Karismatik Pak AR Sebagai Teladan Generasi Muda

pak ar

Dok SM

Karismatik Pak AR Sebagai Teladan Generasi Muda

Oleh: Agung Rejecky

Sebagai manusia sosial yang  selalu berinteraksi dengan orang lain baik dalam kegiatan berorganisasi, bermasyarakat, dan bernegara, tentunya agar tatanan dan tujuan tercapai diperlukan adanya kepemimpinan. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mampu untuk mengikutinya dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan pemimpin adalah orang yang mampu menyatukan orang lain dan mengarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.

K.H. Abdur Rozak Fachruddin atau yang lebih dikenal dengan AR. Fachruddin adalah salah satu tokoh pemimpin Islam yang ada di Indonesia. Pak AR yang merupakan sapaan akrabnya, adalah Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1968-1990 dimana ini adalah periode kepemimpinan paling lama di dalam Muhammadiyah. Bukan tanpa alasan jika Pak AR kemudian menjadi pimpinan Muhammadiyah selama empat periode berturut-turut. Pak AR adalah sosok pemimpin yang sangat karismatik.

Pak AR lahir di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta pada tanggal 16 Februari 1916. Pak AR lahir dari pasangan K.H. Fachruddin yang merupakan Lurah Naib atau Penghulu di Puro Pakualaman dan Maimunah binti K.H. Idris. Setelah K.H. Fachruddin tidak menjadi Penghulu dan usaha dagangnya gulung tikar, membuat Pak AR pulang ke desanya di Bleberan, Galur, Kulonprogo.

Semenjak usia anak-anak, Pak AR sudah mengenyam pendidikan di Muhammadiyah, mulai dari Standaard School Muhammadiyah Bausasran, Standaard School (Sekolah Dasar) Muhammadiyah Prenggan, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, Madrasah Wustha Muhammadiyah Wanapeti, Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Wanapeti, Madrasah Tablighschool (Madrasah Muballighin).

Pak AR pernah dikirim untuk mengembangkan gerakan dakwah Muhammadiyah di Talangbalai, yang kemudian Pak AR mendirikan sekolah setingkat SMP yang diberi nama Sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah. Pak AR kembali ke Yogyakarta tahun 1944 dan terus berdakwah di Muhammadiyah yang selanjutnya dipilih sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta, kemudian menjadi Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, menjadi anggota Dzawil Qurba Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sampai akhirnya dipercaya memimpin Muhammadiyah selama kira-kira 22 tahun (1968-1990).

Pak AR merupakan sosok pemimpin yang sangat sederhana, bahkan dalam melakukan dakwah Pak AR selalu menggunakan sepeda onthel atau motor tua dan tidak pernah mau menerima honor dalam berdakwah, kalaupun terpaksa menerima honor akan diberikan kepada pengurus Muhammadiyah yang hidupnya masih kekurangan. Pernah suatu ketika seorang pengusaha akan memberikan mobil kepada Pak AR, namun Pak AR menolaknya.

Bahkan sampai akhir hayatnya Pak AR tidak memiliki rumah sendiri, Pak AR tinggal di rumah yang dipinjami oleh Muhammadiyah. Dalam berdakwah pun Pak AR tidak pernah memilih-milih entah itu kau bawah, kaum menengah, maupaun kaum atas, entah itu pelosok maupun perkotaan. Teladan seperti itulah salah satu yang membuat Pak AR kemudian menjadi sosok yang karismatik.

Pak AR juga dikenal sebagai pemimpin dan ulama yang sejuk dan toleran. Dalam mengutarakan perbedaan pandangan dan kritikan terhadap berbagai hal yang tidak sejalan dengan pemikiran Islam disampaikan secara halus. Saat Paus Yohanes II, Pimpinan Vatikan berkunjung ke Yogyakarta, Pak AR menyampaikan kritik kepada umat Katholik.

Kritik tersebut disampaikan dalam surat terbuka dengan bahasa yang halus. Surat tersebut berisi bahsa Indonesia adalah negada dengan agama mayoritas Islam, namun ada yang mengganjal dalam hati umat Islam Indonesia, bahwa umat Katholik menggunakan kesempatan untuk mempengaruhi umat Islam Indonesia yang masih menderita.

Mereka mencukupi kebutuhan sehari-hari, meminjami modal usaha, mendirikan rumah-rumah sederhana, akan tetapi dengan ajakan masuk kristen. Dalam kritik tersebut Pak AR mengatakan bahwa agama harus disebarluaskan dengan cara-cara yang benar dan sportif. Umat lain dapat menerima kritik ini karena disampaikan dengan bahasa yang halus dan semangat toleransi yang ditunjukkan Pak AR.

Hal inilah yang menjadikan sosok Pak AR sebagai seorang pemimpin yang sejuk dan karismatik, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu mempengaruhi pengikutnya dengan melihat tindakan yang heroik dari pemimpinnya.

Dalam era globalisasi dan semakin berkembangnya ilmu teknologi dan informasi dimana informasi dan berita dapat dengan sangat cepat tersebar keselurah penjuru, sehingga tidak sedikit adanya gesekan-gesekan dalam kehidupan bermasyarakat yang diakibatkan oleh sebuah statmen atau ucapan yang disampaikan secara provokatif.

Gaya kepemimpinan Pak AR dapat dijadikan salah satu referensi bagi generasi muda dalam mempersiapkan diri sebagai calon pemimpin di masa depan dalam menghadapi tantangan di atas. Bahwa menjadi seorang pemimpin seharusnya mempunyai sifat yang dapat memberikan Teladan dan dapat menenangkan pengikutnya, bukan malah sebaliknya seorang pemimpin yang hanya memberi perintah tanpa contoh tindakan yang kongkrit, dan “membakar suasana” ketika adanya sebuah isu yang beredar.

Sifat karismatik memang tidak dapat dimiliki seseorang secara instan, bahkan beberapa teori menyatakan bahwa karisma seseorang adalah bawaan dari lahir. Akan tetapi setidaknya dapat meneladani kesederhanaan, kesejukan, dan toleransi dari Pak AR. Hal ini yang perlu dipersiapkan untuk menjadi pemimpin, karena memimpin bukan hanya sekedar memberi dan menyuruh pengikut untuk menyelesaikan sebuah tugas, lebih dari itu pemimpin adalah sosok yang harus mampu menginspirasi pengikut dengan Teladan yang ia berikan.

Agung Rejecky, Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Keperawatan UMY

Exit mobile version