Menghadapi Covid-19 dan Masalah Kebangsaan
Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.
Pandemi covid-19 di Indonesia sampai akhir September 2020 masih belum berakhir dan cenderung naik angkanya. Kondisi covid menaik ini tentu sangat memprihatinkan. Padahal dalam prediksi sebagian ahli epideomologi seharusnya bulan september mulai melandai. Kenyataannya meningkat dan alarm.
Malaysia menutup negerinya dari kedatangan warga negara Indonesia bersama India dan Philipina. Sungguh menyedihkan. Tingkat kematian akibat Covid di Indonesia cukup tinggi 4%, di atas rata-rata dunia 3,15%. Rumah sakit kewalahan, kian banyak dokter dan perawat meninggal. Mereka pahlwan kemanusiaan. Indonesia termasuk negara paling tinggi kematian dokter dan tenaga kesehatannya. Pemesanan peti mati kian tinggi. Kuburan makin padat dan harus buka lahan baru.
Jika semua pihak tidak waspada, berat sekali Indonesia hadapi masalah pandemi ini. Sementara itu masalah sosial-ekonomi akibat Covid plus masalah laten bangsa kian menambah persoalan kehidupan kebangsaan makin berat. Karenanya semua pihak mesti seksama dan bersatu agar negeri tercinta ini tidak semakin berat beban.
Pandemi dan masalah bangsa tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak, sebaliknya meniscayakan kebersamaan dan persatuan nasional yang kokoh. Perbaiki langkah-langkah yang salah atau keliru tanpa merasa kuasa dan merasa benar sendiri. Saatnya persatuan Indonesia diutamakan dengan jiwa besar kebersamaan dan saling mengoreksi aecara rendah hati dan bertanggungjawab.
Langkah Bersama
Presiden Jokowi menegaskan akan fokus hadapi Covid-19, ekonomi dan lain-lain mengikuti. Kita berharap sikap pemerintah dari pusat hingga daerah benar-benar fokus dan serius. Sikap objektif itu lebih menyelamtkan keadaan ketimbang menyiasati angka dan proses. Mengharmoniskan covid dan ekonomi tentu baik. Tetepi ketika harus menyelamatkan jiwa maka utamakan nyawa manusia. Agenda terpenting bagaimana implementasi kebijakan terfokus penangangan covid di lapangan yang bersifat menyeluruh. Jika segenap sumberdaya, dana, dan usaha dikerahkan secara optimal dan menyeluruh maka akan ada hasil yang signifikan.
Sejak awal sebenarnya jika PSBB (pembatasan sosial berskala besar) serentak dan menyeluruh maka keadaan mungkin lebih terkendali. Kini provinsi dam daerah yang semula dianggap aman sudah terpapar. Semoga ada langkah extra-ordinary untuk penanganan saat ini agar keadaan dapat terkendali. Problem sejak awal, kebijakan pemerintah tidak optimum dan menyeluruh. PSBB diberlakukan per provinsi dan per daerah kota/kabupaten.Sekilas baik untuk tidak generalisasi, tapi dampaknya di kemudian hari terkesan agak berantakan. Penyebaran virus Covid-19 ternyata menyeluruh. Provinsi dan daerah yang semula dianggap hijau akhirnya terpapar juga. Aspek mobilitas penduduk dan negara Indonesia sebagai satu kesatuan terabaikan sejak awal. Demikian pula tidak dikenalinya watak Covid-19 ini yang di kemudian hari ternyata ada fenomena OTG (orang tanpa gejala) dan mutasi.
Bagaimana sikap masyarakat? Segenap warga negara wajib prihatin dan peduli hadapi covid. Hal ironi dan memprihatinkan justru ditunjukkan sebagian warga masyarakat yang tidak disiplin. Warga cenderung euforia menikmati new normal seakan keadaan covid sudah normal. Kebiasaan baru dinikmati berlebihan. Disiplin longgar. Mall, toko, kafe, restoran, tempat wisata, tempat ibadah, dan publik beraktivitas penuh. Seakan pandemi covid sudah berakhir. Padahal data membuktikan sebaliknya, korban pandemi menaik lagi.
Masyarakat wajib disiplin dan bekerjasama menciptakan kondisi agar rantai penularan wabah tidak terus meluas. Hentikan dan jangan lakukan kegiatan-kegiatan interaksi dan aktivitas sosial yang menyebabkan atau menjadi kluster penularan. Apalagi saat ini penularan wabah ini cenderung sporadis sifatnya. Sangat diperlukan protokol dan disiplin tingkat tinggi yang ketat. Warga harus berbagi memberi solusi, jangan menambah beban pandemi. Bukankah kita ingin covid segera berakhir?
Apa ruginya warga untuk berdisiplin tinggi dan menahan diri. Warga tidak melakukan kegiatan yang memberi peluang pada penularan. Sebutlah acara hiburan, rekreasi, bepergian, dan kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat langsung. Termasuk tidak memaksakan sekolah dan kuliah luring atau offline. Ancaman covid-19 ini nyata dan makin menaik, bukan maya dan paranoid. Kenapa harus mengorbankan diri dan orang lain yang semestinya dijaga bersama dengan rasa kemanusiaan tinggi. Dalam memelopori kedisiplinan masyarakat kiranya warga Muhammadiyah perlu menjadi uswah hasanah sebagai pelopor dan penggerak kedisiplinan hafapi Covid yang masih ganas.
Kebersamaan
Dalam situasi pandemi Covid-19 dan kehidupan kebangsaan yang banyak masalah hendaknya semua pihak mau menahan diri dari segala hal yang meresahkan. Situasi politik juga makin ramai dengan aktivitas massa. Aksi dan deklarasi politik yang melibatkan jumlah orang banyak bermunculan. Keadaan seolah normal tanpa pandemi. Pendaftaran calon kepala daerah di sejumlah daerah diikuti massa pendukung yang banyak tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Padahal pilkada masih lama dan tentu rawan. Kita tidak tahu apa yang ada di pikiran para elite politik di negeri ini. Seolah keadaan baik-baik saka. “Any things goes”, apa saja boleh.
Menghadapi pandemi yang belum berakhir dan dalam memecahkan masalah bangsa diperlukan suasana bersatu, damai, dan kondusif. Jika centang-perenang dan saling menghujat maupun menjatuhkan maka Indonesia semakin berat beban dan akan mengalami krisis. Pemerintah, DPR, lembaga yudikatif, TNI dan POLRI, serta semua lembaga kenegaraan/pemerintahan maupun segenap komponen bangsa penting saling berintrospeksi diri seraya terus melakukan dialog dan merajut kebersamaan.
Dalam suasana pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya yang berat maupun menghadapi masalah bangsa yang lainnya, kedepankan persatuan dan bermusyawarah sebagaimana jiwa sila ketiga dan keempat Pancasila. Dalam situasi berat ini para pejabat negara maupun elite bangsa lainnya sebaiknya menghentikan pernyataan-pernyataan dan langkah-langkah atau aksi-aksi yang kontroversial yang memanaskan situasi, menimbulkan pertikaian pandangan tidak berkesudahan, memancing emosi publik, menciptakan kegaduhan, serta mengakibatkan keretakkan dan polarisasi di tubuh bangsa Indonesia.
Elite dan warga masyarakat maupun pejabat negara pun semakin dituntut kearifan dan kedewasaan dalam menyikapi kasus dan peristiwa yang terjadi. Termasuk dalam menghadapi masalah kebangsaan. Kembangkan semangat kebersamaan yang menjadi tumpuan hidup berbangsa. Melalui media sosial maupun media lainnya hentikan tukar-menukar dan jual-beli isu yang hoaks serta menambah suasana kehidupan kebangsaan menjadi sarat sentimen negatif, sangka buruk, saling merendahkan, penghinaan, kebencian, permusuhan, dan polarisasi yang merusak kehidupan kebangsaan.
Utamakan hal yang terpenting dari yang penting, apalagi yang tidak penting dan menambah masalah. Cegah dan hindari segala kemudaratan yang membawa kerugian bagi kehidupan bangsa dan negara. Negara maupun warga negara jangan memaksakan kehendak yang akhirnya mengakibatkan keretakkan, keresahan, kerusakan, dan ancaman kehancuran bagi masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuasaan jangan disalahgunakan untuk egoisme diri, kelompok, dan kroni dengan oligarki.
Sikap apriori dan merasa benar sendiri dari berbagai kelompok bangsa maupun pejabat negara dan elite umat atau bangsa hanya akan semakin menciptakan kehidupan kebangsaan terseret pada polarisasi dan pertikaian yang merusak sendi persatuan dan masa depan Indonesia yang semestinya ditegakkan dan disangga bersama. Para tokoh umat dan bangsa di masa lalu memberi contoh kenegarawanan dalam menghadapi masalah pelik dalam kehidupan kebangsaan dengan mencari jalan keluar secara bersama. Bukan dengan egoisme dan merasa paling benar sendiri.
Buktikan bahwa semua elite dan warga negara benar-benar mempraktikkan nilai-nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia. Sikap saling menyalahkan terus-menerus tidak akan ada ujungnya dan hanya akan bermuara pada konflik yang berat. Bagi umat Islam dan warga Muhammadiyah ditntut jiwa besar dan keteladanannya dalam menghadapi pandemi Covid-19 maupun maslah kebangsaan lainnya dengan memberi solusi. Bukankah Islam dan umat Islam hadir untuk menebar dan mewujudkan rahmatan lil-‘alamin?
Sumber: Majalah SM Edisi 19 Tahun 2020