak hanya saya loh, ha ha ha. Sekalian saja foto-foto yang banyak, dari pada nanti menyesal saat sudah turun. Bahkan kata Buya, “Ayo-ayo difoto, jarang-jarang bisa naik pesawat khusus ini.” Pandai betul Buya menyenangkan hati wong ndeso ini. Terima kasih, Buya.
Tak lama sebelum pesawat lepas landas, awak pesawat yang terdiri dari dua pilot dan seorang pramugari juga minta foto-foto bersama Buya. Seorang pilot, Fiqih Firman namanya, memperkenalkan dirinya kepada Buya bahwa ia berasal dari Lintau, tetangga kabupaten dengan Buya di Sijunjung, Sumatra Barat. Buya agak terkaget, namun bangga. “Anda Lintaunya mana? Dulu saya sekolah di Lintau,” tanya Buya dengan antusias.
Buah-buahan, minuman segar, dan jajanan pasar yang tersedia di atas meja membuat mata kami, maksudnya mata saya, terpesona. Maklum, perut belum terisi karena berangkat kepagian saking semangatnya! Rancak bana, kata Uda Deni. Belum lagi makanan habis, datang pula makanan yang baru. Mana pula hanya tersedia sedikit waktu. Buat saya yang lagi lapar ini, pastilah lahapnya.
Apapun cerita di perjalanan kali ini, darat dan udara, semua hanyalah kembang-kembang kehidupan belaka. Mengutip ungkapan Isngadi, “Debu yang menempel di mahkota tetaplah debu, walaupun ia menjadi debu yang mungkin lebih beruntung.”
Perjuangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam membangun RSMBS dan sebuah masjid di Bandung Selatan semoga diberkahi Allah Swt. Bakti Fahmi pada Muhammadiyah hingga menyediakan semua kebutuhan perjalanan Buya dari Yogya-Bandung-Yogya merupakan amal saleh yang luar biasa. Hingga Buya bertanya, “Saya tidak tahu, dulu orang tuanya berdoa seperti apa, betul-betul luar biasa.”
Dalam perjalanan pulang di kawasan Nogotirto, Buya ditelepon oleh pengusaha ini. “Buya, aman dan lancar, kan?” Kami bisa mendengarkan suara itu dengan jelas. Kata Buya kemudian, “Alhamdulillah, matur nuwun sanget, pengusaha. Anda ini luar biasa. Terima kasih sudah membantu Muhammadiyah, terima kasih sudah memudahkan perjalanan kami.”
Kata penutup dari pengusaha 51 tahun ini, “Sama-sama, Buya. Kan kata Buya dulu, dalam setiap harta yang kita miliki ini sesungguhnya tidak semuanya milik kita. Ada hak orang lain di sana. Semoga Buya sehat selalu. Assalamu’alaikum.”
Erik Tauvani, Dosen AIK di Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan